- Imunoglobulin: PODP untuk penanganan imunodefisiensi dan penyakit autoimun, seperti primary immunodeficiencies (PID), sindrom Guillain-Barré (GBS), penyakit Kawasaki, serta immune thrombocytopenic purpura (ITP).
- Albumin: Mningkatkan kadar albumin dalam darah atau mengatur volume darah pada kondisi seperti hypoalbuminemia, syok hemoragik, luka bakar, penyakit hati, dan asites.
- Faktor VIII: Penyediaan protein yang diperlukan untuk pembekuan darah yang digunakan untuk mencegah atau menangani pendarahan pada Hemofilia A.
Beroperasi di 2026, Intip Pabrik Pengolahan Plasma Darah Pertama di RI

- SK Plasma dan INA membangun fasilitas fraksionasi plasma pertama di Indonesia dan terbesar di Asia Tenggara.
- Ketiadaan pengolahan plasma darah di Indonesia menyebabkan ketergantungan impor PODP, meningkatkan biaya layanan kesehatan, dan risiko bagi pasien.
- Pabrik ini akan menghasilkan obat-obatan berkualitas tinggi, mengurangi ketergantungan impor, dan mendukung stabilitas harga serta kemajuan sektor medis di Indonesia.
SK Plasma (Korea Selatan) dan Indonesia Investment Authority (INA) membangun fasilitas fraksionasi plasma pertama di Indonesia dan terbesar di Asia Tenggara yang berlokasi di Karawang, Jawa Barat.
PT SKPlasma Core Indonesia akan memanfaatkan plasma yang dikumpulkan untuk diproduksi menjadi Produk Obat Derivat Plasma (PODP) esensial sehingga mengurangi ketergantungan impor serta memperkuat sistem kesehatan nasional. Sebelum pabrik tersebut berjalan, IDN Times melakukan kunjungan ke fasilitas tersebut, melihat bagaimana proses pembangunannya yang hampir selesai itu.
Ketiadaan pengolahan plasma

Indonesia membuang hingga 200.000 liter plasma darah setiap tahun karena tidak adanya infrastruktur pengolahan plasma, menyebabkan ketergantungan penuh terhadap PODP seperti imunoglobulin, albumin dan Factor VIII.
Ketergantungan ini membuat harganya menjadi naik turun drastis dan ketidakstabilan pasokan, khususnya saat kritis yang berpotensi meningkatkan biaya layanan kesehatan serta risiko bagi pasien.
Fasilitas yang akan segera beroperasi ini digadang-gadang memiliki teknologi tinggi yang akan mengolah plasma menjadi terapi untuk menyelamatkan nyawa, memperkuat ketahanan pasokan, mendukung stabilitas harga dan mendorong kemajuan sektor medis di Tanah Air.
Pabrik akan memproduksi obat-obatan berkualitas tinggi

SK Plasma dan INA akan bertanggung jawab atas pembangunan, operasional dan pengelolaan jangka panjang SKPlasma Core Indonesia. Inisiatif ini merupakan langkah transformasional bagi Indonesia dan kawasan Asia Tenggara.
Sebagai pabrik fraksionasi plasma pertama di Indonesia dan terbesar di Asia Tenggara, proyek ini secara langsung menjawab ketergantungan Indonesia yang telah berlangsung lama terhadap impor PODP.
Pabrik ini memungkinkan konversi plasma domestik setiap tahun menjadi obat-obatan esensial berkualitas tinggi yang sebelumnya terbuang.
Pengembangan fasilitas ini sejalan dengan agenda transformasi kesehatan nasional untuk memperkuat ketahanan sistem kesehatan, juga selaras dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 4 Tahun 2023, yang menetapkan pedoman regulasi fraksionasi lasma di Indonesia.
Proyek ini juga mendorong alih teknologi, pengembangan kapasitas, serta penciptaan lapangan kerja bagi ribuan tenaga kerja Indonesia, sehingga meningkatkan ekosistem biomanufaktur nasional dan memungkinkan pertumbuhan industri jangka panjang.
Berbagai keuntungan yang akan didapat
Produksi PODP akan menurunkan biaya dan meningkatkan stabilitas pasokan dengan mengurangi ketergantungan pada rantai pasok global yang tidak dapat diprediksi. Contoh obat-obatan yang dimaksud, meliputi:
Hal ini sangat penting bagi pasien yang membutuhkan pengobatan berkelanjutan untuk imunodefisiensi dan gangguan perdarahan. Akses lokal yang lebih baik terhadap ODP juga akan mengurangi gangguan pengobatan dan meningkatkan keterjangkauan, sehingga mendorong pemerataan layanan kesehatan serta hasil klinis di seluruh Indonesia.
Kehadiran fasilitas ini dalam industri fraksionasi plasma memposisikan Indonesia sebagai pusat bioproses baru, membuka peluang ekspor di masa depan, spesialisasi tenaga kerja, serta integrasi yang lebih ke dalam rantai pasok global terapi berbasis plasma.
Fasiltas SK Plasma di Indonesia

Fasilitas fraksionasi plasma darah ini berlokasi di Kawasan Industri KIIC, Karawang. Proyek ini dirancang dengan kapasitas pemrosesan hingga 600.000 liter plasma per tahun, sehingga menjadikannya fasilitas fraksionasi plasma pertama di Indonesia sekaligus yang terbesar di Asia Tenggara.
Pabrik ini mengadopsi sistem dan model operasional dari fasilitas SK Plasma di Andong, Korea Selatan, yang telah beroperasi sejak 2018 dan memasok obat-obatan turunan plasma ke sekitar 17–20 negara di seluruh dunia.
Fasilitas tersebut dipersiapkan untuk beroperasi sesuai dengan standar internasional dan manufaktur biofarmasi, dengan penerapan sistem manajemen mutu yang ketat, proses produksi yang tervalidasi, serta pengendalian keamanan di setiap tahapan produksi.
Penerapan standar ini diperkuat oleh pengalaman operasional SK Plasma dalam mengelola fasilitas fraksionasi plasma di bawah berbagai kerangka regulasi global, sehingga praktik terbaik (best practices) internasional dapat diterapkan sejak tahap awal operasional. Total luas fasilitas ini mencapai 5 hektare.
Kapan beroperasi?

Pembangunan telah berlangsung sepanjang 2024 hingga 2025. Meskipun menargetkan operasional komersial penuh pada akhir 2026, Indonesia telah lebih dulu mengaktifkan program toll manufacturing secara paralel melalui fasilitas SK Plasma di Andong, Korea Selatan.
Pada Maret 2025, RSUP Dr. Sardjito bersama Palang Merah Indonesia (PMI) berhasil mengirimkan batch pertama plasma yang dikumpulkan dari donor Indonesia ke fasilitas SK Plasma di Korea Selatan untuk diproses menjadi PODP.
Setelah melalui proses fraksionasi dan penjaminan mutu berstandar internasional di Korea Selatan, plasma tersebut diolah menjadi dua terapi esensial, yakni SK Albumin dan SK GammaBio. Kedua produk ini secara resmi diluncurkan oleh PT SKPlasma Core Indonesia pada 8 Desember 2025.
Sementara itu, fasilitas fraksionasi plasma berteknologi tinggi di Indonesia masih berada dalam tahap penyelesaian akhir, dengan progres konstruksi telah mencapai 98 persen. Fasilitas ini ditargetkan rampung pada akhir tahun ini dan mulai beroperasi pada akhir 2026.
Proses pengolahan plasma darah

Berikut adalah proses fraksionasi plasma:
- Donor darah
Darah utuh dikumpulkan dari pendonor yang telah melalui proses skrining sesuai standar. - Pemisahan komponen darah
Darah donor dipisahkan menjadi sel darah merah, trombosit, dan plasma. - Penanganan dan penyimpanan plasma
Plasma dibekukan dan disimpan pada suhu −20 derajat C atau lebih rendah untuk menjaga mutu dan keamanan, kemudian dikirim ke fasilitas fraksionasi. Saat ini, proses ini dilakukan melalui skema toll manufacturing di Korea Selatan. - Tahapan inti pemrosesan
Plasma menjalani serangkaian tahapan standar yang diakui secara internasional dalam industri biofarmasi. - Fraksionasi plasma
Protein plasma dipisahkan menjadi komponen individual menggunakan metode fraksionasi etanol dingin. - Pemurnian dan penjaminan keamanan
Protein yang dihasilkan dimurnikan menggunakan teknologi kromatografi serta melalui proses inaktivasi atau penghilangan virus untuk memastikan keamanan produk. - Pengisian dan pengemasan
Larutan bulk akhir diisi ke dalam vial dalam lingkungan aseptik yang terkontrol. - Produk Obat Derivat Plasma (PODP)
Produk akhir meliputi imunoglobulin, albumin, dan faktor koagulasi, yang merupakan terapi esensial untuk perawatan kritis, imunodefisiensi, serta berbagai kondisi medis berat.
SKPlasma Core Indonesia telah melaksanakan pelatihan bagi tenaga kerja Indonesia di fasilitas fraksionasi SK Plasma di Andong, Korea Selatan. Program ini bertujuan membekali peserta dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk diterapkan di fasilitas fraksionasi plasma darah di Indonesia. Pelatihan mencakup berbagai fungsi strategis, mulai dari proses produksi, penjaminan mutu, hingga pengendalian mutu.
Melalui program ini, diharapkan terbentuk tenaga kerja yang andal dalam bidang fraksionasi plasma darah, penjaminan mutu, kepatuhan terhadap regulasi, serta proses produksi biofarmasi—kompetensi yang sebelumnya belum tersedia di Indonesia.


















