Diciptakan untuk Perang, Kenapa Gas Air Mata Dipakai di Jalanan?

- Gas air mata awalnya diciptakan sebagai senjata kimia untuk Perang Dunia I
- Isi gas air mata adalah C2 gas (2-chlorobenzalmalononitrile) yang menyebabkan penderitaan hebat pada tubuh manusia
- Gas air mata dianggap "tidak mematikan" dan digunakan sebagai alat pengendali massa, meskipun ilegal di medan perang
Gambaran asap tebal yang mengepul di tengah kerumunan, lalu diikuti oleh orang-orang yang berlarian sambil menutupi wajahnya adalah pemandangan yang sudah tidak asing lagi di layar berita. Penyebabnya satu, yaitu gas air mata. Senjata ini seolah sudah menjadi prosedur standar bagi aparat untuk membubarkan demonstrasi atau mengendalikan kerusuhan di jalanan.
Namun, pernahkah kamu bertanya-tanya, dari mana sebenarnya benda yang bikin mata perih dan napas sesak ini berasal? Fakta mengejutkannya adalah gas air mata pada awalnya diciptakan bukan untuk polisi, melainkan sebagai senjata kimia untuk digunakan di medan perang. Lalu, bagaimana bisa senjata perang ini akhirnya dipakai untuk menghadapi warga sipil? Yuk, kita telusuri sejarah dan ironi di baliknya. Simak sampai tuntas, ya!
1. Awalnya adalah senjata buat Perang Dunia I

Gas air mata bermula di salah satu medan perang paling brutal dalam sejarah, yaitu Perang Dunia I. Pada masa itu, pertempuran sering kali buntu karena taktik perang parit, di mana para tentara bersembunyi di dalam galian tanah yang panjang dan sulit untuk diserang secara langsung.
Untuk memecah kebuntuan inilah gas air mata diciptakan sebagai senjata kimia. Tujuannya adalah untuk melumpuhkan musuh tanpa harus membunuh mereka. Gas ini akan ditembakkan ke parit-parit lawan, memaksa para tentara yang tersiksa karena mata perih dan sesak napas untuk keluar dari persembunyian mereka, di mana mereka kemudian akan menjadi sasaran empuk bagi tembakan senapan mesin.
2. Isi gas air mata adalah C2 gas (2-chlorobenzalmalononitrile)

Meskipun namanya "gas", sejatinya zat yang ditembakkan sebenarnya bukanlah gas. Gas air mata adalah bubuk super halus dari bahan kimia padat yang disebarkan ke udara dalam bentuk aerosol. Bahan kimia yang paling umum digunakan oleh aparat keamanan di seluruh dunia adalah CS gas (2-chlorobenzalmalononitrile).
Saat bubuk kimia ini mengenai bagian tubuh yang lembap seperti mata, hidung, mulut, atau kulit, ia akan langsung bereaksi dan menyebabkan penderitaan hebat. Efeknya antara lain rasa terbakar yang menyakitkan di mata, keluarnya air mata tanpa henti, batuk parah, sesak napas, hingga iritasi kulit. Reaksi inilah yang secara instan melumpuhkan targetnya.
3. Dianggap “tidak mematikan” dan jadi alat pengendali massa

Setelah tidak lagi masif digunakan dalam perang, gas air mata kemudian dilirik sebagai alat untuk penegakan hukum domestik. Alasan utamanya adalah karena senjata ini diklasifikasikan sebagai senjata "tidak mematikan" (less-lethal weapon). Secara teori, efeknya yang menyakitkan hanya bersifat sementara dan tidak dirancang untuk membunuh.
Logika inilah yang membuatnya dianggap sebagai alternatif yang lebih "manusiawi" dibandingkan menggunakan peluru tajam untuk menghadapi kerumunan massa. Bagi aparat, gas air mata adalah alat yang efektif untuk membubarkan kelompok besar dari jarak jauh. Efek kejut, rasa sakit, dan kepanikan yang ditimbulkannya dianggap mampu memecah konsentrasi massa dan memaksa mereka untuk bubar.
4. Ironinya adalah ilegal di medan perang, tapi legal di jalanan

Di sinilah letak fakta paling ironis dan mengejutkan tentang gas air mata. Berdasarkan Konvensi Senjata Kimia tahun 1993, sebuah perjanjian internasional yang diakui banyak negara, penggunaan gas air mata sebagai metode peperangan secara tegas dilarang. Artinya, menembakkan gas air mata ke arah tentara musuh di medan perang adalah sebuah tindakan ilegal.
Anehnya, konvensi yang sama memberikan sebuah pengecualian besar. Aturan tersebut memperbolehkan penggunaan gas air mata untuk tujuan penegakan hukum di dalam negeri, termasuk untuk mengendalikan huru-hara. Hal ini menciptakan sebuah paradoks yang janggal: sebuah senjata kimia dianggap terlalu kejam untuk tentara, tapi dianggap legal untuk ditembakkan ke arah warga sipilnya sendiri.
5. Benarkah gas air mata “tidak mematikan”?

Meskipun secara resmi diklasifikasikan sebagai "tidak mematikan", label ini terus menjadi perdebatan sengit. Kenyataannya, gas air mata bisa menjadi sangat berbahaya, bahkan fatal, terutama jika tidak digunakan sesuai prosedur. Bagi kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, atau orang dengan riwayat asma, paparan gas air mata dalam konsentrasi tinggi bisa berakibat fatal.
Selain efek kimianya, bahaya juga datang dari proyektilnya. Selongsong gas air mata ditembakkan dengan kecepatan tinggi dan bisa menyebabkan cedera kepala serius atau bahkan kematian jika mengenai seseorang secara langsung. Risiko menjadi jauh lebih besar jika digunakan di ruang terbatas seperti stadion, di mana kepanikan massa yang tidak bisa menemukan jalan keluar bisa menyebabkan tragedi fatal akibat terinjak-injak.
Perjalanan gas air mata dari senjata ilegal di medan perang menjadi alat yang sah di jalanan kota adalah sebuah ironi yang perlu kita pahami bersama. Fakta ini menjadi pengingat nyata akan risiko yang selalu mengintai di balik hak untuk bersuara. Oleh karena itu, bagi siapa pun yang merasa terpanggil untuk turun ke jalan demi menyuarakan aspirasi, selalu utamakan keselamatan, kenali risikonya, dan jaga satu sama lain. Semoga setiap suara yang memperjuangkan kebenaran selalu diberi kekuatan, dan semoga keselamatan senantiasa menyertai langkah kita semua. Stay safe!