Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Apakah Hujan Buatan di Dubai Bisa Salah Sasaran ke Kota Lain?

hujan
ilustrasi hujan (pexels.com/Osman Rana)
Intinya sih...
  • Teknologi hujan buatan bekerja pada awan yang sudah terbentuk
  • Operasi hujan buatan dilakukan pada wilayah yang sangat terbatas
  • Peningkatan curah hujan dari hujan buatan tergolong terbatas
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Isu hujan buatan di Dubai sering muncul sebagai trivia kota yang memancing rasa ingin tahu, terutama ketika cuaca ekstrem melanda kawasan Timur Tengah. Banyak orang bertanya-tanya apakah teknologi ini benar-benar bisa “mengirim” hujan ke wilayah lain secara tidak sengaja.

Pertanyaan tersebut wajar, sebab hujan buatan terdengar seperti teknologi canggih yang seolah mampu mengatur langit sesuka hati. Berikut penjelasan lengkapnya.

1. Teknologi hujan buatan bekerja pada awan yang sudah terbentuk

hujan
ilustrasi hujan (unsplash.com/A A)

Hujan buatan tidak pernah bekerja dari langit cerah, karena proses ini hanya memanfaatkan awan yang memang sudah ada dan mengandung uap air cukup. Tanpa awan yang memenuhi syarat fisik tertentu, pesawat atau drone tidak memiliki “bahan baku” untuk diproses lebih lanjut. Inilah sebabnya hujan buatan selalu bergantung pada kondisi atmosfer alami yang tidak bisa dipaksakan. Teknologi ini bersifat mempercepat proses yang seharusnya terjadi, bukan menciptakan sesuatu dari nol.

Material seperti garam atau partikel mineral dilepaskan ke dalam awan untuk membantu tetes air bergabung lebih cepat. Proses tersebut mengikuti hukum fisika sederhana, bukan kendali manusia penuh. Setelah partikel tersebar, atmosfer kembali memegang peran utama. Artinya, sejak awal, hujan buatan tidak dirancang untuk berpindah lintas kota secara bebas.

2. Operasi hujan buatan dilakukan pada wilayah yang sangat terbatas

hujan
ilustrasi hujan (unsplash.com/Max)

Di Uni Emirat Arab, hujan buatan biasanya dilakukan di wilayah pegunungan timur yang jauh dari pusat kota besar. Lokasi ini dipilih karena tujuan utamanya mengisi ulang cadangan air tanah dan waduk, bukan menciptakan hujan di kawasan perkotaan. Jarak geografis menjadi faktor penting yang sering luput dari perhatian publik. Banyak orang mengira operasi dilakukan tepat di atas Kota Dubai, padahal kenyataannya tidak demikian.

Efek hujan buatan bersifat lokal dan umumnya bertahan dalam hitungan jam. Awan yang telah diproses tidak memiliki “energi” untuk membawa dampak hingga ratusan kilometer. Pergerakan awan tetap mengikuti arah angin alami. Karena itu, kemungkinan hujan buatan menyasar kota lain secara signifikan sangat kecil.

3. Peningkatan curah hujan dari hujan buatan tergolong terbatas

hujan
ilustrasi hujan (unsplash.com/Alvin Leopold)

Secara ilmiah, hujan buatan hanya meningkatkan curah hujan dalam skala kecil. Rata-rata peningkatannya berada di kisaran 5–15 persen, dan dalam kondisi sangat ideal bisa mencapai sekitar 30 persen. Angka ini jauh dari kesan mengendalikan cuaca seperti dalam cerita fiksi. Dampaknya juga kalah besar dibanding sistem cuaca alami berskala regional.

Badai besar, hujan lebat ekstrem, atau banjir luas berasal dari dinamika atmosfer yang jauh lebih kompleks. Energi di balik sistem tersebut tidak bisa ditandingi oleh teknologi hujan buatan. Oleh karena itu, hujan buatan tidak punya kapasitas untuk mengubah cuaca secara drastis di wilayah lain. Klaim bahwa hujan buatan menyebabkan cuaca ekstrem lintas kota sering kali berangkat dari kesalahpahaman skala.

4. Arah hujan tetap ditentukan oleh dinamika atmosfer alami

hujan
ilustrasi hujan (unsplash.com/Alejandro)

Setelah partikel hujan buatan dilepaskan, manusia tidak lagi memiliki kendali lanjutan. Arah angin, kecepatan udara, suhu, dan tekanan atmosfer mengambil alih sepenuhnya. Faktor-faktor ini bekerja secara simultan dan tidak bisa diarahkan ke kota tertentu. Inilah batas utama teknologi hujan buatan yang sering disalahartikan.

Atmosfer bekerja sebagai sistem terbuka dengan variabel yang terus berubah. Bahkan dengan model cuaca modern, arah hujan tidak bisa diprediksi secara presisi hingga level antarkota kecil. Maka, gagasan bahwa hujan buatan dapat disetir menuju wilayah lain tidak memiliki dasar fisika yang kuat. Teknologi ini lebih bersifat membantu proses alam, bukan mengatur hasil akhirnya.

5. Cuaca ekstrem Dubai berkaitan dengan sistem iklim skala besar

banjir di Dubai 2024
Banjir di Dubai 2024 (commons.wikimedia.org/CherryPie94)

Peristiwa banjir besar di Dubai pada April 2024 lebih berkaitan dengan sistem cuaca regional dan perubahan iklim global. Pola tekanan udara dan kelembapan skala luas berperan jauh lebih dominan dibanding hujan buatan. Model cuaca bahkan sudah mampu memprediksi hujan ekstrem tersebut beberapa hari sebelumnya. Fakta ini menunjukkan bahwa hujan buatan bukan faktor penentu utama.

Sistem cuaca berskala besar melibatkan energi yang tidak mungkin dipengaruhi oleh intervensi lokal. Hujan buatan tidak memiliki kapasitas untuk memicu atau mengalihkan fenomena tersebut ke kota lain. Dalam konteks sains, menyalahkan hujan buatan atas cuaca ekstrem justru mengaburkan pemahaman tentang proses atmosfer yang sebenarnya. Perspektif ini penting agar diskusi publik tetap berbasis data.

Hujan buatan di Dubai tidak dirancang dan tidak mampu salah sasaran hingga memengaruhi kota lain secara signifikan. Teknologi ini bekerja terbatas  dan sepenuhnya tunduk pada hukum atmosfer alami. Semoga penjelasan di atas bisa menjawab rasa penasaran kamu, ya!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Hella Pristiwa
EditorHella Pristiwa
Follow Us

Latest in Science

See More

4 Tanda Anjing Peliharaan Memerlukan Penanganan Medis

30 Des 2025, 18:15 WIBScience