Hujan Meteor Draconid, Puncaknya pada 8 Oktober 2024

Hujan meteor Draconid mulai bisa diamati pada 6—10 Oktober. Meski demikian, puncak fenomena langit ini berlangsung pada 8 Oktober. Berbeda dengan kebanyakan hujan meteor yan lebih bagus diamati setelah tengah malam, hujan meteor ini tetap menawan meski dilihat sesaat sejak matahari tenggelam.
Tertarik mengentahui bagaimana proses terjadinya hujan meteor ini dan cara mengamatinya dari Indonesia? Berikut penjelasan terkait hujan meteor Draconid Oktober 2024.
Cara mengamati hujan meteor Draconid Oktober 2024

Tertarik mengamati hujan meteor Draconid pada 2024 ini? Fenomena langit ini puncaknya terjadi pada 8 Oktober 2024. Kamu bisa mulai melakukan pengamatan pada malam hari setelah matahari terbenam dan langit meredup.
Hujan meteor Draconid sendiri termasuk dalam hujan meteor minor dengan guguran sedikit. Jika langit dalam kondisi gelap, kamu dapat melihat sekitar 5—10 meteor per jam. Pada 2024, pengamat diuntungkan karena waktu tersebut bulan sedang berada dalam fase sabit dan kecerahannya hanya sekitar 27 persen.
Titik puncak guguran hujan meteor Draconid dapat diamati di kepala konstelasi Draco sang naga. Namun, untuk bisa melihatnya sebetulnya tidak harus dengan menemukan titik konstelasi Draco ini. Hujan meteor ini tetap dapat diamati selama langit cerah dan pencahayaan sekitar minim, melansir Time and Date.
Asal hujan meteor Draconid
Hujan meteor berasal dari puing-puing benda di antariksa yang masuk ke atmosfer Bumi. Puing-puing tersebut bisa disebabkan oleh banyak hal. Paling umum adalah remahan es dari komet. Seperti hujan meteor lain, hujan meteor Draconid pun berasal dari puing komet.
Induk dari hujan meteor Draconid bernama komet P/Giacobini-Zinner. Komet tersebut ditemukan pada 20 Desember 1900 oleh Giacobini di Observatorium Nice di Prancis. Selanjutnya, komet diamati oleh Ernst Zinner pada 23 Oktober 1913, melansir NASA Science.
Dibanding komet lain, komet P/Giacobini-Zinner memiliki ukuran yang cukup kecil. Diameter komet tersebut 1,24 mil atau sekitar 2 kilometer. Dilansir Space, komet induk hujan meteor Draconid ini membutuhkan waktu sekitar 6,6 tahun untuk mengorbit matahari.
Badai meteor Draconid

Pada masa lalu, puing-puing komet P/Giacobini-Zinner pernah menghasilkan badai meteor. Peristiwa tersebut terjadi pada 1933 dan 1940. Dilansir Earth Sky, fenomena badai meteor tersebut menghasilkan ratusan bahkan ribuan meteor per jam yang bisa diamati dari Bumi.
Perlu diketahui, sebagian puing komet tersebar secara tidak merata di sekitar orbitnya. Namun, sebagian besar berkumpul di dekat komet. Ketika komet mendekati tata surya dan atmosfer Bumi, akan muncul hujan meteor yang spektakuler.
Pada 1985, 1998, dan 2018, guguran hujan meteor Draconid mengalami peningkatan. Selanjutnya, pada 2011, pengamat di Eropa bahkan melihat lebih dari 600 meteor per jam dari hujan meteor Draconid. Meski demikian, tidak terjadi fenomena badai meteor sebagaimana pada puluhan tahun lalu.
Komet 21P/Giacobini-Zinner juga berada di perihelion atau titik terdekatnya dengan bumi pada 10 September 2018 lalu. Pada waktu tersebut pun terjadi peningkatan guguran meteor.
Menghitung periode orbitnya, diperkirakan perihelion berikutnya terjadi pada 2025. Meski demikian, peneliti tidak dapat memperkirakan adanya ledakan walaupun mungkin saja terjadi, melansir sumber yang sama.
Seperti disebutkan sebelumnya, kamu bisa menikmati hujan meteor Draconid Oktober 2024 begitu matahari tenggelam. Usahakan mencari tempat yang gelap agar lebih mudah mendeteksi keberadaan gugusan meteor ini, ya.