Referensi
"Bencana Banjir Bandang Sumatra, Pakar UGM Sebut Akibat Kerusakan Ekosistem Hutan di Hulu DAS". Universitas Gadjah Mada. Diakses Desember 2025.
"IEEE Conference Publication | IEEE Xplore. “Effects on Streamflow Caused by Reforestation and Deforestation in a Brazilian Southeast Basin: Evaluation by Multicriteria Analysis and Swat Model,” March 1, 2020.
Mengapa Deforestasi Disebut Jadi Penyebab Banjir? Ini Penjelasannya

- Deforestasi membuat kawasan hulu kehilangan fungsi hidrologis alaminya.
- Kerusakan hutan mengubah siklus air dan mempercepat banjir.
- Pendekatan struktural dan perlindungan hutan perlu menjadi prioritas utama dalam mengatasi dampak deforestasi.
Bencana banjir bandang dan tanah longsor yang melanda Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Aceh pada penghujung November 2025 kembali membuka fakta pahit rapuhnya bentang alam kita. Hujan deras yang turun selama beberapa hari membuat sungai meluap, lereng perbukitan runtuh, hingga memutus akses penting antarwilayah. Ratusan desa terendam, ratusan nyawa melayang, dan jejak kerusakan terlihat di hampir seluruh titik lokasi terdampak.
Di tengah berbagai analisis, makin banyak pihak menyoroti deforestasi sebagai faktor yang memperparah skala bencana tersebut. Temuan para pegiat lingkungan juga menguatkan dugaan tersebut.
Lantas, mengapa deforestasi disebut jadi penyebab banjir? Untuk memahami keterkaitan keduanya, simak penjelasan lengkapnya berikut ini.
Mengapa deforestasi disebut jadi penyebab banjir?
Menurut Dr. Ir. Hatma Suryatmojo, S.Hut., M.Si., IPU., Peneliti Hidrologi Hutan dan Konservasi DAS UGM, deforestasi membuat kawasan hulu kehilangan fungsi hidrologis alaminya. Dalam kondisi hutan yang masih utuh, pepohonan berperan sebagai “spons raksasa” yang menyerap, menahan, dan mengatur aliran air. Proses intersepsi, infiltrasi, dan evapotranspirasi bekerja untuk mengurangi limpasan permukaan. Ketika hutan hilang, ketiga fungsi ini ikut hilang sehingga air hujan tidak lagi tertahan dan langsung bergerak ke hilir dalam volume besar.
Dampak deforestasi terlihat nyata saat hujan ekstrem terjadi. Curah hujan yang tinggi memang menjadi pemicu awal, seperti saat BMKG mencatat lebih dari 300 mm hujan per hari di Sumatra Utara pada akhir November 2025. Namun, tanpa perlindungan hutan, tanah yang kehilangan porositas tidak lagi mampu menyerap air. Akar yang hilang membuat tanah mudah longsor, sedangkan air hujan berubah menjadi limpasan deras yang memperbesar debit sungai secara tiba-tiba.
Beberapa penelitian juga menunjukkan hasil serupa. Kajian di Brasil, misalnya, menyimpulkan bahwa deforestasi di DAS Velhas meningkatkan puncak aliran sungai pada musim hujan, sedangkan reforestasi mampu menurunkannya.
Kerusakan hutan mengubah siklus air dan mempercepat banjir

Kerusakan hutan mengubah siklus air secara menyeluruh, mulai dari penyerapan hingga aliran permukaan. Tanpa tajuk pohon, tidak ada lagi proses intersepsi yang menahan sebagian air hujan. Tidak adanya jaringan akar juga membuat infiltrasi menurun tajam karena tanah menjadi padat dan kurang berpori. Akibatnya, sebagian besar air langsung bergerak di permukaan sebagai limpasan yang mengarah ke sungai dalam waktu singkat sehingga debit sungai meningkat lebih cepat dibandingkan kondisi hutan sehat.
Perubahan siklus air ini juga membuat kawasan hulu kehilangan kemampuan menahan erosi. Tanah yang tidak diperkuat akar mudah terbawa arus hujan, menciptakan erosi besar-besaran. Sedimen berupa lumpur, pasir, dan batu kemudian masuk ke sungai dan mengendap di dasar alur sungai. Pendangkalan yang terjadi secara terus-menerus membuat kapasitas sungai menurun sehingga banjir mudah terjadi bahkan pada curah hujan yang tidak selalu ekstrem.
Dalam kejadian hujan sangat lebat, kondisi hulu yang rusak juga meningkatkan potensi longsor. Material longsor dapat menutup aliran sungai dan membentuk bendungan alami. Ketika bendungan ini jebol, aliran air besar bergerak dalam satu dorongan hingga memicu banjir bandang dengan kekuatan merusak tinggi.
Cara mengatasi dampak deforestasi
Menurut Dr. Hatma, upaya mengurangi risiko banjir akibat deforestasi harus dimulai dari hulu. Pendekatan struktural seperti tanggul dan normalisasi sungai memang membantu, tetapi tidak dapat menggantikan peran lingkungan hulu sehat. Selama hutan rusak, aliran air akan tetap sulit dikendalikan meskipun infrastruktur diperkuat.
Karena itu, perlindungan hutan dan konservasi DAS perlu menjadi prioritas utama. Pemerintah harus menertibkan perambahan, illegal logging, serta alih fungsi hutan yang tidak sesuai tata ruang, terutama di kawasan strategis. Rehabilitasi lahan kritis dan reforestasi diperlukan untuk memulihkan kembali fungsi hidrologis hutan sebagai penyangga air.
Selain itu, mitigasi banjir harus diperkuat melalui sistem peringatan dini, peningkatan kesiapsiagaan daerah, dan penataan ruang yang benar. Langkah seperti simulasi evakuasi, penataan ulang permukiman rawan, hingga mempertimbangkan teknologi modifikasi cuaca dapat membantu ketika potensi banjir sangat tinggi.
Memahami bagaimana hutan berperan dalam mengatur air membuat kita makin sadar mengapa deforestasi disebut jadi penyebab banjir. Dengan menjaga hutan dan merawat lingkungan, kita bisa mengurangi risiko banjir bandang pada masa depan. Yuk, sebarkan informasi ini agar lebih banyak orang peduli dan ikut menjaga kelestarian alam!
FAQ seputar mengapa deforestasi disebut jadi penyebab banjir
Mengapa deforestasi bisa menyebabkan banjir? | Karena hilangnya hutan membuat tanah tidak lagi menyerap air sehingga hujan deras langsung menjadi limpasan ke sungai. |
Apa peran hutan dalam mencegah banjir? | Hutan menyerap air hujan melalui akar dan tajuk pohon, menahan erosi, dan menjaga aliran sungai tetap stabil. |
Apa solusi untuk mengurangi risiko banjir akibat deforestasi? | Melakukan reforestasi, melindungi sisa hutan, menata ruang berbasis mitigasi, dan meningkatkan kesadaran masyarakat. |


















