Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Alasan Negara-Negara Arab Gencar Investasi di Sektor Sepak Bola

Sergej Milinkovic-Savic berseragam Al Hilal. (instagram.com/sergej___21)

Beberapa tahun belakangan, negara-negara Arab mulai gencar melakukan investasi di sektor olahraga, khususnya sepak bola. Dimulai dengan akuisisi Manchester City oleh sosok prominen asal Uni Emirat Arab, Sheikh Mansour bin Zayed Al Nahyan. Disusul dengan keterlibatan Qatar Sports Investments dalam manajemen Paris Saint-Germain serta Saudi Public Investment Fund (PIF) di Newcastle United.

Sejak 2022 dan puncaknya pada bursa transfer musim panas 2023, keterlibatan negara-negara Arab lewat klub sepak bola dan institusi keuangan makin gencar dilakukan. Ini terlihat dari beberapa nama-nama tenar yang terkonfirmasi berlaga di Saudi Pro League mulai 2023/2024. 

Apa yang mendasari gerakan negara-negara Arab ini? Apa pula keuntungan yang bisa mereka dapat? Begini alasan negara-negara Arab gencar investasi di sektor sepak bola.

1. Keuntungan ekonomi sekaligus upaya siasati kemungkinan menyusutnya cadangan minyak

Penampakan Boulevard Riyadh City saat perayaan perpanjangan kerja sama antara Sela dan Newcastle United. (instagram.com/nufc)

Investasi ke bidang sepak bola bisa dilihat sebagai upaya negara-negara Arab menghadapi masa depan yang tak pasti. Itu mengingat kecenderungan mereka yang masih amat bergantung kepada komoditas energi fosil alias tak terbarukan seperti minyak dan gas. Melansir tulisan Nader Kabbani dan Nejla Ben Mimoune untuk lembaga think tank Brookings, sejak hantaman pandemik COVID-19 dan penurunan harga migas yang konsisten, negara-negara Arab sadar betapa krusialnya diversifikasi ekonomi.

Mereka mulai mengembangkan sektor pariwisata dan terbukti cukup berhasil mendatangkan devisa. Mereka kini merambah ke sektor hiburan lain yang tak kalah menjanjikan, yakni olahraga dan video game. Meski tergolong kebutuhan tersier, keduanya merupakan peluang bisnis yang menjanjikan.

Dana yang diputar cukup besar dan entitas-entitas di negara-negara Arab punya sumber-sumber yang dibutuhkan. Melansir CNN, negara-negara Arab sudah menyuntikkan dana ke berbagai platform video game tersohor dunia serta membangun sejumlah venue olahraga. Kini upaya mereka sampai kepada tahap menarik lebih banyak audiens dengan mendorong eksodus pemain-pemain terkenal yang dahulunya berlaga di Eropa. 

Khusus sektor sepak bola, negara-negara Arab tak hanya mengantongi modal dalam bentuk materi, tetapi juga wadah liga yang bisa dikembangkan. Konteksnya, klub-klub asal Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Qatar masuk dalam sepuluh besar peringkat AFC Club Competitions Ranking 2022. Peringkat ini disusun dari akumulasi nilai yang dikumpulkan tim-tim saat berpartisipasi dalam AFC Champions League sejak 2014. 

Selama 2 dekade terakhir, klub-klub Arab Saudi bersanding dengan tim asal Iran, Korea Selatan, dan Jepang di daftar tim yang paling sering lolos ke partai final. Artinya, negara-negara Arab sudah punya awalan yang baik untuk menarik lebih banyak pemain asing high-profile agar bersedia meramaikan liga domestik mereka. Ini bisa terbaca lewat kedatangan Cristiano Ronaldo (Al Nassr), Alex Telles (Al Nassr), Marcelo Brozović (Al Nassr), Seko Fofana (Al Nassr), Jordan Henderson (Al-Ettifaq), Sergej Milinkovic-Savic (Al Hilal), hingga Malcom (Al Hilal).

2. Sportswashing alias sumber soft power

Cristiano Ronaldo berseragam Al Nassr. (instagram.com/alnassr)

Keterlibatan negara-negara Arab dalam sepak bola banyak dilihat sebagai upaya sportswashing, upaya memperbaiki citra diri lewat olahraga. Ini berkaitan erat dengan nilai-nilai konservatif yang masih mereka pegang erat. Padahal itu bertentangan dengan tren liberalisme yang saat ini berkembang di negara-negara mitra utama mereka, Amerika Serikat dan Eropa. 

Ini bisa dilihat sebagai alasan yang tak seberapa urgen. Selama ini, Arab Saudi dan kawan-kawannya tak punya banyak masalah atau konflik dengan Amerika Serikat dan sekutunya. Sebaliknya, hubungan mereka harmonis lewat kerja sama di sektor migas. Sebagai konteks, Amerika Serikat dan Arab Saudi punya perekat hubungan bernama Aramco, sebuah perusahaan migas yang berdiri pada 1933 dari hasil kerja sama antara pemerintah Arab Saudi dengan Standard Oil Company of California (SOCAL).

Beda dengan Irak dan Iran yang dikecam, disanksi, bahkan diinvasi karena indikasi pelanggaran HAM dan aktivitas militernya dianggap mengancam, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Qatar relatif tak terganggu. Contoh nyatanya kala Qatar dikecam soal dugaan penunggakan gaji pekerja migran saat Piala Dunia 2022. Gelaran olahraga itu berjalan lancar, aman, tanpa masalah berarti.

Berbagai laporan indikasi pelanggaran HAM di negara-negara itu juga cenderung diabaikan. Meski tak urgen, sportswashing mungkin dilakukan negara-negara Arab untuk memperkuat posisi tawar-menawar mereka. Entah nanti berguna dalam waktu dekat maupun pada masa depan. 

3. Bisakah dilihat sebagai peluang untuk pemain lokal

pemain Al Nassr (instagram.com/alnassr)

Terlepas dari alasan investasinya, keputusan ini bisa juga dilihat sebagai peluang berkembang untuk para pemain lokal asal Timur Tengah dan Afrika Utara. Jawabannya masih sulit untuk diprediksi. Pemain Afrika Utara masih lebih tertarik untuk mengembangkan karier di Eropa yang secara jarak lebih terjangkau untuk mereka dan kualitasnya jauh lebih baik. Apalagi dengan kehadiran pemain-pemain eks liga top Eropa, investasi ini bisa saja bermuara seperti yang terjadi pada sepak bola Turki saat ini, jenuh pemain berusia senior dan minim perhatian kepada pemain muda. 

Untuk mencegah hal sama terulang di negara-negara Arab, perlu dilakukan perencanaan yang matang dan disiplin. Bila beberapa tahun ini mereka fokus mendatangkan pemain high-profile berusia matang, pengembangan pemain muda lokal tidak boleh diabaikan. Tujuannya memastikan regenerasi tidak terlupakan seperti yang saat ini berhasil dilakukan dipraktikkan Jepang lewat J1 League dan liga-liga di bawahnya. 

Investasi di sektor olahraga, khususnya sepak bola, yang dilakukan negara-negara Arab seyogyanya tidak mengejutkan. Bagaimana pun negara dan pemilik modal adalah entitas yang rasional dan selalu mencari cara untuk mencapai kepentingan mereka.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwi Ayu Silawati
EditorDwi Ayu Silawati
Follow Us