Jean-Philippe Mateta Membawa Arah Baru Lini Serang Crystal Palace

- Jean-Philippe Mateta menjadi motor utama serangan Crystal Palace di bawah arahan Oliver Glasner
- Meski produktif, Mateta belum sepenuhnya efisien dalam menuntaskan peluang emas
- Transformasi individu Mateta turut mengubah wajah serangan Crystal Palace secara keseluruhan menjadi lebih produktif
Jean-Philippe Mateta sedang menikmati masa terbaik dalam kariernya bersama Crystal Palace. Dalam kurun waktu 2 tahun terakhir, ia berubah dari penyerang pelapis menjadi figur sentral dalam sistem menyerang yang dibangun Pelatih Oliver Glasner. Di bawah arahan pelatih asal Austria itu, performa Mateta tidak hanya meningkat secara statistik, tetapi juga memperkuat identitas baru The Eagles sebagai tim dengan salah satu lini serang paling eksplosif di English Premier League (EPL) 2025/2026.
Transformasi tersebut tidak terjadi secara instan. Sempat kesulitan beradaptasi di bawah Patrick Vieira dan Roy Hodgson, Mateta kini menjelma sebagai salah satu penyerang paling produktif di Inggris. Perubahan peran, peningkatan kualitas eksekusi, dan kepercayaan penuh dari Glasner menjadikan namanya sejajar dengan striker elite Eropa.
1. Jean-Philippe Mateta yang tadinya hanya pelapis, kini jadi motor utama serangan Palace
Awal karier Jean-Philippe Mateta di Selhurst Park bisa dibilang tak berjalan mulus. Sejak didatangkan dari FSV Mainz 05 pada 2021, ia hanya mampu mencetak 16 gol dalam 2 musim pertamanya di bawah Patrick Vieira dan Roy Hodgson. Malahan, ia lebih sering menjadi pelapis Odsonne Edouard dan Jordan Ayew, dengan kontribusi yang terbatas dalam sistem yang masih cenderung defensif.
Segalanya berubah ketika Oliver Glasner tiba pada Februari 2024. Pelatih yang pernah membawa Eintracht Frankfurt menjuarai Liga Europa 2021/2022 itu membangun ulang struktur serangan Palace dengan menjadikan Mateta sebagai titik sentralnya. Sejak saat itu, performa penyerang asal Prancis tersebut meningkat tajam. Menurut Opta Analyst, goals expected (xG) miliknya meningkat hampir dua kali lipat dari 0,33 menjadi 0,60 dan shot conversion melonjak dari 12,6 persen ke 25,6 persen.
Dalam skema 3-4-2-1 milik Glasner, Mateta berperan sebagai target man tunggal yang ditopang dua number 10 dinamis seperti Daichi Kamada, Yeremy Pino, atau Ismaila Sarr. Kombinasi ini menekankan penetrasi cepat dan eksekusi di area kotak penalti, yang menjadikannya penerima utama dari setiap transisi vertikal. Peningkatan jumlah tembakan dari 2,4 menjadi 3,6 per 90 menit menunjukkan bagaimana Glasner secara sistematis memusatkan volume peluang kepada kaki sang striker.
Hasilnya terlihat nyata. Hingga pekan kedelapan Premier League 2025/2026, Mateta telah mencetak 5 gol di Premier League dan total 53 gol di semua kompetisi untuk Palace. Capaian tersebut menempatkannya sebagai pencetak gol terbanyak kedua klub di era Premier League, hanya di bawah Wilfried Zaha. Konsistensi ini menegaskan, evolusi Mateta bukan kebetulan, melainkan hasil perencanaan taktis dan manajerial yang matang.
2. Jean-Philippe Mateta belum sepenuhnya efisien, terbukti saat laga melawan AFC Bournemouth
Meski produktif, Jean-Philippe Mateta belum sepenuhnya efisien. Laga imbang 3–3 kontra AFC Bournemouth menjadi gambaran tentang paradoks performanya. Dalam pertandingan tersebut, walaupun ia mencetak hat-trick yang menyelamatkan timnya dari kekalahan, ia gagal menuntaskan peluang emas pada menit ke-97 yang seharusnya bisa menjadi gol kemenangan.
Data mempertegas dualitas itu. Menghimpun data Opta Analyst dan The Athletic, sepanjang musim ini, Mateta hanya mengonversi 5 dari 15 peluang emas, dengan 10 peluang terbuang, melampaui Erling Haaland. Dalam laga kontra Bournemouth, ia mencatat xG 3,67, tertinggi dalam satu laga Premier League sejak 2008/2009. Rekor tersebut menunjukkan betapa seringnya ia berada di posisi ideal untuk mencetak gol, tetapi sering kali menyia-nyiakan peluangnya.
Terlebih lagi, sisi psikologis menjadi elemen penting dalam menganalisis performanya. Seusai laga, Mateta bahkan menolak merayakan hat-trick yang ia cetak. Ia justru meminta maaf kepada rekan setim karena merasa gagal membawa kemenangan.
Dengan sikap tenang, Oliver Glasner menilai ekspektasi agar Mateta selalu tampil cemerlang tidaklah realistis, karena itu justru bagian dari proses tumbuh sebagai pemain. Respons itu memperlihatkan ambisi besar Mateta terhadap dirinya sendiri. Namun sisi baiknya, ia tidak cepat puas dengan performanya meski perannya sudah krusial bagi tim.
3. Di bawah sistem Oliver Glasner, lini serang Crystal Palace jadi lebih produktif
Transformasi individu Mateta turut mengubah wajah serangan Crystal Palace secara keseluruhan. Di tangan Oliver Glasner, The Eagles kini menjadi tim dengan catatan expected goals dan big chances tertinggi di Premier League di angka 17,1 xG dan 33 peluang besar hanya dalam delapan laga. Angka tersebut bahkan melampaui Manchester City dan Liverpool, dua klub raksasa yang identik dengan efisiensi serangan.
Kunci dari produktivitas itu terletak pada low-cross system khas Glasner. Umpan rendah diagonal dari area sayap, terutama dari Daniel Munoz di sisi kanan, menjadi suplai utama bagi Mateta. Dua dari tiga golnya kontra Bournemouth berasal dari pola ini, ketika Munoz memanfaatkan ruang di belakang bek lawan untuk mengirim bola datar ke kotak kecil. Pola tersebut memaksimalkan kekuatan fisik Mateta dalam mengeksekusi bola-bola datar cepat di area sempit.
Selain dari sisi flank, Palace juga diuntungkan oleh kontribusi Adam Wharton yang menjadi kreator utama dalam lima peluang emas Mateta hingga pekan kedelapan Premier League. Wharton berperan sebagai penghubung antara lini tengah dan area final third yang menjaga kestabilan ritme serangan agar suplai peluang untuk Mateta tetap mengalir. Ketika eksekusi Mateta sedikit lebih efisien, struktur ini berpotensi mengubah Palace dari tim kuda hitam menjadi penantang serius zona Eropa, bahkan papan atas Premier League.
Mateta merepresentasikan bagaimana seorang pemain bisa berkembang pesat ketika diasuh oleh pelatih yang tepat. Berkat polesan Oliver Glasner, ia berevolusi dari penyerang yang dulu diragukan menjadi pusat dari sistem ofensif paling efisien di Premier League. Selain membalikkan arah kariernya, ia juga memperbarui wajah klub secara keseluruhan.
















