Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kenapa Proyek Real Madrid pada 2024/2025 Terbilang Gagal?

ilustrasi jersey Real Madrid (pexels.com/SimonReza)
Intinya sih...
  • Real Madrid kehilangan dua kesempatan meraih titel juara pada 2024/2025
  • Komposisi gelandang kurang seimbang dan lini depan kurang kompak
  • Strategi serangan balik Real Madrid tidak selalu berhasil, menyebabkan kekalahan dalam pertandingan penting

Real Madrid sudah kehilangan dua kesempatan meraih titel juara pada 2024/2025. Sebelumnya, Real Madrid kalah 2-5 dari Barcelona pada final Supercopa Espana 2025. Los Blancos lalu tersingkir dari perempat final Liga Champions Eropa (UCL) setelah kalah agregat 1-5 dari Arsenal. Ditambah lagi, Real Madrid menelan kekalahan 2-3 dari Barcelona pada final Copa del Rey 2025.

Los Blancos masih memiliki peluang menjuarai LaLiga Spanyol. Sebab, Real Madrid masih mengoleksi 72 poin, tertinggal 4 poin dari pemuncak klasemen sementara Barcelona. Meski begitu, penampilan Real Madrid terbilang inkonsisten di LaLiga setelah hanya meraih kemenangan tipis 1-0 atas Deportivo Alaves, Athletic Bilbao, dan Getafe.

Dengan komposisi materi pemain bintang, seperti Vinicius Jr, Rodrygo Goes, Jude Bellingham, dan Kylian Mbappe, proyek Real Madrid pada 2024/2025 terbilang gagal. Terlebih lagi, Los Blancos tidak selalu mendominasi tiap permainan meski meraih kemenangan. Lantas, kenapa proyek Real Madrid pada 2024/2025 dinilai kurang berhasil?

Berikut analisisnya.

1. Pensiunnya Toni Kroos tidak diganti dengan gelandang sepadan di lini tengah

Salah satu kelemahan Real Madrid pada 2024/2025 berada di sektor tengah. Hal tersebut tidak lepas dari pensiunnya Toni Kroos pada akhir 2023/2024. Ketidakhadiran Kroos sangat berpengaruh bagi permainan Real Madrid pada 2024/2025. Sebab, gelandang asal Jerman itu memberikan stabilitas di lini tengah, mampu mendistribusikan bola dengan akurat, dan menguasai lini tengah.

Sementara itu, komposisi gelandang Real Madrid 2024/2025 kurang seimbang dengan menumpuknya gelandang box to box yang bertipe petarung. Hanya Luka Modric yang punya visi permainan dan mampu mengatur tempo permainan. Akan tetapi, usia sang pemain sudah terbilang tua, yaitu 39 tahun, sehingga fisiknya tidak selalu prima untuk bisa bermain sebagai starter atau tampil penuh 90 menit.

Kebijakan transfer manajemen Real Madrid yang tidak mendatangkan gelandang pengganti Kroos terbilang keliru. Los Blancos malah fokus memperkuat lini depan dengan mendatangkan Kylian Mbappe dan Endrick. Sedangkan, lini tengah Real Madrid tidak ada penyegaran dan didominasi dengan gelandang bertipe petarung. Akibatnya, lini tengah Real Madrid minim kreativitas. Sang pelatih, Carlo Ancelotti, juga tidak dapat menemukan komposisi lini tengah tetap dengan sering kali mengganti gelandang utama di starting line up.

2. Kurangnya kerja sama dan kekompakan antarpemain terutama di lini depan

Kehadiran Kylian Mbappe seharusnya membuat lini depan Real Madrid makin kuat pada 2024/2025. Akan tetapi, memiliki empat penyerang top memberikan tantangan tersendiri bagi Ancelotti. Sang pelatih wajib mengontrol ego para pemainnya dan menekankan kerjasama tim.

Sayangnya, kurang kompaknya lini depan Real Madrid sering terjadi dalam beberapa pertandingan. Alhasil, Los Blancos sering kali menemui kebuntuan dalam mencetak gol. Terlebih lagi, performa Rodrygo dan Bellingham terbilang menurun pada 2024/2025. Rodrygo yang mencetak 10 gol dalam 34 laga LaLiga pada 2023/2024 baru mengoleksi 6 gol dari 30 penampilan pada 2024/2025. Produktivitas gol Bellingham menurun drastis dari 19 gol dalam 28 laga LaLiga pada 2023/2024 menjadi 8 gol dari 27 penampilan pada 2024/2025.

3. Gaya permainan serangan balik Carlo Ancelotti tidak berhasil

Real Madrid tidak seperti Barcelona atau Manchester City yang memiliki filosofi permainan menyerang dengan penguasaan bola. Los Blancos lebih menekankan reactive football yang mengutamakan serangan balik ketimbang melakukan insiatif serangan. Dilansir Bein Sports, pelatih Real Madrid, Carlo Ancelotti, mengaku lebih sering memberikan kebebasan kepada pemain ketimbang menerapkan sistem permainan seperti Pep Guardiola atau Juergen Klopp.

Namun, strategi serangan balik Real Madrid tidak selalu berhasil terutama di laga-laga penting seperti perempat final Liga Champions dan final Copa del Rey. Hal tersebut diakui kiper Real Madrid, Thibaut Courtois. Dilansir ESPN, usai tersingkir dari perempat final UCL, ia mengatakan timnya tidak memiliki solusi di lini depan terutama ketika Mbappe dan Vinicius Jr dijaga ketat serta ditutup ruang gerak. 

Kelemahan ini kembali terlihat ketika Real Madrid kalah 2-3 dari Barcelona pada final Copa del Rey 2025. Dilansir Fotmob, Los Blancos hanya melepaskan satu tembakan selama 45 menit pada babak pertama. Real Madrid baru bisa mencetak dua gol lewat set piece lewat free kick Mbappe pada menit ke-70 dan Aurelien Tchouameni menyundul umpan silang dari sepak pojok Arda Guler pada menit ke-77. Selebihnya, pola serangan Real Madrid mudah terbaca lini belakang Barcelona sehingga kesulitan mencetak gol. Kesalahan Real Madrid dalam bertahan harus dibayar mahal dengan kebobolan dua kali lewat Ferran Torres pada menit ke-84 dan Jules Kounde pada menit ke-116.

Dari ketiga faktor di atas, Real Madrid terbukti kehilangan dua gelar juara pada 2024/2025. Mereka juga harus menjaga konsistensi penampilan untuk bisa mengejar Barcelona di LaLiga. Kedua klub masih harus bertarung pada pekan 35 LaLiga. Jika Real Madrid gagal memenangkan laga ini, peluang menjuarai LaLiga makin mengecil. Akibatnya, Los Blancos berpotensi nirgelar pada 2024/2025.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Kidung Swara Mardika
EditorKidung Swara Mardika
Follow Us