4 Klub Sepak Bola yang Dikenal Paling SJW di Dunia

Social justice warrior (SJW) adalah sebuah istilah yang merujuk kepada orang atau entitas dengan nilai dan pemikiran progresif (condong ke kiri dan liberal), yakni berorientasi kepada keadilan dan kesetaraan, baik ekonomi, sosial, politik, dan gender. Namun, dalam kultur internet, SJW kerap diasosiasikan dengan hinaan karena tak sedikit yang menganggap para pegiatnya kelewat idealis sampai tak bisa menapak tanah.
Menariknya, di tengah hinaan dan sinisme tersebut, aktivisme ala SJW justru jadi daya tarik beberapa klub sepak bola di dunia. Dengan label SJW, mereka dan para suporternya sering mengundang perhatian karena berani menyuarakan isu yang dianggap tabu atau terlalu politis. Klub apa saja yang dimaksud?
1. FC St Pauli, klub kiri yang baru saja promosi ke Bundesliga Jerman

FC St Pauli bukan satu-satunya klub yang vokal secara politik di Jerman. Namun, bisa dibilang, mereka satu dari sedikit klub sepak bola di negeri itu yang paling sering mengampanyekan isu-isu yang sejalan dengan ideologi sosialisme dan nilai progresif. Beberapa di antaranya tentang kesetaraan gender, hak komunitas LGBTQ+, antirasisme, HAM, dan antikapitalisme.
Berdiri di kawasan yang memang lekat dengan kelompok marginal di Hamburg, Jerman, hal ini menjelaskan mengapa St Pauli berbeda dengan rival sekota mereka, Hamburger SV. Tidak seperti rivalnya yang terafiliasi dengan miliarder Klaus-Michael Kuehne, St Pauli mengeklaim kalau sebagian besar saham klub dimiliki penggemar. Mereka bahkan menolak sponsorship dan kerja sama dengan perusahaan yang diragukan secara etis, seperti judi dan kripto. Klub juga menerapkan kuota minimal untuk staf dan manajemen perempuan serta sering bekerja sama dengan pebisnis lokal skala kecil dan menengah untuk berbagai kegiatan operasional.
Beberapa waktu lalu, klub secara resmi mengumumkan mundur dari X (dulu bernama Twitter) karena afiliasinya dengan Elon Musk yang seolah membiarkan platformnya jadi corong untuk ide-ide sayap kanan dan konservatif. Menariknya, meski mengeklaim sebagai klub kiri, St Pauli relatif bungkam saat berbicara isu Palestina. Mereka cenderung enggan bersuara dan memilih untuk mengambil jalur aman dengan mengutuk langkah kekerasan Hamas yang berimbas kepada agresi Israel di Gaza sampai sekarang.
2. Bohemian FC, klub Irlandia yang paling aktif bela Palestina

Bohemian FC adalah FC St Pauli versi Irlandia. Mereka juga mengeklaim dimiliki fans, bukan hanya saham mayoritas, tetapi 100 persen sahamnya. Ini sebuah klaim dan keputusan yang cukup berani di tengah tren kapitalisme yang mendominasi industri olahraga. Sama dengan St Pauli, suporter dan klub tampak progresif dan aktif menyuarakan isu-isu seputar kesetaraan gender, hak LGBTQ+, dan antirasisme.
Bedanya, mereka cukup vokal soal isu Palestina. Mulai dari membiarkan tembok stadion mereka dicat dengan mural Hind Rajab, bocah 6 tahun yang terjebak di mobil bersama jenazah anggota keluarganya dan akhirnya tewas diserang tentara zionis Israel, sampai mengundang Timnas Perempuan Palestina untuk bertanding melawan tim perempuan FC Bohemian dalam laga amal. Bahkan, sebelum peristiwa 7 Oktober 2023, Bohemian FC sudah beberapa kali bekerja sama dengan entitas Palestina dalam program nonprofit.
Keputusan Bohemian FC untuk vokal soal isu Palestina tidak mengejutkan, mengingat posisi politik Irlandia yang properjuangan kemerdekaan Palestina. Ini berakar dari kesamaan nasib keduanya sebagai sesama korban penjajahan. Ini sekaligus jadi pembeda mereka dengan Jerman yang sejak berakhirnya Perang Dunia II selalu berada di pihak Israel karena faktor rasa bersalah.
3. Celtic FC punya suporter fanatik yang berjiwa aktivis

Celtic juga salah satu klub SJW di dunia, terutama dari segi suporter fanatik mereka. Celtic yang lahir dari komunitas imigran Irlandia di Glasgow selalu peduli pada isu-isu antirasisme, HAM, kesetaraan gender dan hak kaum LGBTQ+. Kaitan erat mereka dengan Irlandia juga membuat suporter Celtic sering mengangkat isu Palestina. Bahkan, sebelum peristiwa 7 Oktober 2023, bendera Palestina dan dukungan untuk kemerdekaan mereka beberapa kali bergema di stadion.
Salah satu komunitas suporter terbesar Celtic, Green Brigade, juga tak segan membayar denda sendiri bilamana mereka dianggap melanggar kode etik oleh UEFA karena aktivisme politik tersebut. Green Brigade bahkan pernah menginisiasi sebuah sekolah sepak bola di Kamp Pengungsian Aida, Betlehem, Palestina, yang mereka namakan Lajee Celtic (dahulu bernama Aida Celtic). Beda dengan suporter fanatik mereka, pihak klub memilih mengambil jalur aman soal isu Palestina-Israel. Pada Oktober 2023, pemain terlihat mengenakan ban lengan hitam sebagai bentuk simpati kepada korban sipil serangan 7 Oktober dan agresi Israel di Gaza. Ban hitam juga mereka pakai untuk mengenang dan mengangkat isu-isu kemanusiaan lain.
4. Forest Green Rovers, klub vegan pertama di dunia

Forest Green Rovers diklaim sebagai klub sepak bola vegan pertama di dunia. Bukan klub yang berlaga di liga utama, nama mereka memang tak seberapa familier. Markas mereka saja terletak di sebuah kota kecil bernama Nailsworth. Komitmen SJW mereka memang lebih condong kepada isu lingkungan ketimbang sosial politik. Ini diperkuat dengan sertifikasi dari Vegan Society, salah satu organisasi nirlaba yang bergerak di sektor veganisme terbesar di dunia.
Tak hanya dari segi menu makanan untuk penonton dan atlet, mereka juga berkomitmen dalam meminimalisasi produksi sampah dan jejak karbon dalam operasional klub. Veganisme sendiri memang mengalami peningkatan pengikut di Inggris Raya sejak 2021 berdasar data yang dihimpun Statista. Dari 3 persen (dari total responden) pada Januari 2021, angkanya cenderung naik jadi 4 persen pada Desember 2023. Mayoritas dari mereka bergeser karena motivasi moral seperti keinginan untuk mengurangi kejahatan terhadap hewan dan mengurangi emisi yang disebabkan industri peternakan.
Menjadi social justice warrior memang menuai pro dan kontra. Pada satu sisi, mereka ingin mempertahankan idealisme, tetapi di sisi lain terpaksa mengorbankan beberapa hal krusial, seperti denda sampai kehilangan kesempatan kerja sama dengan pemilik modal besar. Ini sesuatu yang tak mudah dilakukan di tengah gempuran ide-ide arus utama yang lebih menggoda untuk dilakoni.