Mengapa Perkembangan Sepatu Bola Tak Lagi Diminati Penggemar?

Bagi penggemar sepak bola era 2000-an hingga awal 2010-an, perkembangan sepatu bola selalu menjadi perhatian yang menarik. Kehadiran teknologi mutakhir dari berbagai merek ternama makin menunjukkan pentingnya sepatu dalam menunjang performa pemain di lapangan. Contohnya Cristiano Ronaldo yang identik dengan Mercurial Vapor, Lionel Messi muda dengan F50, dan Toni Kroos yang setia menggunakan Adidas Adipure 11pro. Itu menjadi bukti nyata keunggulan sepatu dalam perjalanan karier mereka.
Namun, tren terkini menunjukkan penurunan minat penggemar terhadap perkembangan sepatu sepak bola. Apa yang menyebabkan tren ini berubah? Apakah faktor inovasi yang kurang menarik atau mungkin ada dinamika lain di balik penurunan antusiasme ini?
1. Perkembangan sepatu sepak bola dari masa ke masa
Sepatu sepak bola telah mengalami transformasi signifikan sejak pertama kali diperkenalkan. Pada awal abad ke-20, sepatu bola dirancang untuk ketahanan dengan sol berbahan kulit tebal dan paku besi sebagai kancingnya. Namun, desain tersebut jauh dari kenyamanan atau performa maksimal. Teknologi mulai berkembang pada era 1950-an, ketika Adidas meluncurkan sepatu dengan kancing yang dapat dilepas-pasang, memberikan fleksibilitas kepada pemain sesuai kondisi lapangan.
Memasuki era 1990-an, sepatu sepak bola makin inovatif dengan fokus kepada kecepatan, kontrol, dan daya tahan. Contohnya Adidas Predator yang diluncurkan pada 1994, yang menawarkan permukaan gesek tambahan untuk membantu kontrol bola. Sementara itu, Nike memperkenalkan seri Mercurial pada akhir 1990-an dengan desain ringan dan ramping untuk pemain yang mengandalkan kecepatan.
Pada dekade terakhir, teknologi dalam sepatu sepak bola makin maju. Sepatu modern dilengkapi dengan material ultraringan, seperti Flyknit dari Nike atau Primeknit dari Adidas. Beberapa model bahkan menyertakan sensor untuk melacak performa pemain secara real-time. Namun, meskipun inovasi terus berlanjut, pasar penggemar mulai menunjukkan penurunan minat.
2. Strategi pemasaran jenama besar jadi salah satu penyebab utama turunnya minat penggemar
Salah satu penyebab utama adalah perubahan strategi merek besar seperti Nike. Dalam beberapa tahun terakhir, Nike telah mengurangi jumlah pemain yang mereka sponsori. Bintang sepak bola seperti Neymar Jr yang pindah ke Puma dan Harry Kane yang bergabung dengan Sketchers memutuskan untuk mengakhiri kerja sama mereka dengan Nike. Pengurangan ini berdampak kepada eksposur sepatu Nike di lapangan, yang sebelumnya menjadi daya tarik utama bagi penggemar.
Pandemik COVID-19 juga memberikan dampak besar kepada industri olahraga, termasuk sepatu sepak bola. Penutupan toko ritel dan pembatasan olahraga akar rumput membuat permintaan sepatu menurun drastis. Dilansir The Athletic, penjualan Adidas anjlok hingga 90 persen pada kuartal pertama 2020. Dampak finansial ini memaksa merek-merek besar untuk memangkas anggaran pemasaran dan memprioritaskan atlet tertentu.
Selain itu, munculnya pola konsumsi yang lebih kritis di kalangan penggemar turut memengaruhi. Para penggemar kini lebih fokus pada nilai fungsional daripada aspek komersial. Keberadaan pemain yang mengenakan sepatu tanpa merek atau blackout boots juga mempertegas, tidak semua atlet mengutamakan endorsement dalam memilih sepatu.
3. Desain sepatu yang membosankan dan teknologi yang terlalu cepat berkembang
Salah satu faktor utama lainnya adalah desain sepatu yang dinilai monoton oleh penggemar. Banyak model modern terlihat seragam dengan dominasi warna neon dan estetika minimalis. Hal ini membuat penggemar sulit membedakan model satu dengan lainnya, terutama jika dibandingkan dengan era sebelumnya yang menawarkan desain ikonik, seperti Adidas Predator Mania atau Nike T90.
Di sisi lain, kecepatan perkembangan teknologi sepatu juga menjadi pedang bermata dua. Meski fitur seperti kontrol bola yang lebih baik dan material ultraringan menawarkan keuntungan bagi pemain profesional, hal ini membuat sepatu menjadi lebih mahal dan kurang terjangkau bagi penggemar biasa. Bahkan, beberapa produsen sepatu mulai mengurangi distribusi gratis sepatu kepada pemain muda hingga memengaruhi ekspektasi di tingkat akar rumput.
Kecepatan inovasi ini menimbulkan kelelahan di kalangan konsumen. Banyak penggemar merasa bahwa produk baru hanya menawarkan sedikit peningkatan dari model sebelumnya, tetapi dijual dengan harga jauh lebih tinggi. Hal ini memperkuat anggapan sepatu sepak bola modern lebih mengutamakan komersialisasi daripada fungsi.
4. Perubahan pasar menciptakan tantangan baru bagi pemain
Dinamika ini membawa dampak besar pada struktur pasar sepatu olahraga. Merek besar seperti Nike dan Puma kini lebih selektif dalam memilih atlet untuk dijadikan duta. Contohnya Kylian Mbappe dan Erling Haaland yang menjadi fokus utama Nike dalam kampanye global mereka, sementara Neymar Jr memilih menjadi wajah utama Puma. Langkah ini menciptakan hierarki baru saat hanya atlet dengan pengaruh besar yang mendapatkan kontrak bernilai tinggi.
Di sisi lain, jenama pendatang baru seperti New Balance mulai memanfaatkan celah ini. Mereka menyasar pemain muda, seperti Bukayo Saka dan Endrick, dengan tujuan membangun merek mereka di segmen pasar yang lebih spesifik. Pendekatan ini memberikan peluang baru bagi pemain muda yang mungkin tidak diakomodasi oleh merek besar.
Namun, bagi sebagian besar pemain profesional, situasi ini menjadi tantangan yang tidak mudah diatasi. Pemain dengan posisi kiper atau bek, misalnya, sering kali diabaikan oleh merek besar karena dianggap kurang memberikan dampak signifikan dalam pemasaran. Akibatnya, mereka lebih sulit mendapatkan kontrak sponsor atau dukungan eksklusif dibandingkan pemain dengan posisi penyerang atau gelandang kreatif.
Selain itu, kontrak dengan nilai enam digit yang dulu lazim diberikan kepada pemain kelas menengah yang merumput di lima liga top Eropa kini mulai langka. Agen pemain bahkan melaporkan penurunan drastis dalam jumlah retainer untuk pemain muda, yang sebelumnya bisa mencapai 25.000–50-000 pound sterling (Rp500 juta–Rp1 miliar) per tahun. Perubahan ini mencerminkan strategi baru dari merek olahraga besar yang kini lebih selektif dalam mengalokasikan anggaran untuk kesepakatan sponsor.
Perubahan minat penggemar terhadap sepatu sepak bola mencerminkan dinamika baru dalam industri olahraga. Meskipun teknologi dan inovasi terus berkembang, faktor ekonomi, strategi pemasaran, dan perubahan pola konsumsi menjadi tantangan besar. Industri perlu beradaptasi untuk menjaga relevansi di tengah perubahan ini, sembari tetap menghargai peran sepatu sebagai elemen penting dalam permainan sepak bola.