Seberapa Besar Pengaruh Opini Fans terhadap Keputusan Klub Sepak Bola?

Banyak klub sepak bola yang mengeklaim kalau mereka selalu mendengar pendapat fans alias penggemar. Di Jerman, penggemar bahkan memegang setidaknya setengah total saham di klub sepak bola. Namun, apakah klaim ini terbukti diaplikasikan dalam kehidupan nyata? Jangan-jangan, itu hanya gimmick untuk mempertahankan citra positif mereka? Seberapa berpengaruh opini fans dalam proses pembuatan keputusan?
1. Hak siar dan masuknya pemodal besar mengubah posisi penggemar
Dahulu, penggemar adalah bagian prominen dalam operasional klub sepak bola. Penjualan tiket, jersey, dan pernak-pernik adalah salah satu sumber pendapatan terbesar untuk klub. Namun, seiring dengan maraknya televisi, analog maupun kabel, dan internet, hak siar menjadi sumber penghasilan yang jauh lebih menguntungkan. Apalagi untuk klub-klub yang berlaga di liga-liga top dunia, harga hak siar yang harus dibayar platform streaming dan stasiun televisi pun fantastis.
Keberadaan penggemar tersisih dengan invasi pemilik modal besar dalam sepak bola modern. Terbukti, banyak klub sepak bola tanpa fans yang tak mengalami kendala berarti, seperti FC Nordsjaelland (Denmark), RB Leipzig (Jerman), RB Salzburg (Austria), dan TSG Hoffenheim (Jerman). Meski tak punya penggemar, mereka tetap dapat sponsor-sponsor mentereng selama mampu menjamin eksposur besar yang jadi prioritas unit-unit bisnis tadi. Kuncinya ada pada performa tim yang bakal memastikan mereka bertahan di liga elite dan kompetisi bergengsi.
2. Tiket matchday berpengaruh terhadap minat pembelian hak siar
Tersisih sepertinya diksi yang terlalu ekstrem. Jawabannya tergantung pada kondisi tiap klub dan dinamika liga tempat mereka bernaung. Klub-klub di liga nonelite masih punya ketergantungan yang tinggi terhadap penggemar karena ternyata masih bertumpu pada pendapatan dari penjualan tiket saat matchday.
Secara umum, tiket matchday berpengaruh pula terhadap minat pembelian hak siar. Eksistensi penggemar di stadion adalah daya tarik tersendiri. Aksi mereka saat membentangkan spanduk (tifo) dan melantunkan yel-yel biasanya menambah kehebohan di stadion. Bahkan, bisa saja memengaruhi hasil pertandingan secara tak langsung. Ini jelas daya tarik buat peminat hak siar. Mereka butuh sesuatu yang semarak dan dramatis untuk dapat penonton. Tak pelak, penggemar mencerminkan popularitas klub, liga, dan turnamen yang bakal memengaruhi tarif hak siar tadi.
Jangan lupakan juga kalau banyak liga dan klub olahraga, termasuk sepak bola yang didanai situs taruhan alias judi daring. Mau tak mau, penggemar pun harus eksis karena tanpa mereka siapa pula yang bakal bertaruh di situs-situs itu. Agak kurang etis memang, tetapi itu kenyataan pahitnya.
3. Fans bisa memengaruhi keputusan klub, tetapi tidak selalu
Lantas, apakah fans bisa memengaruhi pembuatan keputusan di klub sepak bola? Jawabannya bisa, tetapi tidak selalu. Klub dan penggemar biasanya punya jalur komunikasi tertentu. Bisa lewat media sosial, voting, sesi tanya jawab, sampai aksi protes dan boikot. Sayangnya, seberapa besar keterlibatan fans tetap bertumpu pada keputusan manajemen klub.
Pendapat dan tekanan apa yang didengar dan tidak pun sangat bergantung pada klub. Tak sedikit klub yang memilih tidak ambil pusing. Namun, tekanan yang besar dari penggemar beberapa kali berhasil membuat klub mengubah, bahkan menganulir keputusannya.
Terbaru, Bayern Muenchen akhirnya mengubah bentuk kerja sama mereka dengan pemerintah Rwanda setelah kritik tajam dari fans atas pelanggaran HAM yang melibatkan negara itu. Pada 2023, klub raksasa Jerman itu sepakat menandatangani kontrak 5 tahun dengan klausa yang menyatakan slogan “Visit Rwanda” akan dicetak di jersey mereka. Butuh beberapa tahun untuk akhirnya pendapat penggemar didengar. Slogan tak jadi dicantumkan dan klub menggeser prioritas kerja sama mereka ke sektor pendidikan sepak bola.
Ingat pula kasus Fortuna Duesseldorf yang membatalkan rencana mereka membeli pemain Israel, Shon Weissman, pada Agustus 2025 setelah tekanan dari fans. Itu disertai dengan bukti unggahan-unggahan mengganggu dan nirempati si pemain di media sosial soal Palestina, khususnya Gaza. Namun, lagi-lagi fans tidak punya kuasa sebesar manajemen untuk membuat keputusan. Mereka dibebaskan bersuara, mendebat, memprotes, bahkan memboikot, tetapi pada akhirnya klub yang akan memutuskan mana yang menurut mereka paling masuk akal dan risikonya minim. Jadi, tidak heran kalau mereka kadang bahkan kerap berlagak tuli saat penggemar beropini.