Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

6 Faktor yang Membuat Timnas Jerman Tangguh di Segala Usia

bola.com

Jerman berhasil mempecundangi Chile pada final Piala Konfederasi lalu dengan skor 1-0 pada 2 Juli lalu. Kemenangan ini membuat Jerman memboyong pulang trofi Piala Konfederasi untuk pertama kalinya.

Sempat tidak diunggulkan karena tidak membawa pemain-pemain kelas satu seperti Mesut Ozil, Thomas Muller, dan Marco Reus, Jerman justru mencuri perhatian dengan memanfaatkan pemain-pemain mudanya. Joachim Loew berhasil menyulap Julian Draxler, Timo Werner, dan Lars Stindl menjadi pemain kelas atas. 

Default Image IDN

Tak hanya itu, tepat sehari sebelumnya, Timnas U-17 Jerman juga berhasil menjadi juara Euro U-17 setelah mengandaskan perlawanan Spanyol U-17. Tentu saja gelontoran prestasi ini menjadikan Jerman layak disebut sebagai kiblat sepakbola dunia saat ini. Namun tak mudah untuk menjadi seperti timnas Jerman. Berikut IDN Times faktor-faktor yang membuat Jerman menjadi sehebat sekarang.

1. Berawal dari krisis pemain.

Default Image IDN

Seperti dilansir dari football-tribe.com, kebangkitan sepakbola Jerman diawali oleh sebuah reformasi internal. Reformasi pada sistem sepakbola Jerman dinilai perlu terlebih setelah Jerman gagal total pada Euro 2000 dan kalah di final PD 2002 oleh Brasil. Publik sepakbola Jerman meyakini bahwa generasi emas Jerman dekade 90an sudah mulai habis. Reformasi sepakbola Jerman secara dibahas dalam Das Reboot : How German Football Reinvented Itself and Conquered karya Raphael Honigstein.

2. Pembinaan usia muda jangka panjang.

Default Image IDN

Deustcher Fussball Bund (DFB) melalui presidennya saat itu, Gerhard Mayer-Vorfelder memperkenalkan proyek yang diberi nama Das Talentfoerderprogram alias Program Pengembangan Bakat. Walaupun sebenarnya telah ada sejak dekade 90an, namun DFB kembali menggenjot program ini sejak awal 2000an. Untuk memberi ruang pada pemain-pemain muda, DFB membuat Bundesliga U-19 dan B-Junioren (U-17) sejak tahun 2004.

3. Memperbanyak pelatih lokal.

Default Image IDN

Otoritas Sepakbola Jerman juga menyadari bahwa pemain berbakat akan sia-sia jika tidak dilatih oleh pelatih hebat pula. Oleh karena itu, yang mereka lakukan berikutnya adalah memberikan pelatihan kepada para pelatih dan membangun sarana dan prasarana penunjang sejak tahun 2003. DFB bahkan mengucurkan dana sekitar 14 juta Euro untuk proyek ini. Syarat untuk mendapatkan lisensi pelatihpun dipermudah. Hasilnya dapat dilihat dari banyaknya pelatih muda Jerman yang berkarir di Bundesliga maupun liga Eropa lainnya. 

4. Kompetisi lokal yang ramah pemain muda.

Default Image IDN

Kompetisi di Jerman juga diatur sedemikian rupa agar menjadi ramah untuk pemain-pemain muda. DFB mewajibkan seluruh klub Bundesliga dan Bundesliga 2 untuk mengoperasikan akademi pemain yang tersentralisasi. Fokus klub dialihkan dari sekedar merekrut bakat dari luar negeri menjadi lebih aktif untuk memproduksi talenta-talenta dalam negeri. Hasilnya, Bundesliga menjadi kompetisi dengan usia rata-rata pemain termuda di Eropa dengan 25,5 tahun, mengungguli Ligue 1 (25,9 tahun), Serie A (26,2 tahun), La Liga (27 tahun) dan EPL (27,3 tahun).

5. Sistem pencarian bakat yang unik.

Default Image IDN

Demi memastikan seluruh anak-anak Jerman memiliki akses menuju pelatihan sepakbola, maka DFB mendirikan Stutzpunkt alias Pusat Pendidikan Regional. Saat ini telah berdiri 366 stutzpunkt  di seantero Jerman. DFB menetapkan stutzpunkt harus dibangun paling jauh 25 kilometer dari kota atau pemukiman. Hal ini untuk memastikan bahwa tidak ada bakat potensial yang lepas dari pengamatan. Salah satu pemain tim nasional Jerman jebolan stutzpunkt adalah Toni Kroos.

6. Sistem 50+1.

Default Image IDN

Dilansir dari fandom.id, sejak awal berdirinya, kompetisi domestik Jerman mengenal sistem 50+1. Sebelum tahun 1998, klub-klub Jerman terdaftar sebagai organisasi publik yang bersifat non-profit. Setelah 1998, investor diperbolehkan masuk namun saham kepemilikannya maksimal 49%. Dengan kata lain, 51% sisanya menjadi milik anggota klub atau suporter.

Maka, jangan heran jika di Jerman suara suporter sangat berpengaruh dalam kebijakan klub, termasuk soal transfer dan pembinaan usia muda. Hans-Joachim Watzke, CEO Dortmund, menyebut hal ini sebagai inti budaya sepak bola Jerman. “Kami ingin agar semua pendukung merasakan bahwa klub ini adalah milik mereka dan bukan klub Qatar atau Abu Dhabi. Saya sendiri pernah merasakan 20 tahun mendukung langsung di tribun penonton.”, katanya. 

Itu dia faktor-faktor yang membuat timnas Jerman begitu digdaya. Hmm.. Rasanya PSSI perlu mencoba juga.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rudy Bastam
EditorRudy Bastam
Follow Us