Apakah AI Benar-benar akan Gantikan Call Center?

- AI belum sepenuhnya bisa menggantikan manusia dalam call center
- Perusahaan besar mulai mengurangi tenaga kerja karena adopsi AI
- AI tetap belajar dari manusia untuk bisa bekerja lebih efektif
Kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) kini jadi topik hangat di dunia kerja. Dari pabrik hingga perusahaan teknologi, banyak yang mulai mempertanyakan: apakah pekerjaan manusia akan benar-benar digantikan oleh mesin pintar? Salah satu profesi yang paling sering disebut dalam perdebatan ini adalah call center. AI dianggap mampu menggantikan peran agen manusia karena bisa merespons dengan cepat, efisien, dan tersedia 24 jam. Namun, apakah memang sesederhana itu?
Kenyataannya, meski teknologi AI terus berkembang pesat, belum tentu semua pekerjaan bisa digantikan begitu saja. Dunia bisnis, para pakar, hingga lembaga riset masih menilai dampak AI terhadap lapangan kerja dengan beragam pandangan. Supaya lebih jelas, berikut lima fakta menarik yang perlu kamu tahu sebelum yakin bahwa AI benar-benar akan gantikan call center tradisional.
1. AI memang semakin canggih, tapi belum sepenuhnya bisa menggantikan manusia

Dilansir BBC, riset dari Gartner memprediksi bahwa pada tahun 2029, AI akan mampu menyelesaikan hingga 80% masalah layanan pelanggan secara otomatis. Artinya, chatbot dan asisten virtual akan makin banyak digunakan untuk menangani pertanyaan dasar, seperti pelacakan paket atau status pembayaran. Namun di sisi lain, hanya 20 persen proyek AI di layanan pelanggan yang benar-benar memenuhi ekspektasi. Banyak sistem masih kesulitan memahami konteks dan bisa memberikan jawaban salah atau tidak relevan.
Selain itu, menurut analis Gartner, Emily Potosky, penerapan AI justru menuntut investasi besar dalam manajemen data dan pelatihan sistem. Tanpa basis pengetahuan yang kuat, AI gak akan bisa meniru pemahaman mendalam dan empati manusia. Jadi, meskipun AI bisa jadi alat bantu yang kuat, peran manusia tetap penting, terutama dalam situasi yang membutuhkan emosi dan intuisi.
2. Perusahaan besar mulai mengurangi tenaga kerja karena adopsi AI

Fenomena PHK massal akibat penerapan AI mulai terasa di berbagai sektor. Dilansir USA TODAY, Amazon mengonfirmasi pemangkasan 14.000 posisi korporat karena otomatisasi berbasis AI. Begitu pula CEO Ford, Jim Farley, yang menyebut bahwa AI berpotensi menggantikan separuh pekerja kantoran di Amerika Serikat. Bahkan, CEO Klarna, Sebastian Siemiatkowski, menyatakan perusahaannya sudah mengurangi karyawan hingga 40 persen setelah menerapkan AI dalam operasional.
Namun, para ekonom menilai hal ini bukan berarti “kiamat pekerjaan”. Darrell West, peneliti senior di Brookings Institution, menjelaskan bahwa setiap revolusi teknologi (dari agraris ke industri hingga era digital sekarang), selalu membawa perubahan besar dalam struktur pekerjaan. Jadi, meski banyak pekerjaan hilang, akan selalu muncul jenis pekerjaan baru yang membutuhkan keahlian berbeda, termasuk dalam bidang pengelolaan dan pengawasan sistem AI.
3. AI tetap belajar dari manusia untuk bisa bekerja lebih efektif

Meski terlihat mandiri, AI sebenarnya sangat bergantung pada manusia. Menurut Joe Inzerillo, Chief Digital Officer di Salesforce, pelatihan AI terbaik justru datang dari pengalaman panjang staf call center di negara seperti India dan Filipina. Data percakapan, log interaksi pelanggan, hingga manual pelatihan dijadikan “bahan belajar” bagi sistem AI agar bisa memahami berbagai situasi dunia nyata.
Salesforce bahkan meluncurkan platform AgentForce yang menggunakan AI untuk membantu layanan pelanggan di perusahaan besar seperti Formula 1, Prudential, dan Reddit. Hasilnya cukup menarik, sebanyak 94 persen pelanggan memilih berinteraksi dengan AI agent saat diberi pilihan. Tapi, AI tetap dilatih meniru empati manusia, seperti menunjukkan simpati dengan ucapan “maaf atas ketidaknyamanannya.” Artinya, agar bisa sukses, AI tetap harus meniru sisi manusia yang penuh perasaan.
4. Dampak AI terhadap lapangan kerja masih butuh waktu untuk terasa

Meski banyak berita soal AI menggantikan pekerja, data menunjukkan dampaknya belum terlalu besar secara global. Menurut penelitian Yale Budget Lab, pasar tenaga kerja belum mengalami “gangguan nyata” sejak kemunculan ChatGPT. Hanya 1 persen perusahaan jasa di Amerika Serikat yang melaporkan pengurangan pekerja akibat AI dalam enam bulan terakhir, meski 13 persen mengaku sedang mempertimbangkan PHK dalam waktu dekat.
Laporan World Economic Forum memperkirakan teknologi baru justru akan menciptakan 170 juta pekerjaan baru dan menggantikan sekitar 92 juta pekerjaan lama pada 2030. Jadi, perubahan ini bukan tentang hilangnya pekerjaan secara permanen, tapi tentang pergeseran peran. Pekerja di bidang layanan pelanggan, misalnya, bisa bergeser menjadi analis pengalaman pelanggan atau pengelola data interaksi berbasis AI.
5. Manusia masih punya keunggulan yang tak bisa ditiru mesin

Sebagus apa pun AI, tetap ada hal yang tidak bisa ditiru, yaitu empati, komunikasi interpersonal, dan hubungan emosional. Seperti dikatakan Fiona Coleman, CEO QStory, pelanggan tetap ingin bicara langsung dengan manusia, terutama untuk urusan sensitif seperti pinjaman, tagihan, atau masalah pribadi. Di saat seperti itu, kehadiran manusia tidak tergantikan.
Selain itu, pakar dari National Science Association menegaskan bahwa pekerjaan yang membutuhkan penilaian manusia dan keterampilan sosial akan paling aman dari otomatisasi. Pekerjaan di bidang pemerintahan, pertanian, dan administrasi diprediksi tetap stabil karena memerlukan interaksi langsung dan pemikiran kontekstual. Dengan kata lain, cara terbaik untuk tetap relevan di era AI adalah dengan memperkuat sisi manusiawi, seperti kemampuan berpikir kritis, empati, dan kolaborasi.
AI memang mengubah wajah industri, termasuk layanan pelanggan. Tapi, apakah AI benar-benar akan gantikan call center yang selama ini dilakoni manusia? Sepertinya hal ini tidak terjadi dalam waktu dekat. Dari berbagai pandangan pakar dan data riset, tren justru mengarah pada kolaborasi antara AI dan manusia. AI mengambil peran otomatisasi dan efisiensi, sementara manusia tetap jadi sumber empati, strategi, dan kreativitas.
Jadi, kalau kamu bekerja di dunia call center, bukan berarti masa depanmu suram. Justru ini saat yang tepat untuk beradaptasi, mempelajari cara kerja AI, dan menjadikannya alat bantu yang memperkuat kemampuanmu. Karena di dunia kerja masa depan, yang bertahan bukan yang paling pintar, tapi yang paling cepat beradaptasi.


















