Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

IBM Ungkap Masa Depan Quantum Computing, Jadi Makin Penting!

IBM Think Singapore 2025 (IDN Times/Fatkhur Rozi)
IBM Think Singapore 2025 (IDN Times/Fatkhur Rozi)
Intinya sih...
  • Quantum computing menggunakan qubit yang bisa berada di 1, 0, atau keduanya sekaligus, memanfaatkan hukum mekanika kuantum pada partikel subatomik.
  • IBM fokus pada teknologi superconducting circuits untuk mencapai quantum advantage dan quantum utility dengan target tercapainya fault-tolerant quantum computer pada 2029.
  • Potensi pasar quantum computing bisa mencapai lebih dari 20.000 triliun pada 2040 dengan sektor farmasi, keuangan, penerbangan, dan riset material sebagai yang pertama merasakan manfaatnya.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Saya masih ingat pertama kali mendengar istilah “quantum computing”. Rasanya seperti menonton film sci-fi: komputer super canggih yang mampu menyelesaikan masalah mustahil hanya dalam hitungan menit. Salah satu yang paling teringat jelas adalah bagaimana Tony Stark dibantu dengan quantum computer untuk memecahkan masalah time travel di Avengers Endgame. Ada pula pembicaraan Sheldon Cooper di serial The Big Bang Theory yang juga kerap membahas betapa mengesankan dan futuristiknya quantum computer.

Dari film dan serial yang saya tonton, kesimpulanya cukup jelas bahwa quantum computer ini adalah teknologi super maju. Rasanya teknologi semacam ini memberikan kesan futuristik dan masih lama kehadirannnya.

Namun, lewat wawancara saya dengan Julian Tan, IBM AP Leader, gambaran itu menjadi lebih nyata. Menurutnya, dunia sedang berada di titik awal transformasi besar di mana quantum bisa menjadi fondasi teknologi masa depan.

Apa Itu Quantum Computing?

IMG_20250820_131144.jpg
Teknologi quantum computing IBM (IDN Times/Fatkhur Rozi)

Julian menjelaskan bahwa komputer klasik hanya mengenal 1 dan 0, sementara quantum computing beroperasi dengan qubit—satuan yang bisa berada di 1, 0, atau keduanya sekaligus. Fenomena ini memanfaatkan hukum mekanika kuantum pada partikel subatomik yang sering berperilaku “aneh” dan sulit dipahami.

Ada beberapa medium yang bisa digunakan untuk mengembangkan teknologi tersebut. IBM sendiri fokus pada teknologi superconducting circuits karena dianggap paling seimbang antara tingkat kesalahan rendah, kecepatan, dan skalabilitas jumlah qubit. Menurut Julian, inilah jalur terbaik untuk mencapai apa yang disebut quantum advantage, yaitu momen ketika quantum benar-benar lebih unggul daripada superkomputer klasik.

Menuju ke fase Quantum Utility

Salah satu contoh menarik datang dari kerja sama IBM dengan RIKEN Jepang pada 2023–2024. Mereka berhasil mensimulasikan molekul kecil iron-sulfur cluster. Jika menggunakan komputer klasik paling cepat, simulasi ini butuh waktu yang lama. Namun dengan kombinasi superkomputer Fugaku dan komputer quantum IBM, waktunya bisa ditekan menjadi kurang dari dua jam.

Bagi industri, ini bukan sekadar penghematan waktu, melainkan nilai bisnis nyata. Menurut Julian, di sinilah muncul istilah quantum utility, ketika kombinasi quantum dan high-performance computing (HPC) sudah cukup memberi keuntungan praktis.

IBM menargetkan pada 2026 sudah bisa menunjukkan quantum advantage, yaitu saat komputer quantum mampu menyelesaikan masalah jauh lebih cepat dan efisien daripada pendekatan klasik mana pun. Lalu pada 2029, IBM menargetkan tercapainya fault-tolerant quantum computer, komputer quantum yang benar-benar stabil dan bisa dipakai secara luas di industri.

Menariknya, akses ke teknologi ini nantinya tidak harus lewat mesin fisik di kantor. IBM sudah menyiapkan model cloud quantum computing, di mana perusahaan bisa menggunakan komputer quantum melalui cloud, mirip dengan bagaimana layanan cloud biasa bekerja saat ini.

Potensi Bisnis yang Menarik

Julian menyebut bahwa potensi pasar quantum computing bisa mencapai lebih dari 20.000 triliun pada 2040. Sektor yang kemungkinan bisa merasakan manfaatnya lebih dulu adalah farmasi, keuangan, penerbangan, hingga riset material. Misalnya, penemuan obat kanker berbasis simulasi molekul, optimisasi portofolio investasi, hingga pengaturan bahan bakar pesawat sesuai kondisi cuaca.

Namun, Julian menekankan bahwa transformasi ini bukan hanya soal teknologi. Perusahaan juga perlu menyiapkan SDM yang mampu berpikir “quantum”, bukan lagi sekadar logika klasik. IBM sendiri sudah menggelontorkan lebih dari USD 100 juta untuk pelatihan, termasuk membuka akses open-source lewat platform Qiskit.

Masa Depan Quantum dan Teknologi Hijau

IMG_20250820_161926.jpg
Julian Tan, IBM AP Leader (IDN Times/Fatkhur Rozi)

Sering dianggap boros energi, Julian meluruskan bahwa quantum justru bisa menjadi teknologi yang lebih “hijau”. Sebagai contoh, simulasi yang biasanya butuh ribuan GPU dengan biaya USD 30 juta, bisa dipangkas jadi hanya sekitar USD 4.700 dengan prosesor quantum Eagle milik IBM.

Meski begitu Julian juga menegaskan saat ini bahwa belum tepat untuk memaksakan quantum computing untuk berjalan dengan teknologi hjau. Hal tersebut karena teknologi ini masih dalam tahap pengembangan dan masih belum sempurna. Ke depannya quantum computing akan diusahakan agar bisa menggunakan energi dengan lebih efisien.

IBM juga menegaskan komitmennya pada penggunaan bertanggung jawab. Mereka melarang pemanfaatan quantum untuk hal-hal berbahaya seperti simulasi senjata nuklir atau kimia beracun. Prinsip ini mirip dengan kebijakan etis dalam pengembangan AI.

Quantum computing bukan lagi sekadar topik akademis atau film fiksi ilmiah. Dari utility hingga advantage, roadmap yang dipaparkan Julian Tan menunjukkan bahwa teknologi ini bisa menjadi tulang punggung revolusi berikutnya setelah AI.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Achmad Fatkhur Rozi
EditorAchmad Fatkhur Rozi
Follow Us

Latest in Tech

See More

Apakah Deepfake Selalu Berdampak Negatif? Cek Faktanya!

03 Sep 2025, 15:02 WIBTech