Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Model Interpretability vs Model Accuracy, Mana yang Harus Didahulukan?

ilustrasi seseorang yang berperan sebagai machine learning engineer (freepik.com/freepik)
ilustrasi seseorang yang berperan sebagai machine learning engineer (freepik.com/freepik)
Intinya sih...
  • Model interpretability vs model accuracy: Dilema menyeimbangkan transparansi dan performa pada model machine learning
  • Interpretabilitas model memberikan transparansi terhadap proses pengambilan keputusan, sementara akurasi berkaitan dengan seberapa sering model memberikan prediksi yang benar.
  • Kompromi bisa dilakukan melalui teknik Explainable AI (XAI) seperti LIME atau SHAP untuk meningkatkan interpretabilitas model tanpa mengorbankan akurasi.

Model interpretability (interpretabilitas model) dan model accuracy (akurasi model) selalu menjadi topik menarik di kalangan pemerhati data science dan kecerdasan buatan. Perdebatan ini sering kali menghadirkan dilema, terutama dalam menyeimbangkan antara transparansi dan performa pada model machine learning.

Model yang punya akurasi tinggi tetapi sulit diinterpretasikan ibarat seperti jet canggih bak sistem autopilot penuh, tetapi sulit dipahami oleh pilot biasa. Sebaliknya, model yang kaya akan interpretasi layaknya pesawat konvensional yang bisa dikendalikan dengan cara manual, tetapi mungkin tidak seefisien model yang lebih kompleks.

Model yang sangat akurat sering kali beroperasi sebagai black box, di mana alur keputusan dan prosesnya sulit ditelusuri. Sementara itu, model yang lebih mudah diinterpretasikan cenderung memiliki keterbatasan dalam menangkap pola kompleks dalam data, sehingga akurasinya tidak setinggi model yang lebih canggih. Di sisi lain, transparansi yang ditawarkan model interpretable membuatnya lebih dapat dipercaya dan mudah dipahami oleh pengguna, terutama dalam pengambilan keputusan yang memerlukan justifikasi yang jelas.

Pertanyaannya, apakah kamu harus memilih salah satu dan mengorbankan yang lain? Mari telusuri dan bahas lebih dalam!

1. Pahami dulu konsep model interpretability dan model accuracy sebelum mengambil keputusan

ilustrasi menyusun model machine learning melalui studi kasus (unsplash.com/charlesdeluvio)
ilustrasi menyusun model machine learning melalui studi kasus (unsplash.com/charlesdeluvio)

Sebelum kamu memutuskan apakah akan memilih model yang lebih akurat atau yang lebih mudah diinterpretasikan, penting untuk memahami dulu konsep dasar dari kedua aspek ini. Mengutip Palo Alto Networks, model interpretability mengacu pada sejauh mana seseorang memahami cara kerja model dan alasan di balik keputusannya. Model yang interpretable memberikan transparansi terhadap proses pengambilan keputusan, sehingga pengguna dapat dengan mudah menjelaskan dan mempercayai hasil yang diberikan. Sebaliknya, model accuracy menurut Science Direct berkaitan dengan seberapa sering model memberikan prediksi yang benar dibandingkan data aktual. Semakin tinggi akurasi model mengindikasikan semakin baik kinerjanya dalam mengidentifikasi pola dan membuat keputusan berdasarkan data.

Namun, dalam banyak kasus, peningkatan akurasi sering kali mengorbankan interpretabilitas. Terutama jika model yang digunakan adalah model kompleks seperti deep learning atau ensemble learning. Di sisi lain, model yang lebih sederhana seperti regresi linear atau decision tree lebih mudah dijelaskan, tetapi terkadang memiliki akurasi yang lebih rendah. Oleh karena itu, sebelum menentukan model mana yang akan digunakan, kamu perlu memahami konteks dan kebutuhan spesifik dari proyek yang sedang dijalankan. Apakah transparansi lebih penting daripada akurasi? Atau justru model dengan prediksi yang lebih presisi lebih dibutuhkan? Menjawab pertanyaan-pertanyaan ini akan membantumu dalam membuat keputusan yang tepat.

2. Kompromi trade-off antara model interpretability dan model accuracy

kurva hasil regresi logistik (commons.wikimedia.org/Canley)
kurva hasil regresi logistik (commons.wikimedia.org/Canley)

Dalam dunia machine learning, kamu akan sering menghadapi dilema antara memilih model yang akurat atau model yang mudah dipahami. Model yang lebih kompleks seperti deep neural networks atau random forest biasanya memiliki tingkat akurasi yang lebih tinggi karena dapat menangkap hubungan yang lebih kompleks dalam data. Namun, model ini sering kali berfungsi sebagai "black box," di mana sulit bagi manusia untuk memahami bagaimana model sampai pada keputusan tertentu. Sementara itu, model yang lebih sederhana seperti regresi logistik (logistic regression) atau decision tree lebih mudah untuk diinterpretasikan, tetapi mungkin kurang mampu menangkap pola kompleks dalam data.

Menghadapi trade-off ini, kamu perlu mempertimbangkan tujuan utama dari proyek yang sedang dikerjakan. Jika keputusan yang dihasilkan oleh model harus dapat dipahami oleh pengguna akhir (end-user), maka model yang lebih interpretable harus menjadi prioritas. Sebaliknya, jika tujuan utama adalah mendapatkan hasil prediksi yang seakurat mungkin, maka model yang lebih kompleks bisa menjadi pilihan yang lebih baik. Melansir Toward Data Science yang ditulis oleh Conor O'Sullivan, kompromi bisa dilakukan melalui adopsi teknik Explainable AI (XAI) seperti LIME (Local Interpretable Model-Agnostic Explanations) atau SHAP (SHapley Additive exPlanations) untuk meningkatkan interpretabilitas model tanpa terlalu banyak mengorbankan akurasi.

3. Kapan harus memilih model yang lebih interpretable?

ilustrasi dokter sedang memeriksa denyut jantung pasien (pexels.com/Antoni Shkraba)
ilustrasi dokter sedang memeriksa denyut jantung pasien (pexels.com/Antoni Shkraba)

Ada beberapa situasi di mana memilih model yang lebih interpretable menjadi pilihan yang lebih bijak. Salah satu contohnya adalah dalam bidang kesehatan, di mana keputusan yang dibuat oleh model AI bisa berdampak langsung pada kehidupan seseorang. Misalnya, jika sebuah model digunakan untuk membantu diagnosis penyakit, dokter dan pasien setidaknya harus bisa memahami faktor-faktor yang mempengaruhi hasil prediksi model. Dalam hal ini, model yang lebih transparan akan lebih diterima karena dapat memberikan kejelasan mengenai alasan di balik setiap keputusan yang diambil.

Selain di bidang kesehatan, sektor keuangan dan hukum juga sangat bergantung pada model yang dapat dijelaskan. Misalnya dalam penentuan skor kredit, seorang nasabah berhak mengetahui alasan mengapa pengajuan kreditnya ditolak. Jika keputusan hanya didasarkan pada model black-box tanpa ada penjelasan yang jelas, maka kepercayaan terhadap sistem bisa menurun. Regulasi seperti GDPR (General Data Protection Regulation) juga mengharuskan keputusan berbasis AI dapat dijelaskan kepada pengguna. Oleh karena itu, jika kamu bekerja di industri yang memerlukan transparansi dan kepatuhan terhadap regulasi, maka model yang lebih interpretable sebaiknya menjadi pilihan utama.

4. Kapan harus memilih model yang lebih akurat?

ilustrasi usaha clothing line dalam online e-commerce (unsplash.com/Brooke Lark)
ilustrasi usaha clothing line dalam online e-commerce (unsplash.com/Brooke Lark)

Di sisi lain, ada situasi di mana akurasi model lebih penting daripada interpretabilitasnya. Misalnya, dalam sistem rekomendasi produk seperti yang digunakan oleh e-commerce dan platform streaming, tujuan utama adalah memberikan rekomendasi yang paling relevan bagi pengguna. Dalam kasus seperti ini, tidak terlalu penting bagi pengguna untuk memahami mengapa sebuah produk atau film direkomendasikan kepadanya, selama hasilnya sesuai preferensinya. Model seperti deep learning sering digunakan dalam skenario ini karena mampu menangkap pola kompleks dalam data pengguna lewat tingkat akurasi yang lebih tinggi.

Contoh lain adalah dalam konteks deteksi anomali dan keamanan siber, di mana model digunakan untuk mendeteksi ancaman seperti penipuan kartu kredit atau serangan siber. Dalam kasus ini, kecepatan dan akurasi dalam mendeteksi pola mencurigakan jauh lebih penting daripada menjelaskan alasan di balik keputusan model. Jika model terlalu sederhana dan hanya mengandalkan aturan yang mudah dipahami, ada kemungkinan ia akan melewatkan anomali yang lebih kompleks dan berisiko tinggi. Oleh karena itu, dalam skenario di mana keputusan harus dibuat berdasarkan tingkat kepercayaan (α) yang tinggi, model yang lebih akurat lebih disarankan, meskipun interpretabilitasnya lebih rendah.

5. Apakah bisa mendapatkan keduanya tanpa harus mengorbankan salah satu?

ilustrasi team data sedang berdiskusi soal hasil temuan analisis (unsplash.com/Mimi Thian)
ilustrasi team data sedang berdiskusi soal hasil temuan analisis (unsplash.com/Mimi Thian)

Untungnya, ada banyak cara untuk meningkatkan interpretabilitas model tanpa harus mengorbankan akurasi. Salah satu teknik yang bisa digunakan adalah LIME (Local Interpretable Model-Agnostic Explanations) yang memungkinkan kamu untuk menjelaskan hasil prediksi model yang kompleks menggunakan model lokal yang lebih sederhana. Berbekal cara ini, meskipun model utama tetap berupa black box, setiap keputusan yang diambil bisa dijelaskan melalui logika yang lebih mudah dipahami oleh manusia.

Selain LIME, teknik SHAP (SHapley Additive Explanations) juga sangat berguna dalam menjelaskan kontribusi setiap fitur dalam model prediktif. Pendekatan lainnya bisa juga menggunakan model hybrid, di mana model sederhana digunakan untuk analisis awal, sementara model yang lebih kompleks digunakan untuk pengambilan keputusan akhir. Melalui teknik semacam ini, kamu tidak perlu ragu lagi memilih mana yang paling penting antara interpretabilitas dan akurasi. Kamu masih bisa mendapatkan yang terbaik dari keduanya tanpa harus mengorbankan salah satu.

Bisa ditarik kesimpulan bahwa model interpretability dan model accuracy ternyata tidak harus menjadi pilihan yang saling bertentangan. Kalau kamu cermat memilih pendekatan yang tepat, sebenarnya kedua hal ini bisa dicapai secara seimbang. Yang terpenting adalah pahami dulu kebutuhan proyek yang sedang kamu jalankan. Apakah kamu lebih mengejar akurasi tinggi untuk performa maksimal atau interpretabilitas yang lebih transparan?

Pada akhirnya, model machine learning terbaik bukan hanya soal yang paling canggih, tetapi yang sesuai dengan kebutuhan (based on needs) dan tetap berpedoman pada etika penggunaan AI yang bijak. Tidak perlu terlalu perfeksionis, karena keduanya dapat dikompromikan dengan strategi yang tepat. Semoga pembahasan ini memberikan insight yang bermanfaat dan bisa kamu terapkan dalam pengembangan model machine learning buatanmu. Semoga bermanfaat!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Reyvan Maulid
EditorReyvan Maulid
Follow Us