Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kenapa Sebagian Orang Anti Terhadap AI?

ilustrasi kecerdasan buatan
ilustrasi kecerdasan buatan (freepik.com/rawpixel-com)
Intinya sih...
  • Kekhawatiran terhadap keamanan dan privasi AI mengancam privasi dengan penggunaan data pribadi tanpa transparansi, rentan terhadap risiko keamanan seperti peretasan atau penyalahgunaan data.
  • Ancaman terhadap lapangan pekerjaan AI mengotomatisasi tugas manusia, menimbulkan kecemasan tentang masa depan pekerjaan dan keamanan finansial, serta menuntut keterampilan baru yang tidak mudah diperoleh semua orang.
  • Ketidakjelasan etika dan regulasi AI beroperasi sebagai kotak hitam dengan proses pengambilan keputusan yang sulit dipahami, memicu kekhawatiran etis dan tanggung jawab sosial, serta membuat sebagian orang merasa AI terlalu berbah
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Seiring pesatnya perkembangan kecerdasan buatan (AI), sebagian orang justru menunjukkan penolakan atau skeptisisme. Penolakan tersebut muncul dari berbagai kekhawatiran yang tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga sosial dan psikologis. Opini masyarakat dunia terhadap AI memang tidak bisa dilihat dari satu sudut pandang, tetapi harus ditinjau dari berbagai aspek.

Reaksi negatif terhadap AI bukan hanya karena ketidaktahuan, melainkan dipengaruhi oleh nilai, dan dampak nyata yang dirasakan. Kekhawatiran ini menimbulkan ketidakpastian masa depan dunia kerja, privasi, dan hubungan sosial. Kekhawatiran sebagian orang yang anti terhadap AI sebenarnya cukup masuk akal. Berikut adalah beberapa hal yang bisa jadi alasan kenapa sebagian orang anti terhadap AI.

1. Kekhawatiran terhadap keamanan dan privasi

ilustrasi AI
ilustrasi AI (freepik.com/freepik)

Sebagian orang merasa bahwa AI mengancam privasi, terutama karena teknologi ini sering membutuhkan data pribadi dalam jumlah besar. Kekhawatiran muncul ketika data tersebut diproses tanpa transparansi, sehingga pengguna tidak memahami bagaimana data mereka digunakan atau disimpan. Faktor ini dapat memicu rasa tidak aman dan ketidakpercayaan terhadap sistem AI.

Selain itu, AI juga rentan terhadap risiko keamanan seperti peretasan atau penyalahgunaan data. Jika sistem AI dikompromikan, konsekuensinya bisa sangat luas, mulai dari pencurian identitas hingga gangguan pada infrastruktur penting. Kekhawatiran seperti ini sering kali membuat orang enggan menerima AI dalam kehidupan digital.

2. Ancaman terhadap lapangan pekerjaan

ilustrasi AI
ilustrasi AI (pexels.com/@cottonbro)

Salah satu alasan paling umum orang menolak AI adalah kekhawatiran akan kehilangan pekerjaan. AI memiliki kemampuan untuk mengotomatisasi banyak tugas yang sebelumnya dijalankan oleh manusia, terutama pekerjaan yang berulang . Hal ini dapat menimbulkan kecemasan tentang masa depan pekerjaan dan keamanan finansial.

Meski AI dapat menciptakan jenis pekerjaan baru, transisi ini bisa tidak merata dan menuntut keterampilan baru yang tidak mudah diperoleh semua orang. Ketidaksiapan menghadapi perubahan ini memperkuat resistensi terhadap adopsi teknologi AI. Masalah ini dapat dicegah jika perusahaan tahu batasan penggunaan AI, dan tetap menghargai tenaga manusia.

3. Ketidakjelasan etika dan regulasi

potret berbagai aplikasi AI
potret berbagai aplikasi AI (unsplash.com/@salvadorr)

AI sering beroperasi sebagai kotak hitam di mana proses pengambilan keputusannya tidak mudah dipahami. Ketika AI membuat keputusan yang berdampak signifikan, misalnya dalam pemeriksaan kredit atau sistem peradilan, orang ingin tahu siapa yang bertanggung jawab jika terjadi kesalahan. Ketidakjelasan ini memicu kekhawatiran etis dan tanggung jawab sosial.

Pertanyaan seperti Siapa yang bertanggung jawab bila AI melakukan kesalahan masih sulit dijawab secara jelas dalam banyak kasus hukum dan regulasi. Ketidakpastian seperti ini membuat sebagian orang merasa AI terlalu berbahaya tanpa adanya kerangka regulasi yang kuat.

4. Menimbulkan masalah sosial dan kreativitas asli manusia

ilustrasi AI penalaran logis
ilustrasi AI penalaran logis (pexels.com/@pavel-danilyuk)

Beberapa kritik terhadap AI berasal dari kekhawatiran bahwa teknologi ini dapat mengurangi interaksi manusia. Seiring AI menggantikan peran dalam layanan komunukasi, nilai hubungan antar manusia bisa menurun. Ketergantungan pada AI dianggap dapat mengikis empati dan keterampilan sosial kita.

Selain itu, ada juga kekhawatiran bahwa AI mengancam kreativitas asli manusia. AI dapat menghasilkan konten musik, tulisan, atau gambar dengan cepat, yang menurut sebagian orang mengurangi apresiasi terhadap proses kreatif tradisional. Kritik penggunaan AI dalam proses kreatif bisa dibilang cukup keras digaungkan para aktivis di media sosial. Masalah ini memicu perdebatan tentang apa yang dianggap sebagai karya asli melawan karya buatan mesin.

5. Ketakutan terhadap ketidakpastian dan perubahan

ilustrasi DeepSek AI
ilustrasi DeepSek AI (pexels.com/@bertellifotografia)

Beberapa sentimen anti AI juga dipengaruhi oleh rasa takut terhadap perubahan itu sendiri. Teknologi baru dapat mengubah cara hidup dan bekerja secara signifikan. Tidak semua orang siap atau nyaman dengan perubahan tersebut. Keengganan terhadap ketidakpastian bisa memicu penolakan yang lebih bersifat psikologis daripada rasional.

Tak hanya itu, narasi fiksi mengenai AI yang melampaui kendali manusia dapat memperkuat ketakutan akan masa depan. Meski banyak dari cerita tersebut bersifat spekulatif, tetapi tetap membentuk persepsi publik yang bersifat negatif terhadap teknologi.

Adanya sebagian orang anti terhadap AI muncul karena kekhawatiran dan emosional. Kekhawatiran tersebut sangat bisa dimengerti, karena penggunaan AI membutuhkan etika dan regulasi. Meski begitu, bukan berarti kita harus memblokir dan tidak menggunakan AI sama sekali. Etika dan regulasi mutlak diperlukan. Menurutmu, seperti apa harusnya batasan penggunaan AI dalam proses kreatif manusia?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Debby Utomo
EditorDebby Utomo
Follow Us

Latest in Tech

See More

7 Smartwatch di Bawah Rp1 Juta Terbaik dengan Fitur Canggih

30 Des 2025, 19:03 WIBTech