Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

7 Culture Shock Liburan di Bhutan, Gak Bisa Asal ke Sana Lho!

Potret Tiger’s Nest, Taktsang Trail, Paro, Bhutan (unsplash.com/Aaron Santelices)
Potret Tiger’s Nest, Taktsang Trail, Paro, Bhutan (unsplash.com/Aaron Santelices)

Barangkali, beberapa dari kalian ada yang masih penasaran dengan Bhutan. Negara kecil di kawasan Asia Selatan ini dihuni penduduk yang mayoritas beragama Buddha, memiliki pemandangan alam yang indah bak kepingan surga, kaya akan nilai-nilai budaya dan tradisional, serta suasana yang sangat tenang.

Meski sudah banyak membaca informasi atau menonton video tentang Bhutan, masih banyak orang yang ragu untuk liburan ke sini. Tak sedikit yang berpikiran bahwa Bhutan terlalu "tradisional" dan muncul beragam kekhawatiran ketika liburan ke sana, terutama jika tak sengaja melanggar aturan yang berkaitan dengan agama dan budaya setempat.

Seperti negara-negara lain pada umumnya, Bhutan tentu memiliki hal-hal unik yang membuat turis mengalami culture shock saat baru pertama kali mengunjunginya. Penasaran ada apa saja itu? Dilansir dari berbagai sumber, berikut beberapa culture shock yang kerap dirasakan para wisatawan saat liburan di Bhutan.

1. Wisatawan wajib mendaftar paket tur di agen resmi

Ilustrasi turis mengambil gambar di depan Paro Taktsang, Bhutan (pixabay.com/himuraseta)
Ilustrasi turis mengambil gambar di depan Paro Taktsang, Bhutan (pixabay.com/himuraseta)

Kamu pasti membayangkan kalau mau liburan ke Bhutan tinggal memesan tiket pesawat PP, membuat visa, menyusun rencana perjalanan, dan pergi dengan gaya backpacker. Ternyata tidak seperti itu faktanya. Setiap wisatawan yang masuk ke negara ini wajib memesan paket tur di agen perjalanan resmi, baik agen lokal maupun internasional.

Bhutan memang memberlakukan aturan wisata yang sangat ketat. Jumlah wisatawan harian yang berkunjung pun dibatasi. Bahkan, visa baru bisa terbit jika diajukan oleh agen perjalanan atau operator tur yang sudah kamu pesan. Sementara itu, harga paketnya cukup mahal, mulai dari Rp35 jutaan untuk tujuh hari.

Kebijakan ini dilakukan bukan tanpa alasan. Pemerintah dan masyarakat ingin tetap ada kontrol bagi wisatawan asing yang masuk, agar kelestarian budaya dan lingkungannya tetap terjaga. Di sisi lain, biaya yang dikeluarkan wisatawan juga sepadan dengan pengetahuan dan pengalaman liburan yang akan didapatkan.

2. Lingkungan yang sangat bersih

Potret keindahan alam Bhutan (pixabay.com/czheng_care)
Potret keindahan alam Bhutan (pixabay.com/czheng_care)

Meski sudah pernah membaca atau menonton video tentang keindahan alam dan budaya Bhutan, setiap wisatawan tetap akan mengalami culture shock saat liburan pertama kali ke sana. Terutama soal lingkungannya yang sangat bersih dan alami.

Pemerintah dan masyarakatnya bahu-membahu menjaga kelestarian lingkungan. Penggunaan kantong plastik sudah dilarang sejak lama. Sampah-sampah tidak ada yang berserakan di berbagai tempat, sungai-sungai sangat jernih, hutannya lebat, dan udaranya sangat bersih. Dijamin pasti betah banget, deh!

3. Keberhasilan negara diukur dengan "Kebahagiaan Nasional Bruto"

Potret warga Bhutan sedang berpesta (unsplash.com/pgyamtsho)
Potret warga Bhutan sedang berpesta (unsplash.com/pgyamtsho)

Jika salah satu indikator keberhasilan suatu negara berdasarkan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP), maka Bhutan memiliki indikator tersendiri, yakni Kebahagiaan Nasional Bruto atau Gross Nation Happiness (GNH). Wah, kaget banget, kan?

Konsep tersebut sudah dijalankan sejak tahun 1970-an dan tertuang dalam Konstitusi Bhutan yang disahkan pada 18 Juli 2008. Ada tiga ndikator yang digunakan untuk mengukur kebahagiaan warga Bhutan, yakni pelestarian budaya, ekosistem yang sehat, dan netralitas karbon.

Ketiga indikator tersebut dapat kamu lihat kalau pergi ke Bhutan langsung. Salah satunya kebiasaan masyarakat hingga raja dan ratunya mengenakan pakaian tradisional dalam kehidupan sehari-hari. Semakin mereka bangga dengan budayanya, maka nilai kebahagiaan akan semakin naik. Unik banget, kan?

4. Banyak orang mengenakan pakaian tradisional

Potret anak-anak di Bhutan mengenakan pakaian tradisional (unsplash.com/2721poipu)
Potret anak-anak di Bhutan mengenakan pakaian tradisional (unsplash.com/2721poipu)

Poin ini masih berkaitan dengan poin nomor tiga, yakni indikator kebahagiaan berupa pelestarian budaya. Setiap wisatawan yang datang ke Bhutan pasti akan kaget, sekaligus terkesima melihat penduduk setempat mengenakan pakaian tradisional. Tidak hanya dalam acara-acara formal, tetapi juga dalam keseharian mereka.

Laki-laki Bhutan mengenakan satu setel pakaian bernama gho. Sedangkan, kaum perempuan mengenakan kira. Setiap wisatawan juga dianjurkan mengenakan pakaian tradisional tersebut untuk menghormati budaya setempat. Wah, kamu pasti juga tertarik, kan?

5. Kuil Buddha ada di mana-mana

Potret Paro Taktsang, Bhutan (pexels.com/Ming Zimik)
Potret Paro Taktsang, Bhutan (pexels.com/Ming Zimik)

Buddha merupakan agama resmi Bhutan. Ajaran tersebut memiliki peran penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat dan negara. Jangan kaget kalau kamu menemukan banyak kuil, biara, dan patung Buddha tersebar di seluruh penjuru negeri. Bahkan, tak sedikit kuil yang dibangun di atas bukit dengan pemandangan sangat indah. 

Untuk bisa memasuki kuil, wisatawan harus memerhatikan berbagai aturan yang berlaku. Di antaranya seperti berpakaian sopan atau mengenakan pakaian tradisional, melepas alas kaki, tidak mengambil foto di dalam kuil (hanya di halaman atau bagian luarnya), dan wajib berjalan searah jarum jam kalau hendak keliling kuil.

Di beberapa kesempatan, wisatawan juga bisa melihat atau bahkan mengikuti upacara keagamaan dan festival secara langsung. Selama perayaan, penting sekali untuk selalu menunjukkan rasa hormat dan mengikuti aturan yang berlaku. 

6. Arsitektur tradisional yang sangat terjaga

Potret bangunan tradisional di Bhutan (unsplash.com/Nihar Modi)
Potret bangunan tradisional di Bhutan (unsplash.com/Nihar Modi)

Jika kamu tinggal di kota besar yang identik dengan gedung pencakar langit dan bangunan-bangunan berarsitektur modern, maka kamu akan mengalami culture shock saat pertama kali menginjakkan kaki di Bhutan.

Seakan memasuki dunia lain, kamu disuguhi pemandangan bangunan-bangunan tradisional yang masih terjaga. Mulai dari rumah pribadi, bangunan pemerintah, bangunan swasta, sekolah, rumah sakit, hingga istana raja terdapat sentuhan arsitektur tradisional khas Bhutan.

Masyakarat harus mengikuti pedoman yang ditetapkan pemerintah perihal pendirian bangunan. Penggunaan bahan bangunan modern sangat dibatasi. Apalagi menggunakan arsitektur yang jauh dari nilai-nilai tradisional. 

7. Keterbatasan teknologi

Ilustrasi orang mencari sinyal (freepik.com)
Ilustrasi orang mencari sinyal (freepik.com)

Kalau liburan ke Bhutan, siap-siap mengalami sinyal hilang di beberapa kawasan. Sebenarnya, ada banyak provider telepon dan internet di Bhutan, tetapi belum merata.

Kalau di wilayah kota, wisatawan mungkin masih bisa mendapatkan jaringan internet yang lancar. Sebaliknya, kalau pergi ke wilayah terpencil, sinyal bakal sering hilang atau bahkan tidak ada sama sekali.

Hal ini tentu menjadi tantangan bagi wisatawan yang terbiasa dengan konektivitas secara terus-menerus. Namun, sesekali tidak masalah kalau hidup tanya sinyal internet, kan? Wisatawan bisa fokus menikmati keindahan alam dan budaya di Bhutan tanpa gangguan.

Demikian ulasan tentang culture shock liburan di Bhutan. Banyak banget hal yang bikin kamu kaget dan terkesima sekaligus. Bagaimana, tertarik liburan ke Bhutan dalam waktu dekat ini? 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Fasrinisyah Suryaningtyas
Dewi Suci Rahayu
Fasrinisyah Suryaningtyas
EditorFasrinisyah Suryaningtyas
Follow Us