Kenapa Pajak Hotel di Kyoto Jepang Naik? Ini Alasannya!

Kyoto menjadi satu kota yang paling banyak dikunjungi wisatawan domestik maupun internasional di Jepang. Kota yang pernah menjadi ibu kota Jepang ini terkenal dengan keotentikannya. Hal ini menjadi daya tarik tersendiri, terutama bagi wisatawan yang suka dengan budaya tradisional Jepang.
Di balik wisata Kyoto yang berkembang pesat, ternyata menimbulkan sejumlah keresahan warga lokal. Alhasil, pemerintah setempat mengeluarkan kebijakan dan peraturan baru yang perlu dipatuhi wisatawan, salah satunya kenaikan pajak hotel di Kyoto.
Dilansir Kyodo News, Pemerintah Kota Tokyo menyatakan pada Selasa (14/01/2025), akan menaikkan pajak hotel dan akomodasi lainnya mulai Maret 2026 dengan tarif maksimum sebesar 10.000 yen (sekitar Rp1 juta) per orang per malam.
Kebijakan tersebut tidak hanya berlaku di Kyoto, tapi juga beberapa kota lain di Jepang. Lantas, kenapa pajak hotel di Kyoto, Jepang, naik? Berikut ini beberapa alasan utamanya.
1. Mengatasi overtourism

Sudah disinggung sebelumnya, kalau Kyoto menjadi salah satu kota dengan pengunjung terbanyak di Jepang. Hal ini memicu munculnya fenomena overtourism yang mengganggu kenyamanan warga lokal dan aktivitas di kawasan wisata. Kebijakan Pemerintah Kyoto menaikkan pajak hotel secara signifikan, salah satunya untuk mengurangi dampak negatif dari overtourism.
Dilansir Travel and Leisure Asia, sebelumnya telah terjadi insiden di Gion, turis mengganggu praktik tradisional di distrik geisha bersejarah itu. Pihak berwenang melarang lalu lintas pejalan kaki di gang-gang pribadi. Pasalnya, gang tersebut penting bagi kehidupan sehari-hari geiko dan maiko (pemain seni tradisional Jepang). Larangan itu diberlakukan untuk melindungi privasi dan praktik budaya mereka.
Pada 2019, Dewan Distrik juga memasang sejumlah rambu larangan yang bertuliskan “Dilarang Memotret di Jalan Pribadi," dengan peringatan denda hingga 10.000 yen (sekitar Rp1 juta). Tidak cukup sampai di situ, Nippon melansir, Kyoto menerima sekitar 50 juta wisatawan setiap tahunnya, yang membuat Higashiyama dan Arashiyama hampir tidak bisa dilewati saat high season. Bus-bus penuh, banyak pengunjung yang tidak tahu tata krama di Jepang, dan sampah sering mengotori jalan.
Overtourism di Kyoto menimbulkan dampak lain, berupa semakin banyaknya hotel mewah milik asing dan pertokoan. Alin-alih mendapatkan sambutan positif, justru membebani penduduk setempat. Mereka hanya menerima sedikit manfaat dari aktivitas ini.
2. Meningkatkan pendapatan daerah

Naiknya pajak hotel di Kyoto tentu akan menambah pendapatan daerah. Selanjutnya, digunakan untuk meningkatkan kualitas layanan publik, infrastruktur, dan melestarikan warisan budaya Kyoto.
Seperti dilansir Nikkei Asia, Wali Kota Kyoto, Koji Matsui, mengatakan bahwa dana dari pajak tersebut akan digunakan untuk lebih dari sekadar promosi pariwisata dan dialokasikan untuk proyek-proyek yang akan menguntungkan penduduk setempat. Sasarannya mencakup pembangunan infrastruktur, seperti jalan dan jembatan, serta tanggap bencana.
Pendapatan pajak dari penginapan di Kyoto mencapai 5,2 miliar yen (Rp544,7 miliar) selama tahun fiskal sebelumnya, yang merupakan jumlah tertinggi sejak pajak pertama kali diberlakukan pada 2018. Dana tersebut saat ini digunakan untuk proyek perbaikan, seperti mencopot tiang listrik dan melestarikan rumah kayu tradisional di Kyoto. Selain itu, juga untuk mendanai pengumpulan sampah di tempat wisata.
Saat ini, Kyoto memberlakukan 3 golongan pajak penginapan berdasarkan harga akomodasi. Pajak tertinggi 1.000 yen (Rp104 ribu) dikenakan untuk kamar seharga minimal 50.000 yen (Rp5,2 juta) per malam per orang. Sedangkan tarif pajak baru akan dibagi menjadi 5 golongan, pajak paling rendah 200 yen (Rp21 ribu) untuk kamar dengan harga di bawah 6.000 yen (Rp628 ribu). Sedangkan pajak maksimum 10.000 yen (sekitar Rp1 juta) untuk kamar dengan harga setidaknya 100.000 yen (Rp10,4 juta).
3. Mendorong pariwisata berkelanjutan

Alasan lain yang tidak kalah penting, naiknya pajak hotel di Kyoto juga akan digunakan untuk mendorong pariwisata berkelanjutan. Pasalnya, bertambahnya wisatawan memberikan dampak positif maupun negatif. Apalagi Kyoto menjadi aset penting dalam budaya tradisional Jepang, tentu pemerintah setempat sangat mempertimbangkan keseimbangan antara pariwisata dan lingkungan, sosial, budaya, maupun ekonomi.
Seperti dilansir Channel News Asia, Pemerintah Kyoto bermaksud menaikkan pajak akomodasi untuk mewujudkan pariwisata berkelanjutan dengan tingkat kepuasan yang tinggi bagi warga negara, wisatawan, dan bisnis. Naiknya pajak dapat mengurangi jumlah wisatawan, sehingga tekanan pada infrastruktur dan lingkungan di Kyoto berkurang. Warga lokal maupun wisatawan juga memiliki ruang lebih nyaman selama di Kyoto.
Kyoto mengajukan kenaikan pajak hotel bekali lipat, yang rencananya akan berlaku mulai tahun 2026. Tujuannya untuk mengatasi overtourism, peningkatan infrastruktur, dan mendorong pariwisata berkelanjutan. Bagaimana menurutmu?