Kenapa Pendaki Pemula Sering Salah Pilih Sepatu saat Naik Gunung?

- Pendaki pemula kurang memahami karakter medan gunung, sehingga sering salah pilih sepatu berdasarkan tampilan luar tanpa memperhitungkan fungsinya di lapangan.
- Toko perlengkapan outdoor menawarkan banyak pilihan sepatu, namun pendaki pemula sering bingung dan hanya membeli berdasarkan rekomendasi singkat penjual atau karena terlihat menarik.
- Pendaki pemula lebih mengutamakan harga daripada fungsi, sehingga sering memilih sepatu yang lebih murah namun tidak mampu mendukung pergerakan di jalur menanjak.
Banyak pendaki pemula menganggap sepatu gunung tidak berbeda jauh dari sepatu olahraga biasa. Padahal, kenyataannya kebutuhan medan pegunungan sangat spesifik dan tidak bisa disamakan. Kesalahan memilih alas kaki sering membuat perjalanan terasa berat, cepat lelah, bahkan berisiko cedera karena pijakan tidak stabil di jalur menanjak maupun berbatu.
Di alam bebas, memahami dasar perlengkapan adalah bagian dari keselamatan, bukan sekadar soal gaya atau harga. Itulah mengapa tips mendaki gunung yang kerap terlupakan justru ada pada hal sederhana seperti sepatu. Berikut lima penjelasan tentang kenapa pendaki pemula sering salah pilih sepatu saat naik gunung.
1. Pendaki pemula kurang memahami karakter medan gunung

Banyak orang yang baru pertama kali naik gunung berasumsi bahwa jalur pendakian sama dengan jalan setapak di desa atau hutan kota. Padahal, setiap gunung memiliki karakter medan yang berbeda, mulai dari tanah liat licin, bebatuan terjal, hingga jalur berpasir yang mudah longsor.
Tanpa pengetahuan tersebut, wajar jika pemula memilih sepatu hanya berdasarkan tampilan luar tanpa memperhitungkan fungsinya di lapangan. Kesalahan tersebut kemudian berdampak pada kenyamanan ketika kaki harus terus bergerak selama berjam-jam.
Selain itu, medan gunung sering kali berubah seiring ketinggian. Bagian bawah jalur bisa masih ramah dengan tanah padat, sementara semakin ke atas permukaannya berganti dengan kerikil tajam atau bebatuan licin. Sepatu olahraga biasa tentu tidak didesain untuk menahan kondisi sekeras ini. Akibatnya, banyak pendaki pemula yang merasa cepat lelah atau bahkan cedera pergelangan kaki karena salah memilih alas kaki.
2. Toko perlengkapan outdoor menawarkan banyak pilihan

Saat masuk ke toko perlengkapan outdoor, rak sepatu biasanya penuh dengan model, warna, dan harga bervariasi. Pendaki pemula sering bingung karena tidak tahu mana yang sesuai kebutuhan jalur yang akan dilewati. Alih-alih mencari tahu, banyak yang akhirnya membeli berdasarkan rekomendasi singkat penjual atau hanya karena terlihat menarik.
Tidak semua penjual benar-benar menguasai fungsi teknis tiap jenis sepatu. Ada yang hanya menjelaskan berdasarkan merek populer atau promosi yang sedang berlangsung. Padahal, sepatu gunung punya detail teknis, seperti grip, bahan sol, hingga tinggi kerah sepatu yang menentukan kenyamanan di jalur menanjak. Tanpa pemahaman itu, pilihan sepatu bisa jadi tidak sejalan dengan kondisi lapangan yang akan ditempuh.
3. Pendaki pemula lebih mengutamakan harga daripada fungsi

Faktor harga sering menjadi alasan utama ketika seseorang memilih perlengkapan mendaki. Sepatu gunung yang berkualitas memang cenderung lebih mahal dibandingkan sepatu olahraga biasa. Pendaki pemula sering merasa sayang mengeluarkan biaya besar hanya untuk satu perjalanan sehingga mencari alternatif yang lebih murah. Sayangnya, keputusan ini justru berisiko merugikan ketika sepatu tidak mampu mendukung pergerakan di jalur menanjak.
Kenyamanan dan keamanan jarang masuk pertimbangan utama dalam situasi ini. Padahal, sepatu gunung yang kurang tepat bisa membuat perjalanan terasa sangat berat karena pijakan tidak stabil, kaki cepat pegal, hingga memicu luka. Pada akhirnya, biaya yang ingin dihemat sering kali justru terbayar lebih mahal, baik dalam bentuk perawatan kaki maupun pengalaman pendakian yang tidak menyenangkan.
4. Informasi dari media sosial sering menyesatkan

Di era digital, banyak orang mencari referensi segala macam perlengkapan mendaki dari media sosial. Sayangnya, konten yang muncul lebih sering menekankan pada tampilan visual dibandingkan fungsi teknis. Pendaki pemula kemudian memilih sepatu hanya karena terlihat keren dipakai oleh figur tertentu, tanpa memikirkan kecocokannya dengan jalur pendakian. Fenomena ini sering kali membuat pilihan sepatu tidak sesuai kebutuhan sebenarnya.
Selain itu, banyak ulasan singkat di media sosial yang hanya bersifat promosi tanpa menjelaskan sisi teknis secara detail. Informasi semacam ini membuat pemula merasa sudah cukup mengetahui, padahal kenyataannya mereka masih minim pemahaman. Akibatnya, sepatu gunung yang dipilih lebih condong mengikuti tren ketimbang menjadi perlengkapan pendakian yang mendukung keselamatan.
5. Uji coba sepatu sering diabaikan sebelum pendakian

Kesalahan lain yang sering dilakukan pemula adalah tidak mencoba sepatu secara maksimal sebelum digunakan di gunung. Banyak yang langsung memakai sepatu baru saat hari pendakian, padahal kaki butuh waktu untuk beradaptasi dengan bentuk dan materialnya. Tanpa proses pemakaian awal, sepatu bisa menimbulkan rasa sakit, lecet, atau bahkan kaku ketika dipakai berjam-jam di jalur menanjak.
Uji coba sepatu sebenarnya sangat penting dilakukan di medan ringan, seperti jalan perkotaan atau trekking singkat. Dari situ, pemilik bisa tahu apakah ukurannya pas, solnya cukup nyaman, atau ada bagian yang menekan kaki. Dengan begitu, risiko ketidaknyamanan bisa diminimalkan sejak awal. Sayangnya, banyak pendaki pemula mengabaikan langkah sederhana ini, sehingga mengalami masalah ketika sudah berada di jalur.
Sepatu merupakan salah satu perlengkapan terpenting dalam pendakian, terutama bagi pemula yang masih belajar memahami medan. Kesalahan memilih alas kaki bisa mengubah perjalanan menyenangkan menjadi pengalaman yang penuh hambatan. Jika kamu merencanakan pendakian, sisihkan waktu untuk benar-benar mengenali kebutuhan jalur dan pilih sepatu yang sesuai agar tips mendaki gunung sederhana ini tidak lagi terabaikan.