Insentif Kendaraan Listrik Bakal DIcabut, Harga Otomatis Naik?

- Insentif PPN DTP untuk kendaraan listrik akan dihentikan
- Kenaikan harga mobil listrik diprediksi akibat kembalinya tarif pajak normal
- Produsen otomotif dituntut melakukan efisiensi produksi dan fokus pada pembangunan infrastruktur pengisian daya
Wacana penghentian insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk kendaraan listrik mulai menjadi sorotan tajam di penghujung tahun 2025. Kebijakan yang selama ini memangkas beban pajak dari 11 persen menjadi hanya 1 persen tersebut dianggap sebagai pilar utama yang mendongkrak popularitas mobil listrik di tanah air.
Rencana pemerintah untuk mengevaluasi dan kemungkinan besar menghentikan subsidi ini didasari oleh tercapainya target adopsi awal serta pengalihan anggaran untuk sektor prioritas lainnya. Perubahan regulasi ini tentu menimbulkan kekhawatiran besar mengenai potensi lonjakan harga jual yang harus ditanggung oleh masyarakat mulai tahun depan.
1. Lonjakan harga akibat kembalinya tarif pajak normal

Jika insentif PPN DTP benar-benar dihentikan, maka harga jual mobil listrik di tingkat konsumen dipastikan akan mengalami kenaikan secara instan. Selisih pajak sebesar 10 persen yang sebelumnya ditanggung oleh negara akan dibebankan kembali ke dalam harga faktur kendaraan. Sebagai ilustrasi, sebuah mobil listrik yang saat ini dibanderol dengan harga Rp400 juta berpotensi mengalami kenaikan harga sekitar Rp40 juta hanya dari sektor pajak saja, tanpa adanya perubahan spesifikasi sedikit pun.
Kenaikan ini tentu akan menjadi hambatan psikologis bagi calon pembeli yang sangat sensitif terhadap harga. Selama beberapa tahun terakhir, pertumbuhan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia sangat bergantung pada intervensi harga melalui subsidi. Tanpa adanya dukungan fiskal tersebut, selisih harga antara mobil listrik dan mobil bermesin bensin akan kembali melebar, yang berisiko memperlambat laju transisi energi di sektor transportasi nasional.
2. Strategi manufaktur dalam meredam kenaikan harga pasar

Menanggapi rencana penghentian insentif, produsen otomotif kini dituntut untuk memutar otak agar produk mereka tetap kompetitif di pasar. Salah satu langkah yang mungkin diambil adalah dengan melakukan efisiensi produksi massal di pabrik-pabrik lokal guna menekan biaya manufaktur. Jika produsen mampu menurunkan biaya produksi melalui skala ekonomi yang lebih besar, maka kenaikan harga akibat pajak bisa diredam sehingga harga akhir di tingkat diler tidak melonjak terlalu ekstrem.
Selain efisiensi, beberapa manufaktur diprediksi akan mengubah strategi varian produk dengan menghadirkan model yang memiliki kapasitas baterai lebih kecil atau fitur yang lebih esensial. Langkah ini bertujuan untuk mempertahankan titik harga agar tetap terjangkau oleh segmen pasar menengah. Kompetisi antar-merek, terutama dari produsen asal Tiongkok yang sangat agresif, juga akan memaksa perusahaan untuk bersedia memangkas margin keuntungan mereka sendiri demi menjaga volume penjualan tetap stabil meskipun tanpa dukungan subsidi pemerintah.
3. Pergeseran fokus dari subsidi harga ke pembangunan infrastruktur

Langkah pemerintah untuk menghentikan insentif harga sebenarnya merupakan bagian dari rencana besar untuk mengalihkan dukungan ke arah yang lebih permanen, yakni pembangunan infrastruktur pengisian daya. Logikanya, setelah harga mobil listrik mencapai titik keseimbangan pasar, hambatan utama beralih pada ketersediaan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU). Pemerintah berencana mengalokasikan dana yang sebelumnya digunakan untuk subsidi pajak ke dalam pengembangan jaringan listrik yang lebih merata hingga ke pelosok daerah.
Meskipun secara jangka pendek harga mobil terasa lebih mahal, penguatan ekosistem infrastruktur diharapkan dapat meningkatkan nilai guna kendaraan listrik dalam jangka panjang. Harga yang lebih tinggi di awal diharapkan dapat terkompensasi oleh biaya operasional yang semakin murah dan kemudahan pengisian daya di mana saja. Keberlanjutan pasar otomotif listrik di Indonesia di masa depan akan sangat bergantung pada seberapa cepat masyarakat bisa beradaptasi dengan harga normal tanpa harus kehilangan minat terhadap teknologi ramah lingkungan tersebut.


















