Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Apakah Debt Collector Boleh Menarik Kendaraan di Jalan?

ilustrasi perempuan naik motor (pexels.com/Stephen Leonardi)
ilustrasi perempuan naik motor (pexels.com/Stephen Leonardi)
Intinya sih...
  • Kendaraan kredit masih milik perusahaan pembiayaan hingga lunas
  • Debt collector hanya boleh menarik kendaraan dengan sertifikat fidusia yang terdaftar secara resmi
  • Penarikan harus dilakukan dengan cara persuasif dan menunjukkan dokumen resmi, tidak boleh menggunakan kekerasan
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Di Indonesia, banyak orang membeli motor atau mobil dengan cara kredit melalui leasing atau pembiayaan. Skema ini memudahkan konsumen memiliki kendaraan dengan cicilan bulanan. Namun, tidak sedikit kasus di mana cicilan menunggak karena alasan ekonomi. Pada kondisi inilah sering muncul pihak ketiga yang disebut “mata elang” atau debt collector, yang bertugas menagih angsuran. Masalahnya, sering muncul pertanyaan: apakah mereka berhak menarik kendaraan langsung dari tangan konsumen yang menunggak?

Isu ini menjadi kontroversi karena praktik debt collector di lapangan sering dianggap meresahkan. Banyak laporan penarikan kendaraan dilakukan dengan cara kasar, bahkan tanpa surat resmi. Sebagian konsumen merasa haknya dilanggar, sementara leasing berdalih bahwa itu bagian dari perjanjian kredit. Agar tidak bingung, penting memahami aturan hukum yang berlaku mengenai kewenangan debt collector.

1. Kedudukan hukum debt collector

ilustrasi perempuan naik motor (pexels.com/Pexels Olivier Darny)
ilustrasi perempuan naik motor (pexels.com/Pexels Olivier Darny)

Secara hukum, kendaraan bermotor yang dibeli dengan cara kredit sebenarnya masih menjadi milik perusahaan pembiayaan sampai cicilan lunas. Konsumen hanya memiliki hak pakai hingga kewajiban pembayaran selesai. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Fidusia, di mana kendaraan yang dikreditkan merupakan objek jaminan fidusia.

Namun, penting dicatat bahwa penarikan kendaraan tidak boleh dilakukan sembarangan. Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019, perusahaan leasing atau debt collector hanya boleh menarik kendaraan jika ada sertifikat fidusia yang terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM. Artinya, jika perusahaan pembiayaan tidak memiliki sertifikat fidusia, mereka tidak berhak secara hukum untuk menyita kendaraan dari konsumen.

2. Batasan wewenang mata elang di lapangan

ilustrasi boncengan naik motor (unsplash.com/Astro Dolf)
ilustrasi boncengan naik motor (unsplash.com/Astro Dolf)

Mata elang atau debt collector memang kerap ditugaskan untuk menagih cicilan, tetapi wewenangnya terbatas. Mereka tidak boleh main hakim sendiri atau menggunakan kekerasan dalam menarik kendaraan. Jika perusahaan leasing memiliki sertifikat fidusia dan konsumen sudah menunggak, penarikan harus dilakukan dengan cara persuasif serta menunjukkan dokumen resmi, bukan sekadar surat kuasa fotokopi.

Apabila konsumen menolak, debt collector tidak berhak memaksa. Proses berikutnya seharusnya melalui jalur hukum atau mediasi. Konsumen memiliki hak untuk meminta bukti sertifikat fidusia sebelum menyerahkan kendaraan. Jika debt collector tidak bisa menunjukkannya, konsumen berhak menolak penarikan tersebut.

3. Risiko hukum jika penarikan ilegal

ilustrasi tilang (pexels.com/kindel media)
ilustrasi tilang (pexels.com/kindel media)

Penarikan kendaraan tanpa prosedur hukum yang benar dapat dianggap sebagai perbuatan melawan hukum. Jika debt collector bertindak dengan kekerasan atau tanpa dokumen sah, mereka bisa dijerat dengan pasal tindak pidana seperti perampasan atau pengancaman. Bahkan, perusahaan pembiayaan bisa ikut bertanggung jawab karena mengirimkan penagih yang tidak mematuhi aturan.

Di sisi lain, konsumen yang menunggak cicilan juga tetap memiliki kewajiban untuk melunasi utang sesuai perjanjian. Menolak membayar sama sekali bukan solusi, karena perusahaan bisa menempuh jalur hukum dan membawa masalah ke pengadilan. Jadi, posisi aman bagi konsumen adalah tetap berkomunikasi dengan pihak leasing untuk mencari jalan tengah, misalnya restrukturisasi cicilan, bukan menunggu sampai kendaraan dipaksa ditarik.

So, mata elang atau debt collector tidak bisa seenaknya menarik kendaraan meskipun cicilan menunggak. Sesuai putusan Mahkamah Konstitusi, penarikan hanya sah jika ada sertifikat fidusia yang terdaftar dan prosedurnya dilakukan secara resmi, bukan dengan cara intimidasi. Konsumen tetap memiliki hak hukum yang harus dihormati, namun juga punya kewajiban untuk membayar cicilan sesuai kontrak. Karena itu, jika menghadapi situasi seperti ini, pastikan untuk selalu meminta dokumen resmi dan gunakan jalur mediasi agar terhindar dari masalah hukum di kemudian hari.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwi Agustiar
EditorDwi Agustiar
Follow Us

Latest in Automotive

See More

Kenapa Harga Yamaha F1ZR Bekas Mahal? Ini Alasannya

07 Okt 2025, 21:15 WIBAutomotive