Kenapa Pabrikan Motor Gak Menggunakan Sistem Android di Speedometer?

Di era serba digital seperti sekarang, banyak hal sudah bisa dijalankan lewat satu sistem operasi: Android. Mulai dari TV, kulkas, bahkan head unit mobil sudah banyak yang menggunakan sistem Android untuk kenyamanan dan konektivitas. Tapi anehnya, kenapa ya pabrikan motor belum juga menyematkan sistem Android secara penuh ke dalam speedometer atau panel digital motor?
Padahal bayangkan saja—kalau motor punya speedometer berbasis Android, pengguna bisa menikmati Google Maps langsung di layar, menerima notifikasi WhatsApp, bahkan memutar Spotify tanpa perlu tambahan perangkat. Kedengarannya menarik, tapi ternyata ada alasan kuat kenapa pabrikan motor masih menahan diri.
1. Risiko keamanan dan gangguan fokus

Motor adalah kendaraan yang jauh lebih terbuka dan rentan dibandingkan mobil. Saat mengendarai motor, pengendara butuh fokus penuh ke jalan. Memasukkan sistem Android secara utuh ke dalam speedometer bisa memberi distraksi serius. Misalnya, notifikasi pesan atau godaan untuk mengganti lagu bisa mengganggu konsentrasi dan meningkatkan risiko kecelakaan.
Berbeda dengan mobil, pengemudi duduk di dalam kabin yang stabil dan bisa mengoperasikan layar dengan satu tangan tanpa kehilangan keseimbangan. Pada motor, perhatian pengendara tidak boleh terbagi. Karena itu, pabrikan lebih memilih sistem minimalis—seperti Bluetooth notification sederhana atau navigasi satu arah—daripada tampilan Android yang terlalu kompleks.
2. Ketahanan sistem dan biaya produksi

Sistem Android membutuhkan hardware yang mumpuni: layar sentuh berkualitas tinggi, RAM, prosesor, sistem pendingin, dan sistem operasi yang stabil. Komponen seperti ini tidak murah dan belum tentu tahan terhadap getaran, panas mesin, hujan, atau terik matahari yang ekstrem—sesuatu yang sangat umum dalam penggunaan motor harian.
Jika dipaksakan, pabrikan harus menambah perlindungan ekstra seperti lapisan tahan air, anti-glare, dan pengaman sistem. Itu semua akan membuat harga motor naik cukup signifikan, terutama di segmen entry-level dan mid-range yang masih jadi pasar utama di banyak negara. Alhasil, cost vs benefit-nya belum sebanding.
3. Ketergantungan dan potensi error yang tinggi

Android memang fleksibel, tapi juga dikenal cukup rentan terhadap bug dan crash, apalagi jika digunakan tanpa update berkala. Bayangkan kalau layar speedometer tiba-tiba hang saat kamu sedang berkendara di tengah kemacetan atau hujan deras—hal ini bisa jadi sangat berbahaya.
Karena itu, pabrikan motor lebih memilih sistem operasi tertutup (proprietary) yang stabil, ringan, dan hanya menampilkan informasi yang benar-benar penting seperti kecepatan, bensin, suhu mesin, dan navigasi dasar. Ini juga mempermudah mereka melakukan quality control dan menjamin kestabilan perangkat selama bertahun-tahun.
Walaupun begitu, bukan berarti ide speedometer Android sepenuhnya ditinggalkan. Beberapa motor premium atau konsep masa depan sudah mulai memperkenalkan sistem yang lebih terintegrasi dengan smartphone melalui aplikasi—tanpa benar-benar menjalankan Android penuh di speedometer.