10 Tahun Jokowi: PSN Diwarnai Konflik Agraria dan Kerusakan Lingkungan

Jakarta, IDN Times - Selama 10 tahun pemerintahan, Presiden Joko "Jokowi" Widodo fokus pada Proyek Strategis Nasional (PSN) yang digadang-gadang mempercepat pembangunan infrastruktur di Indonesia. Namun, sepanjang proyek-proyek ini digenjot, berbagai konflik agraria dan laporan mengenai kerusakan lingkungan turut mewarnai.
Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat ratusan sengketa tanah akibat PSN, termasuk di proyek Rempang Eco-City dan Desa Wadas. Di sisi lain, hilirisasi nikel di Halmahera Tengah memicu pencemaran lingkungan yang mengancam kehidupan masyarakat.
Meskipun PSN membawa dampak ekonomi signifikan, masalah sosial dan lingkungan yang muncul masih menjadi tantangan serius bagi pemerintah. Berikut catatan yang dirangkum IDN Times!
1. Capaian proyek strategis nasional yang dibangun Jokowi

Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan selama 8 tahun terakhir, pemerintah telah berfokus pada pengembangan infrastruktur yang merata di seluruh wilayah Indonesia, melalui pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) di berbagai sektor.
Secara kumulatif, sejak 2016, sebanyak 198 proyek telah diselesaikan, sementara 32 proyek dan 10 program sudah beroperasi sebagian. Selain itu, terdapat 44 proyek dan tiga program yang masih dalam tahap konstruksi.
Estimasi dari keseluruhan proyek tersebut diperkirakan akan memberikan dampak ekonomi nasional mencapai Rp3.344 triliun, serta menyerap tenaga kerja langsung hingga 2,71 juta orang.
Pada 2024, pemerintah menargetkan penyelesaian 41 PSN dengan total nilai proyek sebesar Rp554 triliun. Untuk mencapai target tersebut, pemerintah memandang perlu adanya pembahasan isu-isu strategis seperti perizinan, pengadaan lahan, kehutanan, pembiayaan, dan konstruksi.
Setiap proyek akan dievaluasi pada setiap tahapannya, termasuk penyiapan, transaksi, konstruksi, dan operasi, sebelum hasil evaluasi tersebut dilaporkan kepada Presiden sebagai bahan penyesuaian daftar PSN yang dapat menjadi masukan bagi agenda pembangunan di masa mendatang.
“Oleh karena itu, saya berharap dukungan dan komitmen yang kuat dari seluruh pemangku kepentingan, agar PSN dapat diselesaikan tepat waktu sebagaimana target yang telah ditetapkan,” kata Airlangga pada Selasa (14/5/2024).
2. Konflik agraria di balik proyek strategis nasional

Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) melaporkan konflik agraria di sektor perkebunan masih mendominasi pada tahun 2023, dengan 108 dari total 241 konflik. Meski demikian, konflik agraria di sektor infrastruktur juga signifikan, mencapai 30 kasus, mencakup area seluas 243.755 hektar dan melibatkan 3.456 keluarga terdampak. Dari jumlah tersebut, 21 kasus terkait dengan Proyek Strategis Nasional (PSN).
Selama periode 2020-2023, KPA mencatat 115 konflik agraria akibat PSN yang berdampak pada 516.409 hektare lahan dan 85.555 keluarga. Konflik-konflik itu terjadi di berbagai proyek.
Sekjen KPA, Dewi Kartika menyatakan meskipun investasi sebesar Rp1 triliun mampu menyerap rata-rata 1.248 pekerja, konflik di kawasan PSN telah menyebabkan lebih dari 85 ribu petani kehilangan pekerjaan.
Menurut KPA, meningkatnya konflik agraria di berbagai kawasan disebabkan oleh perluasan definisi kepentingan umum sejak diberlakukannya Undang-Undang Cipta Kerja. Sebab, akuisisi tanah secara sepihak menjadi milik atau akan digunakan oleh negara menjadi mudah dilakukan.
"PSN yang saking ’lapar’ tanah menjadi proyek yang sangat ambisius dan perlu cepat dirampungkan dengan klaim-klaim sepihak, bahkan kekerasan, menggusur masyarakat yang sudah lama mendiami tanah itu,” kata Dewi dikutip dari situs resmi KPA.
3. Konflik di PSN Rempang Eco-City

Salah satu konflik pada proyek strategis nasional yang masih hangat adalah Proyek Rempang Eco-City, yang dikembangkan oleh PT Makmur Elok Graha (MEG), adalah salah satu PSN dengan total investasi Rp381 triliun hingga 2080.
Penolakan terhadap relokasi Pulau Rempang sempat memicu kericuhan antara masyarakat dan petugas pengamanan. Pada 7 September 2023, terjadi bentrokan saat tim pemerintah yang didampingi petugas gabungan hendak melakukan pengukuran lahan.
Warga memblokir akses di Jembatan 4 Rempang Galang, yang kemudian dibalas dengan penembakan gas air mata oleh petugas. Kericuhan serupa terjadi pada 11 September 2023 saat aksi unjuk rasa di Kantor BP Batam, di mana beberapa orang tak dikenal memicu kekacauan dengan pelemparan batu dan upaya pembakaran.
Sunardi, salah satu warga Pulau Rempang, menyatakan masyarakat mendukung masuknya investasi ke wilayah mereka. Namun, dia menekankan pemerintah seharusnya tidak menggusur masyarakat kampung tua di Pulau Rempang.
Menurutnya, masih banyak lahan di pulau tersebut yang dapat digunakan tanpa perlu menghancurkan belasan kampung tua. Sunardi berharap pemerintah menemukan solusi yang baik agar investasi tetap berjalan tanpa melukai perasaan warga setempat.
"Lahan di Pulau Rempang ini banyak, seharusnya tidak perlu sampai menggusur masyarakat kampung tua. Pemerintah seharusnya memiliki formulasi yang baik sehingga investasi ini dapat berjalan tanpa melukai hati masyarakat setempat," kata dia kala itu.
4. Konflik di PSN Desa Wadas

Konflik Tambang Andesit di Desa Wadas, Purworejo, terjadi karena rencana pemerintah menggunakan lahan desa sebagai lokasi penambangan untuk pembangunan Bendungan Bener, yang merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional.
Dikhawatirkan proyek penambangan di Desa Wadas ini bakal mengancam pendapatan masyarakat yang sebagian besar merupakan petani yang memanfaatkan hutan sebagai sumber kehidupan masyarakat.
Menurut Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP) salah satu anggota ILC Asia, rencana penggalian batu andesit untuk bendungan Bener sangat membahayakan.
Berdasarkan dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Purworejo Tahun 2011-2031 dinyatakan bahwa Desa Wadas merupakan salah satu area resapan air.Jika ada konstruksi besar-besaran maka jenis kontur tanah di Desa Wadas yang berupa perbukitan akan rawan kekeringan dan longsor.
Warga Wadas menolak karena khawatir akan kehilangan tanah warisan mereka dan dampak lingkungan yang merugikan.
Konflik tersebut memanas ketika aparat mencoba melakukan pengukuran lahan pada Februari 2022, yang berujung pada penangkapan warga dan bentrokan. Meskipun ada upaya dialog, penolakan warga masih kuat.
"Dampak pertambangan yang akan dilakukan di Wadas itu tidak main-main. Dampak itu bisa dirasakan sebelum pertambangan terjadi, baru rencana. Dialami terutama warga yang sudah menyerahkan tanah, secara paksa, sistemik," kata Sana Ulaili di Kantor LBH Yogyakarta, Kotagede, Kota Yogyakarta pada 2022 lalu.
5. Pencemaran air akibat PSN nikel

Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) menyoroti dampak lingkungan yang disebabkan oleh Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP), kawasan industri terpadu yang berlokasi di Halmahera Tengah, Maluku Utara, salah satu pusat pengolahan nikel terbesar di Indonesia
JATAM mempertanyakan komitmen dalam pembangunan infrastruktur dan penyediaan air bersih. Sebab, janji tersebut tidak terealisasi dengan baik. Ironisnya, IWIP disebut mengonsumsi air bersih lebih banyak dari penduduk Kabupaten Halmahera Tengah.
Sementara itu warga Lelilef masih mengalami krisis air bersih. Warga harus menggali sumur sedalam 10 meter untuk mendapatkan air asin atau membeli air dengan harga tinggi.
JATAM juga mengungkap pencemaran sungai di sekitar wilayah industri semakin parah sejak IWIP beroperasi. Sungai Kobe dan sungai lainnya tercemar logam berat seperti nikel, kadmium, dan tembaga, dengan kadar yang melebihi batas aman.
Hal tersebut berdampak pada hilangnya biota sungai dan menyebabkan warga bergantung pada air galon. JATAM menilai aktivitas IWIP melanggar peraturan lingkungan dan mengancam hak dasar warga atas air bersih.
Hasil uji sampel yang dilakukan JATAM menunjukkan pencemaran sungai yang signifikan, terutama kandungan nikel dan amonia yang melebihi ambang batas. Menurut mereka, kondisi itu mengindikasikan kegiatan pertambangan IWIP berdampak serius terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat setempat.