4 Poin Penanganan Keracunan MBG: Tanggung Jawab SPPG, Sekolah dan Pemda

- Pemerintah menghentikan sementara dapur MBG bermasalah.
- Pemda dan K/L wajib terlibat dalam pengawasan program MBG.
- SPPG harus memiliki Sertifikat Laik Higienis dan Sanitasi dalam waktu satu bulan.
Jakarta, IDN Times - Pemerintah menyoroti keracunan makanan yang menimpa ribuan penerima manfaat program Makan Bergizi Gratis (MBG) sebagai kejadian luar biasa (KLB). Program itu sudah menyebabkan 5.914 penerima manfaat mengalami keracunan makanan.
Kasus keracunan terbesar dari MBG terjadi di Kota Bandar Lampung dengan 503 korban, disusul Kabupaten Lebong, Bengkulu (467 korban), Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat (411 korban), Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah (339 korban), dan Kabupaten Kulon Progo, DIY (305 korban).
Melihat kondisi itu, Presiden Prabowo Subianto menginstruksikan Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan (Zulhas) menggelar rapat koordinasi terbatas (rakortas) pada Minggu, (28/9/2025) kemarin yang bertempat di kantor Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Jakarta Selatan.
Ada empat poin yang diputuskan pemerintah melalui rapat tersebut.
1. SPPG yang bermasalah disetop dan diinvestigasi

Keputusan rapat yang pertama ialah menghentikan sementara Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur MBG bermasalah, yang menyebabkan keracunan.
"Jadi yang bermasalah ditutup sementara, dilakukan evaluasi dan investigasi. Salah satu evaluasi yang pertama adalah mengenai kedisiplinan, kualitas, kemampuan, juru masak-tidak hanya di tempat yang terjadi, tetapi di seluruh SPPG," tutur Zulhas.
SPPG juga wajib melakukan sterilisasi terhadap seluruh alat makan, memperbaiki sistem sanitasi dan pembuangan limbah.
"Itu antara lain, semua dievaluasi dan diinvestigasi, tapi ada beberapa tadi yang saya sampaikan," ucap Zulhas.
2. Pemda harus rutin awasi program MBG

Kedua, seluruh pemerintah daerah (pemda) dan kementerian/lembaga (K/L) terkait wajib terlibat dalam pengawasan program MBG.
"Kemudian diperintahkan semua kementerian/lembaga, pemda, pemangku kepentingan MBG ikut dan aktif dalam proses perbaikan ini. Pemda, K/L terkait juga harus bersama-sama, tidak menunggu, tapi aktif melakukan pengawasan," ujar Zulhas.
3. SPPG wajib penuhi SLHS dengan tenggat waktu 1 bulan
Lalu, SPPG juga wajib memiliki Sertifikat Laik Higienis dan Sanitasi (SLHS).
"Rakor kami juga tadi baru selesai, memang Sertifikat Laik Higienis dan Sanitasi itu syarat. Tetapi setelah pasca kejadian, sekarang mendapat peraturan khusus, harus atau wajib hukumnya setiap SPPG harus punya SLHS, harus. Harus itu, nanti dicek, karena kalau tidak ada ini nanti kejadian lagi," tutur Zulhas.
Terpisah, Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikit mengatakan syarat SLHS harus dipenuhi SPPG dalam waktu satu bulan.
"Kita akan percepat supaya semua SPPG yang ada memenuhi standar dari kebersihannya, standar dari orang-orangnya, standar juga dari prosesnya supaya lebih baik, diharapkan dalam satu bulan selesai semuanya," tutur Budi.
4. Sekolah harus aktif awasi MBG

Kembali ke Zulhas, dia mengatakan keputusan keempat adalah memastikan layanan kesehatan di daerah dan sekolah juga harus terlibat dalam pengawasan MBG.
"Kami sudah meminta juga Menteri Kesehatan untuk mengoptimalkan atau menginstruksikan Puskesmas di seluruh Tanah Air, dan juga UKS untuk ikut secara aktif, tanpa diminta, aktif, untuk ikut memantau SPPG secara rutin, secara berkala," kata Zulhas.