Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Dampak Utama Penutupan Selat Hormuz bagi Indonesia, Wajib Tahu

Peta Selat Hormuz (commons.wikimedia.org/Goran_tek-en, free license)
Intinya sih...
  • Penutupan Selat Hormuz memicu lonjakan harga minyak mentah dunia hingga 100-150 dolar AS per barel, membebani biaya energi nasional.
  • Lonjakan harga BBM dan gas menyulitkan kelompok berpenghasilan rendah, melemahkan daya beli masyarakat.
  • Kenaikan harga energi global memperbesar defisit transaksi berjalan, melemahkan nilai tukar rupiah dan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Selat Hormuz merupakan salah satu jalur pelayaran paling strategis di dunia yang menghubungkan Teluk Persia dengan Laut Arab. Setiap harinya, sekitar 20 persen minyak mentah global dan sepertiga gas alam cair dunia dikirim melalui selat ini, terutama dari negara-negara Timur Tengah seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Qatar.

Ketika muncul ancaman penutupan selat ini oleh Iran, dampaknya langsung mengkhawatirkan pasar energi global. Bagi Indonesia, yang masih sangat bergantung pada impor minyak dan gas, gangguan di Selat Hormuz bisa memicu krisis energi dalam negeri. Meski letaknya jauh, gejolak di Timur Tengah dapat berimbas langsung pada ekonomi dan kehidupan masyarakat Indonesia.

Berikut beberapa dampak utama yang perlu kita ketahui jika Selat Hormuz ditutup.

1. Harga minyak melonjak, BBM terancam naik

ilustrasi tambang minyak (pexels.com/Zukiman Mohamad)

Penutupan Selat Hormuz dapat langsung memicu lonjakan harga minyak mentah dunia. Pasokan global yang terganggu akan mendorong harga minyak ke level yang jauh lebih tinggi, bahkan bisa menembus 100 hingga 150 dolar AS per barel. Bagi Indonesia yang sebagian besar kebutuhan minyaknya masih dipenuhi lewat impor, kondisi ini akan sangat membebani biaya energi nasional.

Jika harga minyak melonjak, pemerintah dihadapkan pada dua pilihan sulit, yaitu menambah anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) atau menaikkan harga jual ke masyarakat. Keduanya berdampak langsung, baik terhadap anggaran negara maupun daya beli masyarakat. Kenaikan harga BBM berpotensi memicu protes publik dan mendorong inflasi, terutama pada sektor transportasi dan logistik.

2. Inflasi meningkat sementara daya beli masyarakat menurun

ilustrasi uang (unsplash.com/Alexander Mils)

Lonjakan harga BBM dan gas akan menjalar ke harga barang dan jasa lainnya. Biaya distribusi naik, harga bahan pokok terdorong, dan pada akhirnya masyarakat harus merogoh kocek lebih dalam untuk kebutuhan sehari-hari. Inflasi pun menjadi tak terhindarkan dan menyulitkan kelompok berpenghasilan rendah.

Ketika harga melonjak, daya beli masyarakat akan melemah. Konsumsi rumah tangga yang menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi nasional bisa melambat. Jika tidak diantisipasi dengan kebijakan pengendalian harga dan bantuan sosial yang tepat sasaran, tekanan ini bisa mengganggu stabilitas sosial dan ekonomi.

3. Nilai tukar rupiah semakin tertekan

ilustrasi uang rupiah (pexels.com/Robert Lens)
ilustrasi uang rupiah (pexels.com/Robert Lens)

Kenaikan harga energi global juga akan meningkatkan kebutuhan impor dan memperbesar defisit transaksi berjalan. Dalam kondisi seperti ini, permintaan terhadap dolar AS meningkat, sedangkan pasokan devisa tidak cukup kuat untuk menahan tekanan. Akibatnya, nilai tukar rupiah bisa melemah secara signifikan.

Rupiah yang melemah akan memperbesar biaya impor, termasuk untuk energi dan bahan baku industri. Tekanan terhadap rupiah juga bisa berdampak pada investor asing yang cenderung menarik modal dari pasar negara berkembang, menambah tekanan pada pasar keuangan Indonesia.

Situasi ini bisa membuat Bank Indonesia (BI) terpaksa menaikkan suku bunga untuk menahan depresiasi, yang pada akhirnya bisa memperlambat pertumbuhan ekonomi.

4. Risiko terhadap stabilitas ekonomi dan APBN

ilustrasi kapal kargo (pexels.com/Tom Fisk)

Dengan meningkatnya harga energi dan pelemahan nilai tukar, tekanan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pun akan membesar. Pemerintah harus menambah subsidi energi atau menyesuaikan harga BBM, keduanya berisiko terhadap defisit anggaran. Selain itu, kebutuhan impor energi yang mahal bisa membuat neraca perdagangan terganggu.

Jika krisis berlangsung lama, pemerintah mungkin harus memangkas belanja lain demi menjaga stabilitas fiskal. Ini bisa mempengaruhi program pembangunan, bantuan sosial, hingga proyek infrastruktur. Situasi global yang tidak menentu, seperti penutupan Selat Hormuz, bisa memaksa Indonesia melakukan penyesuaian kebijakan yang menyakitkan, namun perlu demi menjaga ekonomi tetap stabil.

5. Ancaman terhadap ketahanan energi nasional

ilustrasi industri (pexels.com/Pixabay)

Penutupan Selat Hormuz juga memperlihatkan betapa rentannya ketahanan energi Indonesia terhadap krisis global. Saat jalur pasokan utama terganggu, Indonesia tidak memiliki cadangan energi strategis yang cukup besar untuk menahan guncangan dalam jangka panjang. Ketergantungan pada impor minyak dan gas dari kawasan Timur Tengah membuat Indonesia sangat rentan terhadap fluktuasi harga dan pasokan.

Situasi ini bisa menjadi sinyal bagi pemerintah untuk mempercepat transisi energi dan diversifikasi sumber pasokan. Pengembangan energi baru terbarukan, peningkatan cadangan strategis nasional, serta kerja sama energi dengan negara lain di luar Timur Tengah menjadi langkah penting ke depan. Ketahanan energi tidak hanya soal pasokan, tapi juga soal stabilitas dan kemandirian ekonomi bangsa.

Penutupan Selat Hormuz bukan sekadar isu geopolitik yang jauh dari Indonesia, tapi sebuah ancaman nyata yang dapat mengguncang ekonomi nasional, mulai dari harga BBM yang melonjak, inflasi yang menghantam masyarakat, hingga tekanan terhadap nilai tukar dan ketahanan energi, semuanya saling berkaitan dan berdampak langsung pada kehidupan sehari-hari. Kondisi ini menjadi pengingat penting bahwa Indonesia perlu memperkuat fondasi ekonominya, mengurangi ketergantungan pada energi impor, dan mempercepat langkah menuju kemandirian energi agar lebih siap menghadapi perubahan di masa mendatang.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Jujuk Ernawati
EditorJujuk Ernawati
Follow Us