Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Apa Itu Klausul No-Shop dalam Dunia Bisnis?

ilustrasi perjanjian (unsplash.com/Gabrielle Henderson)
ilustrasi perjanjian (unsplash.com/Gabrielle Henderson)
Intinya sih...
  • Klausul no-shop mencegah penjual mencari tawaran lain setelah perjanjian ditandatangani, memberi keuntungan bagi calon pembeli dan mencegah kenaikan harga.
  • Klausul no-shop banyak digunakan dalam proses akuisisi perusahaan, seperti pada kasus akuisisi LinkedIn oleh Microsoft dengan tambahan ketentuan break-up fee.
  • Pada situasi tertentu, klausul no-shop tidak berlaku, terutama pada perusahaan terbuka yang memiliki tanggung jawab kepada para pemegang saham.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Klausul no-shop disebut sebagai salah satu aturan dalam perjanjian antara penjual dan calon pembeli yang melarang penjual mencari atau menerima tawaran dari pihak lain.

Artinya, setelah adanya letter of intent (LOI) atau perjanjian awal, penjual tidak bisa lagi menawarkan bisnis atau asetnya kepada calon pembeli lain. LOI sendiri merupakan bentuk komitmen dari satu pihak untuk melanjutkan kerja sama atau menyelesaikan kesepakatan bisnis.

Dilansir Investopedia, klausul no-shop atau dikenal juga dengan istilah no-solicitation clause umumnya dipakai oleh perusahaan besar dan ternama.

Penjual biasanya menyetujuinya sebagai tanda itikad baik. Namun, klausul ini tidak berlaku selamanya karena biasanya memiliki masa kedaluwarsa dan hanya efektif untuk jangka waktu tertentu.

1. Kenapa klausul no-shop penting?

ilustrasi perjanjian kontrak (pexels.com/RDNE Stock project)
ilustrasi perjanjian kontrak (pexels.com/RDNE Stock project)

Klausul no-shop memberi keuntungan bagi calon pembeli karena mencegah penjual mencari tawaran lain yang mungkin lebih menarik. Setelah perjanjian ditandatangani, pembeli memiliki waktu untuk mempertimbangkan kesepakatan, baik untuk melanjutkannya maupun membatalkannya.

Klausul tersebut juga mencegah penjual menerima tawaran tidak resmi dari pihak lain yang bisa lebih menguntungkan. Itulah mengapa klausul semacam itu banyak ditemui dalam proses merger dan akuisisi (M&A).

Dari sisi pembeli, klausul dianggap sangat membantu karena bisa menghindari kenaikan harga akibat adanya persaingan penawaran. Meski begitu, dari sisi penjual, klausul yang berlaku terlalu lama justru bisa merugikan, terutama jika pembeli memutuskan mundur di tengah jalan atau setelah proses due diligence.

Dalam praktiknya, pembeli yang punya posisi kuat bisa meminta klausul no-shop agar tidak menimbulkan kenaikan valuasi atau memberi sinyal ketertarikan ke pasar. Sebaliknya, penjual bisa saja menyetujuinya sebagai bentuk itikad baik, terutama jika ingin membangun hubungan dengan calon pembeli tersebut.

2. Contoh penerapan klausul no-shop

ilustrasi perjanjian utang (pexels.com/Andrea Piacquadio)
ilustrasi perjanjian utang (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Klausul no-shop banyak digunakan dalam proses akuisisi perusahaan. Misalnya, Apple bisa saja meminta klausul itu saat menilai kemungkinan akuisisi suatu perusahaan.

Karena reputasi Apple yang besar, pihak penjual biasanya bersedia menyetujui klausul tersebut dengan harapan tawaran yang diberikan cukup tinggi atau memberikan sinergi bernilai besar.

Contoh nyata terjadi pada 2016 ketika Microsoft mengumumkan rencana akuisisi LinkedIn. Keduanya sepakat untuk menerapkan klausul no-shop sehingga LinkedIn tidak bisa mencari tawaran dari pihak lain.

Microsoft bahkan menambahkan ketentuan break-up fee, di mana LinkedIn wajib membayar 725 juta dolar AS jika akhirnya menutup kesepakatan dengan pembeli lain. Kesepakatan tersebut akhirnya rampung pada Desember 2016.

3. Pengecualian dalam klausul no-shop

ilustrasi perjanjian (pexels.com/Ron Lach)
ilustrasi perjanjian (pexels.com/Ron Lach)

Meski terikat dalam perjanjian, ada situasi tertentu di mana klausul no-shop tidak berlaku. Hal tersebut biasanya terjadi pada perusahaan terbuka yang memiliki tanggung jawab kepada para pemegang saham.

Dalam kasus seperti itu, perusahaan tetap bisa mencari penawar tertinggi meski dewan direksi telah menandatangani klausul no-shop dengan calon pembeli. Keputusan tersebut dilakukan demi menjaga kepentingan terbaik pemegang saham.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us