Apollo Kucurkan Rp99,1 Triliun untuk Proyek Nuklir di Inggris

- Apollo mendukung proyek nuklir Hinkley Point C dengan pendanaan senilai 4,5 miliar poundsterling (Rp99,1 triliun) dan bunga di bawah 7 persen.
- Biaya proyek Hinkley Point C membengkak hingga hampir 46 miliar poundsterling (Rp1 kuadriliun), kritik terkait keberlanjutan proyek pun semakin menguat.
- Hinkley Point C diharapkan memenuhi 7 persen kebutuhan listrik Inggris, membuka peluang inovasi pendanaan seperti tokenisasi infrastruktur oleh Apollo.
Jakarta, IDN Times - Apollo Global Management, perusahaan ekuitas swasta asal Amerika Serikat (AS), mengumumkan pendanaan sebesar 4,5 miliar poundsterling (Rp99,1 triliun) untuk proyek pembangkit listrik tenaga nuklir Hinkley Point C di Inggris pada Jum'at (20/6/2025). Proyek ini digarap Électricité de France (EDF) dan menjadi bagian dari strategi Inggris mencapai emisi nol bersih pada 2050 dan memperkuat ketahanan energi nasional.
Dana tersebut berasal dari afiliasi yang dikelola Apollo, termasuk dana investasi dan akun strategis, melalui penerbitan obligasi callable berbunga tetap oleh EDF. Meski menghadapi penundaan dan lonjakan biaya, Hinkley Point C tetap menjadi tonggak transisi Inggris menuju energi rendah karbon.
1. Dukungan Apollo untuk proyek strategis
Apollo menyatakan komitmen kuat mendukung infrastruktur energi bersih dengan pinjaman tanpa jaminan senilai 4,5 miliar poundsterling (Rp99,1 triliun) dan bunga di bawah 7 persen. Sebagian besar dana digunakan untuk Hinkley Point C, sementara sisanya dapat dialihkan ke proyek EDF lain di Inggris.
Transaksi ini menjadi salah satu kesepakatan kredit swasta terbesar dalam sejarah Inggris, mencerminkan kepercayaan terhadap proyek energi strategis ini.
Berlokasi di Somerset, Inggris, Hinkley Point C dirancang memasok listrik bagi enam juta rumah saat beroperasi penuh pada akhir dekade ini. Proyek ini sebelumnya kekurangan dana setelah China General Nuclear Power Corp (CGN) mundur pada 2023 akibat ketegangan geopolitik. Pendanaan dari Apollo menutup kekosongan tersebut tanpa melibatkan pembiayaan negara.
“Kami bangga menyediakan pembiayaan besar yang dirancang khusus untuk EDF, mendukung peran penting mereka dalam kedaulatan energi Eropa dan infrastruktur listrik Inggris,” kata Jamshid Ehsani, Partner di Apollo, dikutip dari Investing. Ia menambahkan, investasi ini mencerminkan meningkatnya peran investor swasta dalam proyek infrastruktur jangka panjang.
2. Biaya membengkak, kritik menguat
Disetujui pada 2016, proyek ini mengalami penundaan dan pembengkakan biaya dari 18 miliar poundsterling (Rp396,6 triliun) menjadi hampir 46 miliar poundsterling (Rp1 kuadriliun), menjadikannya proyek nuklir termahal dalam sejarah Inggris. Penarikan CGN menyusul kebijakan Inggris membatasi akses China ke infrastruktur kritis, makin mempersulit pendanaan.
Meski begitu, pemerintah Inggris tetap menjadikan Hinkley Point C sebagai pilar utama strategi energi. Menteri Energi Inggris, Ed Miliband, menilai tenaga nuklir krusial dalam mewujudkan era emas energi bersih untuk menghadapi krisis iklim. Namun, kritik muncul terkait keberlanjutan proyek akibat biaya dan penundaan yang membesar.
“Skala pendanaan dan kenaikan biaya di Hinkley Point C menimbulkan tantangan bagi proyek serupa seperti Sizewell C,” ungkap laporan Office for Value for Money, dilansir New Civil Engineer. Laporan itu menekankan perlunya model pendanaan baru demi kelangsungan proyek nuklir masa depan.
3. Dampak jangka panjang dan inovasi finansial
Hinkley Point C diproyeksikan memenuhi 7 persen kebutuhan listrik Inggris, mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan impor gas. Keberhasilannya diharapkan menjadi acuan bagi proyek nuklir lain seperti Sizewell C yang baru mendapat dukungan pendanaan pemerintah sebesar 14,2 miliar poundsterling (Rp312,9 triliun).
Investasi Apollo juga membuka peluang inovasi pendanaan seperti tokenisasi infrastruktur, guna meningkatkan transparansi dan akses investor.
“Komitmen Apollo untuk Hinkley Point C bukan sekadar dukungan terhadap nuklir, tapi langkah strategis menuju infrastruktur bersih dan andal,” tulis Coinfomania.
Namun, tantangan geopolitik dan risiko finansial tetap mengintai. Penarikan China mencerminkan dinamika global yang mengaitkan investasi energi dengan keamanan nasional.
“Apollo mempertimbangkan pentingnya strategi energi nuklir dan jaminan harga dari pemerintah Inggris sebagai mitigasi risiko finansial,” kata laporan AInvest di situs resminya. Dengan pendanaan ini, Hinkley Point C tetap menjadi motor utama transisi energi Inggris.