Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

AS Klaim Tarif Resiprokal Trump Adil, Ini Alasannya

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump menandatangani Perintah Eksekutif mengenai rencana tarif Pemerintah pada acara “Make America Wealthy Again”, Rabu, 2 April 2025 (flickr.com/The White House)
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump menandatangani Perintah Eksekutif mengenai rencana tarif Pemerintah pada acara “Make America Wealthy Again”, Rabu, 2 April 2025 (flickr.com/The White House)
Intinya sih...
  • Pemerintah AS menegaskan kebijakan tarif impor adalah langkah yang adil dan bertujuan untuk mengutamakan negaranya.
  • Defisit neraca perdagangan AS mencapai Rp19.864 triliun pada 2024, sehingga diperlukan tarif konsisten sebagai langkah yang adil.
  • Tarif impor tertinggi sebagian besar dikenakan pada produk-produk dari negara-negara Asia dan Afrika, termasuk Indonesia dengan tarif 32 persen.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Pemerintah Amerika Serikat (AS) menegaskan kebijakan tarif impor terhadap sejumlah negara (termasuk Indonesia) adalah kebijakan yang adil. Pemerintah AS menilai kebijakan perdagangan dengan tarif resiprokal yang diumumkan Presiden Donald Trump itu juga bertujuan untuk mengutamakan negaranya.

“Selama beberapa dekade, Amerika Serikat telah menyerahkan pekerjaan, inovasi, kekayaan, dan keamanan kepada negara-negara asing yang telah menggunakan berbagai praktik yang tidak adil, tidak timbal balik, dan menyimpang untuk mendapatkan keuntungan atas produsen dalam negeri kita,” bunyi pernyataan resmi Gedung Putih yang dikutip Minggu, (6/3/2025).

1. AS alami defisit neraca perdagangan hingga Rp19 ribu triliun

Ilustrasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (ANTARA FOTO/ Sigid Kurniawan)
Ilustrasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (ANTARA FOTO/ Sigid Kurniawan)

Gedung Putih menyatakan kebijakan tarif resiprokal itu adalah langkah yang baik melihat AS telah mengalami defisit neraca perdagangan yang terus-menerus melonjak. Dikutip dari situs resmi, Gedung Putih menyatakan defisit neraca perdagangan AS tembus 1,2 triliun dolar AS atau setara Rp19.864 triliun (kurs Rp16.554 per dolar AS) pada 2024.

Kantor Perwakilan Perdagangan AS (United States Trade Representative/USTR) menyatakan tarif yang konsisten adalah kebijakan yang adil saat negaranya mengalami defisit neraca perdagangan secara terus-menerus.

"Jika defisit perdagangan terus-menerus terjadi karena kebijakan dan fundamental tarif dan nontarif, maka tingkat tarif yang konsisten dengan mengimbangi kebijakan dan fundamental ini bersifat timbal balik dan adil,” tulis USTR seperti yang dikutip dari CNBC.

2. Cara AS tetapkan tarif resiprokal bagi 185 negara

Daftar negara yang kena tarif resiprokal AS. (X/@WhiteHouse)
Daftar negara yang kena tarif resiprokal AS. (X/@WhiteHouse)

Setidaknya, ada 185 negara yang terdampak tarif resiprokal. Tarif impor tertinggi sebagian besar dikenakan pada produk-produk dari negara-negara Asia dan Afrika.

Misalnya tarif 50 persen terhadap produk yang diimpor AS dari Lesotho, negara yang terletak di Benua Afrika. Kemudian, Kamboja 49 persen, Laos 48 persen, Madagaskar 47 persen, Vietnam 46 persen, Sri Lanka 44 persen, Myanmar 44 persen, Suriah 41 persen, dan Mauritius 40 persen.

China, negara yang menjadi salah satu target dalam perang dagang Trump mendapatkan tarif impor sebesar 34 persen. Indonesia sendiri mendapatkan tarif impor 32 persen.

Pemerintah AS sendiri merilis rumus penentuan besaran tarif itu, yakni dengan angka defisit perdagangan dibagi ekspor negara tersebut ke AS. Kemudian hasilnya diubah menjadi persentase, dan dibagi dua, dengan batas bawah 10 persen.

3. Kebijakan Trump dinilai tak adil bagi negara berkembang

Infografis 15 Daftar Ekspor RI yang Paling Terdampak Tarif Trump (IDN Times/Aditya Pratama)
Infografis 15 Daftar Ekspor RI yang Paling Terdampak Tarif Trump (IDN Times/Aditya Pratama)

Namun, menurut Ekonom Senior Natixis, Trinh Nguyen, kebijakan tarif resiprokal tak adil bagi negara-negara berkembang, termasuk negara-negara di Asia.

Sejumlah negara di Asia memang mengenakan tarif terhadap barang yang diimpor dari AS. Namun, harga barang-barang itu jauh lebih tinggi dibandingkan harga barang yang diekspor ke AS.

“Mengingat barang-barang AS jauh lebih mahal, dan daya beli lebih rendah untuk negara-negara yang menjadi sasaran tarif tertinggi, pilihan tersebut tidak optimal,” kata Nguyen.

Dia menyontohkan Vietnam yang mencatatkan surplus perdagangan terbesar keempat dengan AS. Sebelum Trump mengumumkan tarif resiprokal, negara itu telah menurunkan tarif terhadap barang impor AS.

“Vietnam, misalnya, menonjol karena memiliki surplus perdagangan terbesar keempat dengan AS dan telah menurunkan tarif terhadap AS sebelum pengumuman tarif tanpa penangguhan apa pun,” ucap Nguyen.

Sehingga, dia melihat rumus tarif di atas bukanlah resiprokal, melainkan rumus ketidakseimbangan perdagangan.

“Hal ini membuat Asia, khususnya negara-negara Asia yang lebih miskin, sangat sulit untuk memenuhi permintaan AS untuk mengurangi tarif dalam jangka pendek karena patokannya adalah membeli lebih banyak barang Amerika daripada yang mereka ekspor ke AS,” tutur Nguyen.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Vadhia Lidyana
Dwi Agustiar
Vadhia Lidyana
EditorVadhia Lidyana
Follow Us