Rachmat Gobel: Pemerintah Terlambat Susun Strategi Hadapi Tarif Trump

- Rachmat Gobel mengkritik pemerintah lambat merespons kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump.
- Trump menerapkan tarif impor baru terhadap produk Indonesia, dan Rachmat menegaskan perlunya langkah konkret dari pemerintah.
- Pemerintah menunda konferensi pers untuk merespons kebijakan tarif AS, karena membutuhkan kajian lebih mendalam untuk memberikan tanggapan komprehensif.
Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi VI DPR RI, Rachmat Gobel, mengkritik pemerintah yang dinilai terlambat mengambil langkah untuk mengantisipasi kebijakan tarif yang diterapkan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.
Rachmat mengatakan seharusnya pemerintah Indonesia sudah membuat beragam stategi sejak pidato kenegaraan Presiden Trump usai dilantik pada Januari lalu.
"Bukan terlambat satu hari, tapi sudah sejak Presiden Trump diumumkan, seharusnya kita sudah tahu apa yang harus kita buat sekarang. Kalau sekarang sih, bukan terlambat, terlambat sekali," ujar Gobel dalam Real Talk with Uni Lubis by IDN Times, Jumat (5/4/2025).
Diketahui, Trump menerapkan kebijakan tarif impor baru atau resiprokal tarif yang diumumkannya sejak 2 April lalu. Kebijakan ini akan memberlakukan tarif tambahan terhadap produk impor dari berbagai negara, tak terkecuali pada beberapa negara Asia, termasuk Indonesia yang dikenakan tarif 32 persen terhadap produk-produk Indonesia yang diekspor ke Amerika Serikat (AS).
1. Harusnya siapkan strategi sejak Trump dilantik jadi Presiden AS

Rachmat menegaskan sejak Trump terpilih dan dilantik, arah kebijakan ekonominya sudah jelas terlihat, terutama terkait kebijakan perdagangan dan tarif impor yang berpotensi berdampak pada Indonesia.
"Mestinya sejak waktu itu, sudah ada langkah-langkah dan antisipasi yang jelas dari pemerintah untuk mendorong dan menjaga industri-industri kita. Dampaknya (kebijakan Trump) kepada kita sudah jelas. Nah, inilah kita sekarang," katanya.
Rachmat juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap sikap pemerintah Indonesia yang tidak merespons cepat kebijakan Trump. Oleh karena itu, sikap yang harus dilakukan saat ini adalah melawan dan melobi agar Trump menurunkan tarifnya.
"Bagaimana sikap pemerintah? Kalau melawan ya, tapi seberapa kuat kita bisa melawan? Jadi kita melakukan lobi-lobi kembali (tarif Trump terhadap Indonesia). Di samping kita memperkuat, mengevaluasi semua industri kita, apa yang harus kita perkuat. Dan bagaimana juga melindungi industri dalam negeri kita sendiri," kata dia.
2. Pemerintah diminta proaktif lindungi industri dalam negeri dan jaga daya saing dunia usaha

Rachmat menilai pemerintah Indonesia perlu lebih proaktif dalam merespons perubahan kebijakan global, dan segera mengambil langkah konkret untuk melindungi industri dalam negeri, serta menjaga daya saing di pasar internasional.
"Pasar dalam negeri diperkuat, kangan sampai diisi oleh produk-produk yang enggak bisa masuk ke Amerika justru masuk ke Indonesia. Kita ini paling longgar sama (barang-barang) impor, misalnya tekstil, saya lihat di pasar masih berkembang pakaian bekas dari luar. Ini sudah lama dan sudah mematikan industri tekstil dalam negeri. Jadi produk impor ilegal juga sangat tinggi,” ungkapnya.
"Pasar kita ini besar. Kalau pemerintah betul melihat, kita bisa tutup pasar untuk produk-produk elektronik dari negara seperti Malaysia atau Singapura. Di sini besar kok. Bisa kalau pemerintah mau," sambung Rachmat.
3. Pemerintah tunda konferensi pers, meski Trump umumkan kenakan tarif impor 32 persen untuk Indonesia

Sebelumnya, pemerintah memutuskan untuk menunda konferensi pers yang sebelumnya dijadwalkan untuk merespon kebijakan Amerika Serikat (AS) yang menetapkan tarif perdagangan baru 32 persen bagi Indonesia.
Penundaan ini dilakukan karena diperlukan pembahasan lebih lanjut di tingkat kementerian dan lembaga terkait, sebelum memberikan tanggapan resmi. Dalam undangan yang dibagikan, konferensi pers tersebut akan dihadiri Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan, Menteri Luar Negeri, dan Wakil Menteri Industri untuk merespons kebijakan tarif perdagangan AS.
Namun, pemerintah memutuskan untuk menunda acara tersebut dan menyatakan kebijakan tarif AS sangat teknis dan mencakup berbagai komoditas. Pemerintah menambahkan kajian lebih mendalam diperlukan untuk memberikan tanggapan yang komprehensif.
“Terkait kebijakan tarif AS yang sangat teknis dengan beragam komoditas, masih perlu pembahasan lebih lanjut di tataran masing-masing kementerian dan lembaga,” ujar pihak Kemenko Perekonomian dalam keterangannya, Kamis, 3 April 2025.