BI Waspadai Tiga Tantangan Pengendalian Inflasi

Jakarta, IDN Times - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengakui masih menemui sejumlah tantangan untuk mengendalikan inflasi tahun ini agar sesuai sasaran 3 plus minus 1 persen.
Meski pada Maret tingkat inflasi secara tahunan (yoy) menunjukkan penurunan ke level 4,97 persen dibandingkan bulan sebelumnya 5,47 persen, namun tetap mewaspadai berbagai faktor yang dapat mempengaruhi inflasi hingga akhir tahun.
"Kita memang bersyukur inflasi sudah melandai, tetapi tetap ada tiga tantangan inflasi yang harus dihadapi agar rakyat sejahtera," terang Perry dalam Kick Off Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) Jawa 2023, Rabu (5/4/2023).
1. Tiga tantangan yang diwaspadai BI

Tantangan pertama, dari sisi inflasi global yang masih tinggi yang menyebabkan harga-harga di global melonjak. Oleh karena itu, BI berupaya untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah agar harga-harga di dalam negeri tetap stabil.
“Inflasi di global masih tinggi memang sudah turun dari 10 persen tahun lalu tapi tahun ini masih di sekitar 5,6 persen. Sehingga, inflasi kita juga kena imbas. Kenapa BI betul-betul menjaga nilai tukarnya stabil? yaitu supaya harga-harga di dalam negeri stabil,” ujar Perry.
Kedua, memastikan kecukupan pasokan melalui kerjasama antar daerah dalam mensuplai bahan pangan dan mendorong ketahanan pangan dengan digitalisasi agri farming.
Ketiga, faktor musiman dimana pada triwulan III-2023 dan triwulan IV-2023 akan ada cuaca buruk, sehingga harus diatasi bersama dalam mensuplai bahan pangan agar tidak terjadi disrupsi di daerah-daerah.
“Sekarang akan menghadapi lebaran dan juga Idul Fitri yang punya barang jangan disimpan. Rakyat membutuhkan beras, minyak goreng, telur ayam, apapun untuk kebutuhan harus ada di pasar,” jelasnya.
2. GNPIP berhasil turunkan inflasi

Lebih lanjut, Perry menjelaskan bahwa melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP), inflasi pangan yang sebesar 11,47 persen pada Juli 2022 dapat ditekan menjadi 5,83 persen pada Maret 2023.
“Kami kerahkan di seluruh kantor BI seluruh Indonesia bergerak semuanya. Ada program pasar murah di 2.636 titik, kerjasama antar daerah 63 program, subsidi ongkos angkut 75 program, gerakan tanam cabai 2,39 juta polybag, dan lain sebagainya,” pungkas Perry.
Dengan demikian, ia mengajak semua pihak terus mempererat koordinasi dan kolaborasi untuk mengendalikan inflasi dan menjaga pasokan tetap tersedia.
3. Harga beras di 60 Kota masih tinggi

Sebelumnya Badan Pusat Statistik menyebut pergerakan harga beras di sebagian besar kota atau kabupaten Indonesia masih mengalami kenaikan pada periode Maret 2023.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini mencatat dari 90 kota atau kabupaten yang dilakukan pemantauan sebanyak 60 daerah mencatatkan kenaikan harga beras secara bulanan (month to month) pada Maret lalu.
Sedangkan untuk di 29 kota atau kabupaten lainnya mengalami penurunan harga beras secara mtm dan 1 kota tidak mencatatkan perubahan.
"Penurunan harga beras mulai banyak terjadi di kota-kota Pulau Jawa dan Sumatera. Meskipun demikian kota-kota di Pulau Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara Timur masih mengalami kenaikan harga beras," ujar Pudji Ismartini, dalam konferensi pers, Senin (3/4/2023).
Lebih lanjut, secara spasial berdasarkan HET, kenaikan harga beras tertinggi tercatat di Luwuk, Sulawesi Tengah yakni sebesar 25,44 persen secara mtm.
Sementara itu, penurunan terdalam terjadi di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat yankni sebesar 8,50 persen. Namun, apabila dilihat berdasarkan wilayah, di Pulau Sumatera kenaikan harga beras tertinggi terjadi di Kota Bengkulu, yakni sebesar 2,82 persen.
"Adapun deflasi beras terdalam terjadi di Kota Lhokseumawe yakni sebesar 3,42 persen. Lalu, di Pulau Jawa kenaikan harga beras tertinggi dicatatkan Kota Yogyakarta, yakni sebesar 4,72 persen dan penurunan terdalam di Kota Serang sebesar 4,72 persen," ucapnya.
Sedangkan di Pulau Kalimantan, Kota Palangka Raya mencatat kenaikan harga paling tinggi, yakni 3,11 persen. Di pulau ini tidak terdapat kota atau kabupaten yang mencatatkan deflasi beras, namun kota kenaikan terendah terjadi di Kota Banjarmasin, yakni sebesar 0,23 persen.