Bos BRI Beberkan ke DPR Analisis soal Dampak Kebijakan Trump

- Kebijakan protektif Trump berpotensi kontraksi perdagangan AS hingga 8,5%.
- Peningkatan inflasi di AS akan direspon dengan kenaikan suku bunga The Fed.
- Perang dagang AS-China dapat tekan ekonomi RI hingga 5%, hubungan dagang RI lebih kuat dengan China.
Jakarta, IDN Times - Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI, Sunarso, mengatakan kebijakan awal Trump akan cenderung lebih protektif, khususnya di perdagangan. Kondisi ini pun berpotensi mempengaruhi peningkatan inflasi dan dilanjutkan dengan kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed).
"Analisa kami kebijakannya akan cenderung protektif. Kebijakannya yang mengutamakan American first itu sebenarnya kita artikan lebih protektif dan itu kita buat simulasinya lebih protektif begini akan mengkontraksi perdagangan Amerika secara global itu akan terkontraksi sekitar 8,5 persen. Itu dampaknya nanti terhadap negara-negara yang kita anggap mitra dagangnya," ucap Sunarso dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI, Rabu (13/11/2024).
1. The Fed berpotensi naikkan suku bunga

Menurutnya, potensi meningkatnya inflasi di Paman Sam pun akan direspon oleh Bank Sentral AS, The Fed dengan kembali menaikkan suku bunga acuan.
Suku bunga The Fed tahun ini sudah dipangkas 75 bps, dengan rincian pemangkasan sebesar 50 bps pada September lalu, kemudian 25 bps pada Oktober. Dengan demikian, suku bunga The Fed saat ini di level 4,50-4,75 persen.
"Pertanyaannya adalah apakah kalau nanti terjadi inflasi gara-gara terlalu protektif akan direspon dengan suku bunga? Nah itu yang kita masih tanda tanya, mungkin barangkali ada cara yang lain kita enggak tahu. Sementara kita ikuti logic-nya secara ekonomi seperti ini," tegas Sunarso.
2. Ekonomi RI bisa terpuruk jika terjadi proteksionisme perdagangan

Jika AS lebih protektif terkait bidang perdagangan dan dibalas oleh China, maka akan berujung pada perang dagang antar kedua negara tersebut. Dampak dari konflik perdagangan ini pun akan mempengaruhi ekonomi Indonesia yang berpotensi tertekan hingga ke bawah 5 persen.
"Kalau ternyata China membalas dengan perang dagang, itu akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi kita hanya sekitar 4,7 persen sampai 5,03 persen," ucap Sunarso.
Namun, dampak yang lebih buruk bisa terjadi jika berbagai negara ramai-ramai membalas proteksionisme yang dilakukan AS.
"Itu kira-kira pertumbuhan ekonomi kita hanya dapat 4,6-4,9 persen saja. Ini analisa kita seperti ini," imbuhnya.
Menurutnya, analisa itu didapat karena melihat korelasi antara ekonomi Indonesia dengan China, yang dibandingkan antara ekonomi Indonesia dengan AS.
3. Hubungan dagang Indonesia lebih erat dengan China

Dalam catatannya, hubungan dagang Indonesia lebih kuat dengan China yakni dengan indeks korelasi 0,351, sementara dengan AS turun jadi 0,347.
Artinya setiap kenaikan atau penurunan pertumbuhan ekonomi di China lebih berpengaruh signifikan kepada Indonesia, dibandingkan pengaruh kenaikan atau penurunan pertumbuhan ekonomi di AS.
"Makanya kita juga harus hati-hati kalau ternyata AS protektif dan oleh China dibalas juga dengan perang dagang seperti yang lalu, itu dampaknya cukup signifikan kepada kita," tutur Sunarso.