Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Cerita Kevin Naftali Sukses Bawa Brand Lokal Kevas Co Mendunia

Salah satu produk berkualitas milik Kevas Co. (IDN Times/Hana Adi Perdana)

Jakarta, IDN Times – “Gua mikirnya kelemahan gua jadi kelebihan. Kelemahan gua adalah tidak punya modal untuk buka toko, tapi itu gua jadiin kelebihan," Kevin Naftali, pendiri sekaligus pemilik dari merek fesyen Kevas Co, saat berbincang dengan IDN Times, Senin (8/11/2021). Berpegang pada optimisme itulah Kevin mengawali bisnisnya.

"Di mana sekarang, justru digital bisa lebih banyak menjaring market daripada offline,” sambungnya. Kevin, merupakan salah satu pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang sukses mendulang pundi-pundi rupiah lewat digitalisasi bisnis. Ia sadar betul pasar digital punya prospek yang sangat menjanjikan.

Perjalanan Kevin dengan Kevas Co miliknya dimulai pada 2011. Pria 28 tahun itu memulai bisnisnya saat masih kuliah di Universitas Padjajaran (Unpad), Bandung. Saat itu, Kevin sadar betul akan potensi Bandung sebagai surganya fesyen. Dia kemudian menjual produk pertamanya berupa knitwear. Kala itu, produk jenis ini cukup mecolok karena berbeda dibanding produk-produk fesyen lainnya.

Kevin bercerita, dia memulai bisnis fesyennya hanya dengan modal Rp45 ribu. Modal itu dia gunakan untuk membuat sampel produk. “Jadi gua ga beli bahan jadi. Create dari 0, dari benang jadi kain, dari kain menjadi potongan pola dada, pola punggung, jadi sweater. Produk pertamanya itu sweater rajutan,” tutur Kevin.

Kevin menjual produknya tersebut dengan sistem pre order lewat salah satu platform digital. Gayung bersambut, animo pasar digital untuk produk pertama Kevas Co. di luar ekspektasinya. Hal itu dirasakan Kevin di 3 bulan pertamanya menjual produk Kevas.

Dalam 1 bulan, dia bisa menjual sebanyak 3.600 produk. Selama periode itu juga, Kevas Co mampu mencetak laba kotor sebesar Rp594 juta per bulan. “Dulu harganya itu Rp165 ribu. Itu (pendapatan) kotor dan modalnya hanya 1/3 saja,” terangnya.

Kesuksesan tersebut membuat Kevin mampu membiayai pendidikannya sendiri hingga mendapat gelar sarjana. Di sisi lain, Kevin juga menggerakan ekonomi para pelaku usaha garmen lokal.

“Karena di Bandung itu ada desa rajut. Terus dia kan biasanya bikin-bikin buat di Tanah Abang, atau malsuin brand-brand luar, tiba-tiba gua masuk jadi yang pertama untuk create brand sendiri,” ungkapnya.

Meski sukses, Kevin sadar bahwa bisnis tak selamanya berjalan mulus. Memasuki tahun ketiganya, produk-produk Kevas banyak dipalsukan. Para pemalsu, kata Kevin, menggunakan foto asli yang diiklankan olehnya. Namun, produk yang dijual kepada konsumen tidak orisinal.

“Gua sempet beli, yang di foto sama yang nyampe di rumah nggak sesuai. Era itu kan belum ada kayak Shopee yang bisa kasih ulasan, foto, bintang dan segala macem,” paparnya.

Kevin sadar bahwa pemalsuan produk merupakan salah satu tantangan bisnis digital. Meski begitu, dia enggan ambil pusing. Kevin justru fokus dalam mengembangkan kualitas produk-produknya.

Kevin Naftali, pendiri sekaligus pemilik brand fesyen Kevas Co. (IDN Times/Hana Adi Perdana)

Tantangan itu tidak menghalangi Kevas Co untuk semakin berkembang. Kevin mengungkapkan perkembangan bisnis Kevas Co tak lepas dari pilihannya untuk bergabung dengan Shopee sekitar 2017-2018. Pada awal bergabung, Kevin mengakui pangsa pasar Shopee belum sebesar e-commerce lain di Indonesia.

Namun dalam waktu singkat, Shopee mampu melesat ke peringkat atas. Berdasarkan riset terbaru iPrice, laporan kuartal II-2021 mencatatkan Shopee termasuk yang terdepan dalam segi jumlah pengunjung situs web dengan total 126,99 juta pengunjung web per bulan.

Sementara itu berdasarkan data SimiliarWeb, tingkat kunjungan Shopee selama Agustus 2021, mencatatkan 26,92 juta pengguna aplikasi aktif haruan yang mengakses dari perangkat mobile android. Adapun asumsi jumlah kunjungan platform ini secara bulanan, mencapai 834,5 juta kunjungan.

Kesuksesan Kevas di Shopee rupanya mendapat perhatian. Pihak Shopee, kata Kevin, menawarkan brand miliknya untuk masuk Shopee Mall . Marketplace tersebut menilai Kevas Co telah memenuhi banyak aspek untuk masuk dalam Shopee Mall.

Shopee Mall merupakan sebuah platform khusus yang menampilkan produk secara eksklusif dari peritel dan brand. Shopee Mall juga merupakan bentuk komitmen Shopee dalam mendukung pemerintah Indonesia dalam mencapai target untuk menjadi ekonomi digital terbesar di kawasan Asia Tenggara.

“Kebetulan gua ditawarin (masuk Shopee Mall). Karena kriteria yang ada di Kevas masuk nih. Kayak pembalasan chat yang masuk di atas 90 persen, penjualan yang konstan dengan barang per hari sekian produk. Nah, menurut Shopee itu Kevas masuk,” ujar Kevin.

Menurut Kevin, Shopee Mall menawarkan beberapa keuntungan, mulai dari penjualan yang lebih tinggi, mendapat prioritas untuk ditampilkan di halaman pencarian, hingga prioritas berhak mengikuti Shopee Marketing Solution.

Tidak hanya itu, lewat program ekspor Shopee, Kevin semakin mudah mengekspor produk-produk Kevas. Dia bisa mengekspor produk-produk Kevas ke Singapura, Malaysia, Filipina hingga Thailand. “Gua juga kaget sih. Jadi gua memang kurang perhatian, ternyata masuk Shopee Mall, produk gua bisa diliat di lima negara,” ucapnya.

“Tadinya gua ekspor manual di beberapa temen gua yang tinggal di luar (negeri), itu sekitar tahun 2015-2016, tapi hand carry, sistemnya kayak temen gua bawa sekoper, dijual di toko sana, tiba-tiba toko disana oke dan minta lagi, gitu terus tapi terbatas kan,” Kevin menambahkan.

Logo Kevas Co di salah satu produk. (IDN Times/Hana Adi Perdana)

Kevin juga mengaku beruntung bisnisnya tidak terdampak pandemik COVID-19. Padahal, wabah tersebut memukul sektor ekonomi lebih dalam, termasuk industri fesyen.

“Kaget tuh gua. orang waktu pandemik takut kan, gua sebagai brand yang instrumen sedikit, karyawan dikit, gua sampe sekarang cuma bertiga, kemudian awal 2020 pandemik, omzet gua malah dua kali lipatnya 2019,” ujar Kevin.

Berkat hal tersebut, Kevin tetap dapat menggerakkan ekonomi pelaku usaha kecil lainnya. Dia menceritakan, produk Kevas Co 100 persen dibuat lewat kerja sama dengan home industry. Mereka tersebar di berbagai kota, mulai dari Tangerang, Bandung, Jakarta, hingga Pekalongan. Rata-rata, jumlah pegawai di industri rumahan itu mencapai 5-20 orang.

Dia senang kesuksesan Kevas bisa berdampak baik untuk bisnis kecil lainnya. Dia selalu berusaha menjaga peran itu dengan cara membayar tagihan kepada vendor secara lancar. Hal ini sebagai bentuk komitmen Kevin dalam mendukung pengrajin lokal dan menggerakkan ekonomi.

“Gua ga punya utang sama vendor. Begitu 3 x 24 jam barang sampai di storage Kevas, gua udah harus lunasin. Di mana ada beberapa brand barang jadi, belum dibayar, jualan dulu 3 bulan baru dibayar ke tempat produksi,” kata Kevin.

“Misalnya tadi pengrajin lokal punya anak yang harus bayar sekolah, harus bayar listrik, anaknya sekarang harus sekolah online segala macem, terus kita enak-enakan ngutang lalu jual dulu 3 bulan buat bayar itu orang, padahal kita punya duit, nah gua ga mau kayak gitu,” tegas dia.

Terlepas dari itu, Kevin bersyukur akselerasi digital mampu memberi dampak positif bagi UMKM. Salah satunya melalui sistem pembayaran cashless atau nontunai yang menurut Kevin, telah mendongkrak penjualan Kevas.

 “Sekarang bisa 10 macam lebih (jenis) pembayaran kan, bisa cash sampe minjem dulu, itu sih naikin penjualan ya,” katanya.

Selain kemudahan bagi konsumen, pembayaran secara nontunai juga memberikan kemudahan dan keamanan transaksi. Ke depannya, Kevin berharap akselerasi digital bisa terus memberi dampak positif, khususnya bagi UMKM.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
Hana Adi Perdana
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us