Dilanda Krisis, Ekonomi Sri Lanka Terkontraksi Sebesar 6 Persen

Jakarta, IDN Times - Bank Sentral Sri Lanka memprediksikan ekonomi negara yang tengah dilanda krisis tersebut akan terkontraksi sebesar 6 persen pada tahun 2022 ini. Bank Sentral setempat mendesak agar struktur pemerintahan yang jelas segera dibentuk agar dana talangan dari IMF maupun negara-negara lain bisa masuk.
Gubernur Bank Sentral Sri Lanka, Nandalal Weerasinghe, mengatakan angka kontraksi sebelum krisis di kuartal pertama sebesar 1,6 persen ditopang dari sektor pariwisata dengan adanya sejumlah turis yang datang ke negara yang kini telah berganti tampuk kepemimpinan usai eks presiden Gotabaya Rajapaksa melarikan diri ke luar negeri.
"Di awal tahun sebelum kerusuhan yang diakibatkan oleh krisis ekonomi, Sri Lanka mengalami kontraksi sebesar 1,6 persen pada kuartal pertama. Dengan kontraksi ekonomi yang semakin cepat pada kuartal kedua dan ketiga, diperkirakan resesi tahun ini akan lebih buruk daripada tahun 2020 silam karena dampak pandemi saat ekonomi pada waktu itu menyusut 3,5 persen," kata Nandalal Weerasinghe seperti dikutip dari The Wall Street Journal, pada Senin (18/7/2022).
1. Ekonomi Sri Lanka sendiri tumbuh sebesar 3,3 persen tahun lalu

Dikatakan Weerasinghe, ketidakpastian politik yang tengah terjadi di Sri Lanka imbas stok BBM yang terus menipis telah berdampak buruk pada hampir setiap industri. Kecuali, untuk beberapa ekspor utama seperti teh, garmen dan karet, yang memang telah diprioritaskan oleh pemerintah.
Ekonomi Sri Lanka sendiri tumbuh sebesar 3,3 persen tahun lalu dan bank sentral saat di bawah kepemimpinan Gubernur sebelumnya yakni Ajith Nivard Cabraal bahkan telah memperkirakan pertumbuhan sebesar 5,5 persen untuk 2022 baru-baru ini pada awal Januari. Namun, angka tersebut langsung direvisi sehingga turun menjadi 1 persen pada bulan April.
2. Bantuan dari negara lain untuk Sri Lanka tak kunjung terealisasi

Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe, yang sekarang bertindak sebagai presiden, mengatakan awal bulan ini bahwa ekonomi diperkirakan akan berkontraksi sebesar 4 sampai 5 persen. Upaya mencari dana talangan dari sejumlah negara seperti India dan China juga urung terlaksana imbas krisis dalam negeri yang membuat kreditur khawatir untuk menggelontorkan dananya.
Sampai saat ini, tidak ada kemajuan dalam upaya pertukaran mata uang senilai 1 miliar dolar AS dengan Reserve Bank of India atau Bank Sentral India. China juga tidak mengkonfirmasi upaya swap mata uang dengan Sri Lanka senilai 1,5 miliar dolar AS.
3. Bank Sentral Sri Lanka sebut pembahasan dana talangan dengan IMF terhenti

Kabar buruk bahkan tak berhenti menimpa Sri Lanka. Gubernur Bank Sentral Weerasinghe yang baru ditunjuk sebagai orang nomor satu di bank sentral setempat pada April lalu, mengatakan upaya pembicaraan tingkat atas dengan IMF tentang dana talangan bernilai miliaran dolar telah terhenti.
Batalnya diskusi dengan IMF adalah tak lain imbas dari tak kunjungnya diciptakan sebuah struktur pemerintahan yang solid di dalam negeri.
"Pemerintahan yang stabil sangat penting untuk mengamankan pembiayaan jangka pendek dari negara lain dan lembaga multilateral untuk pembayaran impor seperti bahan bakar, obat-obatan dan pupuk," katanya.