Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Geliat Ekonomi Lokal dari Pemanfaatan Biomassa untuk Co-Firing di PLTU

PT PLN Indonesia Power (PLN IP) memanfaatkan tandan kosong (tankos) kelapa sawit sebagai bahan bakar biomassa untuk cofiring. (Dok/Istimewa).
Intinya sih...
  • Pemanfaatan biomassa di PLTU dapat menciptakan lapangan kerja dan mendukung ekonomi lokal.
  • Biomassa diolah dari limbah pertanian yang dijual oleh masyarakat, meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan mengurangi emisi karbon.

Jakarta, IDN Times - Ekonom konsitusi Universitas Gadjah Mada (UGM), Defiyan Cori mengungkapkan pentingnya pemanfaatan biomassa sebagai bahan bakar campuran di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).

Tidak hanya untuk mendukung transisi energi yang lebih bersih, biomassa juga memberikan dampak positif bagi ekonomi lokal.

"Co-firing yang merupakan proses mencampur biomassa dengan batu bara di pembangkit listrik berbahan bakar fosil itu dapat menciptakan lapangan kerja dan mendukung ekonomi lokal melalui pengolahan limbah pertanian, kehutanan, atau perkebunan,” kata Defiyan dalam keterangan tertulisnya, Kamis (17/10/2024).

1. Penghasilan tambahan dari limbah

PLN Indonesia Power Dirikan Tempat Produksi Biomassa di Kota Medan. (Dok/Istimewa)
PLN Indonesia Power Dirikan Tempat Produksi Biomassa di Kota Medan. (Dok/Istimewa)

Co-firing tidak hanya mengurangi emisi karbon, tetapi juga memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal. Bahan biomassa diolah dari limbah pertanian yang dijual oleh masyarakat sehingga mereka bisa mendapatkan penghasilan tambahan.

“Ketika masyarakat menyadari nilai ekonomis dari limbah yang mereka hasilkan, maka bisa meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), sekaligus berkontribusi pada pengurangan emisi karbon,” ujar Defiyan.

2. Pemerintah direkomendasikan beri subsidi dan insentif

ilustrasi dana insentif (IDN Times/Aditya Pratama)

Oleh sebab itu, Defiyan merekomendasikan agar pemerintah memberikan dukungan berupa subsidi dan insentif, sehingga biomassa tetap kompetitif di pasar domestik.

Sebagai informasi, pada 2022 silam, Indonesia telah mengekspor sekitar 500 ribu ton pelet kayu dan 4,5 juta ton cangkang sawit.

“Jika harga dalam negeri lebih menarik, bahan-bahan ini bisa dimanfaatkan untuk co-firing di dalam negeri,” ucapnya.

3. Alternatif impor minyak

ilustrasi PLTU (Pexels.com/Pixabay)

Defiyan menegaskan, dengan dukungan yang tepat, co-firing tidak hanya bisa mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, tetapi juga berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan.

Dengan demikian, pemerintah khususnya Kementerian ESDM perlu mengambil langkah proaktif untuk memperluas penerapan teknologi tersebut sebagai alternatif dari impor energi, yang selama ini telah menguras devisa negara.

“Hal itu bisa sebagai alternatif dari impor minyak dan BBM yang hingga pertengahan 2024 telah menguras devisa sebesar Rp126,4 triliun,” kata Defiyan.

Sebagai catatan, saat ini mayoritas PLTU telah menggunakan teknologi co-firing yang mencampurkan batu bara dengan sumber energi terbarukan seperti serbuk gergaji, sekam padi, dan cangkang sawit.

Pada 2023, pemanfaatan biomassa dalam co-firing menunjukkan hasil yang signifikan, yakni mengurangi emisi karbon hingga 1,05 juta ton CO2 dan meningkatkan produksi energi sebesar 1,04 terawatt jam (TWh). Angka tersebut meningkat 77 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ridwan Aji Pitoko
EditorRidwan Aji Pitoko
Follow Us