Industri Diprediksi Rugi Rp182,2 T dari Implementasi PP Kesehatan

- Kajian GAPPRI: PP 28/2024 berpotensi hilangkan pajak hingga Rp160,6 triliun
- Larangan penjualan dan iklan rokok bisa rugikan ekonomi hingga Rp125,8 triliun
- Henry Najoan minta pemerintah pertimbangkan masukan industri tembakau untuk kebijakan yang seimbang
Jakarta, IDN Times - Kajian Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) menyatakan, implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 dapat berdampak terhadap ekonomi yang sangat besar, yakni mencapai Rp182,2 triliun.
Selain itu, pihaknya memprediksi bakal ada 1,22 juta pekerja di seluruh sektor yang terdampak akibat implementasi PP tersebut.
"Larangan penjualan dalam radius 200 meter dari sekolah, potensi kerugian mencapai Rp84 triliun. Pembatasan iklan berdampak ekonomi yang hilang mencapai Rp41,8 triliun," ujar Ketua Umum GAPPRI, Henry Najoan dalam keterangan resminya, Senin (17/2/2025).
1. Potensi pajak hilang mencapai lebih dari Rp160 triliun

Henry menegaskan, apabila ketiga aturan di dalam PP 28/2024 (kemasan polos, larangan penjualan, dan pembatasan iklan) diberlakukan, potensi pajak yang hilang diperkirakan mencapai Rp160,6 triliun.
"Selain itu, kemasan rokok polos berpotensi mendorong downtrading (peralihan konsumen ke produk rokok yang lebih murah) dan peralihan ke rokok ilegal 2-3 kali lebih cepat dari sebelumnya. Permintaan produk legal juga diprediksi turun sebesar 42,09 persen," tutur Henry.
Oleh karena itu, Henry berharap pemerintah dapat mempertimbangkan masukan dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk pelaku industri agar tercipta kebijakan yang tidak hanya melindungi kesehatan masyarakat, tetapi juga tidak mengorbankan kepentingan ekonomi dan sosial.
Hal itu lantaran Industri Hasil Tembakau (IHT) merupakan sektor strategis nasional yang mempekerjakan sekitar 5,8 juta orang, mulai dari petani tembakau, pekerja pabrik, hingga distributor. Namun, sektor ini telah mengalami tekanan berat sejak diterbitkannya Undang Undang (UU) 17/2023 tentang Kesehatan, serta aturan turunannya.
"Berbagai tekanan regulasi terhadap IHT legal dirasa memberatkan bagi multi-sektor yang terkait. Maka itu, pemerintah perlu berhati-hati dalam mengambil kebijakan, mengingat kondisi sosio-ekonomi Indonesia yang berbeda dari negara lain," beber Henry.
2. Kemenkes diharapkan tidak memaksakan implementasi PP 28/2024

Henry pun berharap agar Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tidak memaksakan pengimplementasian PP 28/2024 di saat situasi geopolitik dan geoekonomi global yang berdampak pada situasi di Tanah Air saat ini.
Henry pun mengingatkan, PP 28/2024 dinilai cacat hukum. Hal itu lantaran proses penyusunannya tidak transparan dan minim pelibatan pelaku IHT.
"Hal ini menimbulkan ketidakseimbangan dalam produk hukum yang dihasilkan dan berpotensi menimbulkan dampak negatif yang signifikan bagi industri dan perekonomian nasional yang tidak sedang baik-baik saja," kata Henry.
3. GAPPRI menilai ada FCTC di balik implementasi PP 28/2024

Henry mensinyalir, pemaksaan implementasi PP 28/2024 oleh Kemenkes lebih mewakili agenda Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) ketimbang melindungi kepentingan masyarakat yang terdampak.
Padahal, banyak pihak yang langsung terkena dampak dari regulasi ini sehingga seharusnya memiliki hak untuk didengar dan dilibatkan dalam proses pembahasan.
Henry kemudian mengingatkan Presiden Prabowo Subianto yang berkomitmen meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, termasuk menyerap jutaan tenaga kerja jangan sampai terganggu oleh agenda FCTC yang menginfiltrasi melalui produk hukum, salah satunya PP 28/2024.
Pemerintah juga diharapkan membuka ruang dialog yang inklusif dan transparan guna menciptakan regulasi yang adil dan berimbang.
"Hal ini diperlukan untuk memastikan keberlanjutan industri, melindungi jutaan pekerja, dan menjaga stabilitas perekonomian nasional sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo," kata Henry.