Industri Vape Harap Pemerintah Prabowo Timbang Ulang Aturan Kemasan

Jakarta, IDN Times - Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) berharap pemerintahan Presiden terpilih, Prabowo Subianto mau mengubah Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) terkait pengamanan produk tembakau dan rokok elektronik.
RPMK tersebut dianggap banyak mengadopsi poin dari perjanjian internasional Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang merupakan inisiatif World Health Organization (WHO), namun tidak diratifikasi oleh Indonesia.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), Garindra Kartasmita menilai hal tersebut mengabaikan banyak pihak yang terlibat dalam industri rokok elektronik di tanah air.
“Semoga bisa diubah oleh pemerintahan yang baru. Kalau bisa, kami inginnya tidak perlu judicial review,” kata dia dalam keterangan tertulis yang diterima, Selasa (15/10/2024).
1. RPMK yang sedang digodok dianggap melampaui batas

RPMK yang sedang digodok mendapat banyak kritik karena mencantumkan aturan kemasan polos yang tidak diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 terkait pelaksanaan UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023.
Poin kemasan polos dinilai tidak memiliki landasan hukum yang jelas dan melibatkan pemangku kepentingan secara terbatas.
Pakar hukum dari Universitas Trisakti, Ali Ridho, menyebut RPMK melampaui mandat yang diberikan dalam PP 28/2024, yang hanya mengatur soal gambar peringatan, sehingga perlu dikaji ulang.
“Peraturan ini offside karena keluar dari jalur mandat yang diperintahkan di dalam PP 28/2024,” sebut Ali Ridho.
2. Kebijakan kemasan polos berpotensi menabrak aturan lain

Ali Ridho menyebut RPMK tersebut tidak hanya menyimpang dari PP 28/2024, tetapi juga bertentangan dengan berbagai undang-undang, termasuk UU Perlindungan Konsumen dan UU Hak Asasi Manusia.
Dia menegaskan kebijakan kemasan polos dapat melanggar hak konsumen untuk mengetahui produk yang dibeli, sehingga menimbulkan kebingungan mengenai legalitas produk.
"Padahal hak konsumen sudah digaransi di dalam undang-undang. Peraturan Kementerian yang ingin mencoba di luar jangkauannya, maka akan menciptakan potensi tabrakan dengan undang-undang," tuturnya.
Selain itu, kurangnya pelibatan pemangku kepentingan membuat RPMK berpotensi dianggap cacat formil dan materiil, sehingga perlu dikaji ulang. Pelaku usaha dan konsumen rokok elektronik juga meminta agar RPMK dievaluasi oleh Kementerian Kesehatan.
"Bukan hanya melibatkan masyarakat atau pihak-pihak yang mendukung kebijakan kemasan polos," ujarnya.
3. Kebijakan yang diambil pemerintah harus seimbang

Ketua Asosiasi Konsumen Vape Indonesia (Akvindo), Paido Siahaan menyatakan Kementerian Kesehatan seharusnya memperhatikan hak konsumen untuk mendapatkan informasi yang lengkap dan jelas terkait produk yang mereka gunakan.
Dia menilai, penghilangan elemen merek dan informasi pada kemasan dapat menghalangi konsumen dalam mengambil keputusan yang tepat tentang produk.
Oleh karena itu, rancangan aturan tersebut dinilai melanggar hak konsumen untuk mendapatkan informasi yang akurat.
"Kebijakan yang diambil haruslah seimbang, dengan mempertimbangkan tujuan kesehatan masyarakat sambil tetap melindungi hak konsumen dan memberikan pilihan yang lebih baik bagi perokok dewasa," tambah Paido.