Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kemasan Diperketat, Penjual Vape Khawatir Bisa Gulung Tikar

Ilustrasi Pengusaha/Wirausahawan (IDN Times/Aditya Pratama)
Ilustrasi Pengusaha/Wirausahawan (IDN Times/Aditya Pratama)
Intinya sih...
  • Kebijakan kemasan polos tanpa merek dinilai merugikan industri rokok elektronik yang baru dan UMKM di sektor tersebut.
  • Rifqi Habibie Putra khawatir kebijakan tersebut akan meningkatkan peredaran rokok elektronik ilegal dan menekan penjualan produk legal.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Asosiasi peritel menyesalkan keputusan pemerintah yang merancang kebijakan kemasan polos tanpa merek dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Ritel Vape Indonesia (Arvindo), Rifqi Habibie Putra mengatakan, kondisi ekonomi sedang sulit. Kebijakan tersebut dinilai akan berdampak buruk pada kelangsungan industri rokok elektronik yang masih baru dan membutuhkan dukungan.

Dia menilai kebijakan tersebut akan meningkatkan peredaran rokok elektronik ilegal, menekan penjualan produk legal, dan mengancam keberlangsungan UMKM di sektor tersebut.

“Pada akhirnya, produk-produk ilegal yang diuntungkan karena tidak membayar cukai. Apalagi mereka yang menjual produk ilegal secara online tidak peduli nasib industri dan tidak melakukan verifikasi terhadap pembeli apakah sudah berusia 21 tahun atau belum. Hal ini akhirnya menjadi permasalahan baru,” ujar Rifqi, Minggu (6/10/2024).

1. Toko-toko vape terancam gulung tikar

Ilustrasi Pengusaha/Wirausahawan (IDN Times/Aditya Pratama)
Ilustrasi Pengusaha/Wirausahawan (IDN Times/Aditya Pratama)

Rifqi menyoroti produk rokok elektronik ilegal masih marak dan belum diatasi secara optimal oleh pemerintah. Dia khawatir, jika kebijakan kemasan polos tanpa merek diterapkan, itu akan semakin meningkatkan peralihan konsumen ke produk ilegal.

"Efek jangka panjangnya adalah banyak toko-toko yang bisa jadi tutup. Sebagai pelaku usaha yang taat aturan, kami tidak mau jualan produk-produk ilegal noncukai," ujarnya.

Selain itu, dia juga memperingatkan pendapatan negara dari cukai akan berkurang, karena konsumen yang biasanya membeli produk resmi beralih ke pasar ilegal.

2. Negara bisa kehilangan potensi ekonomi Rp308 triliun

Ilustrasi transaksi ekonomi. (IDN Times/Aditya Pratama)
Ilustrasi transaksi ekonomi. (IDN Times/Aditya Pratama)

Studi Indef menunjukkan penerapan PP Nomor 28/2024 dan RPMK terkait kemasan polos tanpa merek, larangan penjualan di dekat fasilitas pendidikan, serta pembatasan iklan, akan berdampak buruk pada industri, penerimaan negara, dan tenaga kerja.

Ekonom Indef, Tauhid Ahmad memperkirakan jika ketiga kebijakan tersebut diterapkan sekaligus, dampak ekonomi yang hilang bisa mencapai Rp308 triliun atau 1,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Rinciannya, kemasan polos diperkirakan memicu peralihan ke rokok ilegal dengan kerugian Rp182,2 triliun, larangan penjualan dekat sekolah berdampak pada 33 persen pelaku ritel dengan potensi kerugian Rp84 triliun, dan pembatasan iklan diprediksi mengurangi pendapatan iklan sebesar Rp41,8 triliun.

Pemerintah juga berisiko kehilangan pendapatan pajak Rp160,6 triliun, atau sekitar 7 persen dari total penerimaan nasional. Rinciannya, Rp95,6 triliun akibat kebijakan kemasan polos, Rp43,5 triliun dari larangan penjualan di sekitar sekolah, dan Rp21,5 triliun dari pembatasan iklan rokok.

3. Bisa hambat target pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen

ilustrasi pertumbuhan ekonomi (IDN Times/Aditya Pratama)
ilustrasi pertumbuhan ekonomi (IDN Times/Aditya Pratama)

Tauhid menyatakan penerapan kebijakan yang menekan industri tersebut dapat menghambat pencapaian target pertumbuhan ekonomi lebih dari 5 persen yang telah ditetapkan pemerintah.

"Berat kalau misalnya secara agregat kita ingin tumbuh di atas 5 persen. Tapi kita sudah berkurang totalnya hampir Rp 308 triliun," tuturnya.

Dia juga menyoroti kerugian pajak sebesar 7 persen merupakan angka signifikan, terutama jika dibandingkan dengan rasio pajak Indonesia yang berada di kisaran 10 hingga 11 persen.

Kebijakan kemasan polos tanpa merek, menurutnya, akan memberi dampak besar pada seluruh aspek industri rokok elektronik, mulai dari produksi hingga ritel, yang selama ini telah menyerap banyak tenaga kerja.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Trio Hamdani
EditorTrio Hamdani
Follow Us