Investasi di Robotaxi Otonom Elon Musk Terlalu Berisiko? Ini Kata Ahli

- Valuasi Tesla sudah sangat tinggi
- Tesla bukan satu-satunya pemain di dunia mobil otonom
- Optimisme berlebihan pada inovasi bisa menjadi bumerang
Tesla telah lama menjadi “musuh” utama para investor bearish. Sejak valuasinya masih berada di angka 10 miliar dolar AS hingga mencapai 100 miliar dolar AS, kritik terhadap harga saham perusahaan ini terus bergema.
Kini, menurut laporan Bloomberg, valuasi produsen kendaraan listrik tersebut telah mendekati 1 triliun dolar AS. Namun, setiap kenaikan harga justru membuat potensi keuntungan di masa depan semakin menantang. Untuk menghasilkan imbal hasil 10 kali lipat seperti masa lalu, Tesla harus tumbuh menjadi perusahaan bernilai 10 triliun dolar AS — sebuah target yang tidak realistis bagi banyak analis.
Meski begitu, sebagian investor tetap optimistis. Mereka percaya proyek robotaxi otonom yang sedang digarap Tesla dapat menjadi katalis jangka panjang yang menjanjikan. Namun, ada pula yang menilai proyek ini penuh risiko dan bisa memicu kerugian besar jika tidak memenuhi ekspektasi pasar.
Berikut pendapat beberapa ahli mengenai peluang dan risiko robotaxi Tesla, dikutip dari GoBankingRates:
1.Valuasi Tesla sudah sangat tinggi

Valuasi tinggi bukan hal baru bagi Tesla. Namun, performa jangka panjang saham ini kini sangat bergantung pada keberhasilan robotaxi dan robot humanoid yang dikembangkan perusahaan. Jika inovasi tersebut tidak bisa dieksekusi dengan baik, tekanan terhadap harga saham bisa sangat besar.
Pengamat pasar di DayTrading.com, Dan Buckley membandingkan investasi Tesla dengan membeli call option jangka panjang.
“Ambisi Tesla dalam robotaxi dan robot humanoid memang menarik perhatian, tetapi investor saat ini membayar harga yang setara dengan investasi modal ventura. Valuasi Tesla ibarat opsi atas masa depan yang sangat tidak pasti, mulai dari permintaan teknologi tersebut, kemampuan Tesla mengeksekusinya, hingga biaya produksi yang masih belum terbukti dan berada dalam regulasi ketat,” tuturnya.
2. Tesla bukan satu-satunya pemain di dunia mobil otonom

editor Electric Car Guide, John Ellmore menilai hype robotaxi Tesla terlalu berlebihan. Meski Elon Musk kerap menjadi pusat perhatian, pesaing utama Tesla justru sudah melangkah jauh.
“Peluncuran robotaxi Tesla penuh sensasi, tetapi penting untuk diingat bahwa Tesla bukan pemimpin dalam teknologi mengemudi otonom. Waymo adalah pemain paling matang di sektor ini. Bertaruh pada robotaxi Tesla saat ini adalah risiko besar karena perusahaan masih mengandalkan narasi teknologi masa depan untuk membenarkan valuasinya,” ujarnya.
Waymo adalah bagian dari konglomerat Alphabet, yang juga membawahi Google, YouTube, dan Google Cloud. Alphabet dinilai lebih terdiversifikasi dan memiliki valuasi yang lebih masuk akal dibanding Tesla.
3. Optimisme berlebihan pada inovasi bisa menjadi bumerang

Film dan kartun futuristik sering menggambarkan teknologi yang belum terealisasi, termasuk mobil terbang. “Back to the Future”, misalnya, memprediksi mobil terbang pada 2015, yang hingga kini belum kita lihat. Hal ini menjadi pengingat tidak semua inovasi berakhir sukses.
Robert R. Johnson, dari Creighton University, memperingatkan investor agar berhati-hati pada perusahaan yang terlalu bertumpu pada inovasi.
“Masalah terbesar dalam berinvestasi pada perusahaan inovatif adalah investor cenderung terlalu optimis. Bagi sebagian besar investor, saya rasa lebih bijak untuk menghindari Tesla,” ujarnya.
Contoh kegagalan inovatif bukan hal baru. Produsen EV seperti Nikola Motors dan Workhorse pernah menarik banyak spekulan pada 2021, namun kini tinggal bayang-bayang. Perusahaan eksplorasi luar angkasa seperti Virgin Galactic juga pernah mencapai harga puncak sebelum anjlok tajam.
Pada akhirnya, beberapa inovasi memang nyata, tetapi beberapa lainnya hanya sekadar fantasi. Investor tetap harus melihat fundamental keuangan sebelum memutuskan apakah Tesla masih layak dikoleksi.



















