Isu Pembatasan Merek dan Kemasan Polos Ibarat Manusia tanpa Nama

Jakarta, IDN Times - Isu kebijakan brand restriction (pembatasan merek) dan plain packaging (pemberlakuan kemasan polos) mendapat kritik dari Business Developement Director Indonesian Packaging Federation (IPF), Ariana Susanti. Dia mengatakan kemasan merupakan nilai jual suatu produk.
"Kalau polos artinya ibarat manusia tanpa nama," kata Ariana di Kebon Sirih, Jakarta, Rabu (9/10).
1. Informasi yang dibutuhkan konsumen ada di kemasan

Ariana menilai kemasan berkontribusi membangun brand. Itu membutuhkan proses yang lama dan membutuhkan biaya tidak sedikit.
Tak hanya itu, pada kemasan, ada informasi yang disampaikan sebuah produk yang penting bagi konsumen. Misalnya, tanggal kedaluarsa, bahan-bahan yang dikandung produk tersebut, maupun cara penggunaan atau konsumsi.
2. Ketika merek dibatasi, butuh usaha keras agar masyarakat tahu produk apa yang dijual

Dalam survei yang dilakukan IPF terhadap ratusan produk, Ariana mengatakan orang akan sulit mengenali sebuah produk jika tidak ada merek.
"Tampilan kosong bisa berpotensi memalsukan, di ritel hanya beberapa detik orang melihat (kalau kemasan polos). Kalau kemasan menarik, diambil," ujarnya.
3. IPF berharap pemerintah tidak menerapkan kebijakan ini

Ariana memberikan saran agar pemerintah tidak menerapkan kebijakan kemasan polos dan pembatasan merek ini. “Idealnya tidak diberlakukan karena akan ada pemalsuan. Baik dari farmasi, rokok ilegal dan sebagainya. Di kemasan itu ada teknologinya gimana,” katanya.
Ia berharap Kementerian Perindustrian bisa berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan serta Kementerian Perdagangan atas isu kebijakan ini dan menumbuhkan industri dalam negeri. “Kalau dibatasi kapan tumbuhnya (perekonomian)?” imbuhnya.