Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Jaga Momentum Industri, Insentif Kendaraan Listrik Masih Dibutuhkan

Jaga Momentum Industri, Insentif Kendaraan Listrik Masih Dibutuhkan
Ilustrasi insentif (IDN Times/Arief Rahmat)
Intinya sih...
  • Perbandingan industri mobil listrik dan industri mobil BBM: Industri mobil listrik masih dalam tahap pertumbuhan. Potensi pengaruh pencabutan insentif terhadap minat masyarakat
  • Kebijakan yang berpotensi meningkatkan impor BBM perlu dipertimbangkan: Ketidakpastian geopolitik global berdampak pada harga minyak mentah dunia. Pola adopsi kendaraan listrik menunjukkan insentif sebagai pendorong awal
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Wacana pencabutan insentif kendaraan listrik perlu mendapatkan kajian secara hati-hati agar tidak memicu fluktuasi harga minyak mentah yang bisa berdampak pada beban impor BBM di tengah dinamika geopolitik global saat ini.

Pengamat Ekonomi, Mata Uang, dan Komoditas, Ibrahim Assuaibi menilai, pasar mobil listrik nasional hingga kini masih berada pada tahap awal pengembangan. Dia pun menekankan industri mobil listrik di Indonesia saat ini masih berada dalam fase pertumbuhan.

“Saya katakan bahwa ini masih masa pertumbuhan. Artinya apa? Masa pertumbuhan itu masih mereka itu memilah-milah mana yang pasar mana yang harus dioptimalkan, mobil merek apa, harganya berapa, ini yang harus bisa dilakukan oleh pengusaha-pengusaha mobil listrik,” ujar Ibrahim, dikutip Selasa (30/12/2025).

1. Perbandingan industri mobil listrik dan industri mobil BBM

Jaga Momentum Industri, Insentif Kendaraan Listrik Masih Dibutuhkan
Mobil listrik BYD ATTO 1. (IDN Times/Dhana Kencana)

Ibrahim kemudian membandingkan kondisi tersebut dengan industri kendaraan berbahan bakar fosil yang telah lebih matang dan memiliki pengalaman panjang dalam menyesuaikan strategi penjualan di tengah tekanan ekonomi.

“Berbeda dengan mobil-mobil yang berbahan bakar fosil, seperti Toyota, Mitsubishi, dan lain-lain. Mereka selalu membuat satu strategi bagaimana dalam kondisi saat ini ekonomi tidak ber-impact saja, membuat produk-produk mobil yang harganya relatif lebih murah dan terjangkau oleh masyarakat,” tutur dia.

Ibrahim menilai, jika insentif kendaraan listrik dihentikan dan perlakuan pajaknya disamakan dengan kendaraan berbahan bakar minyak, hal tersebut berpotensi memengaruhi minat masyarakat. Kondisi tersebut dinilai Ibrahim juga perlu dilihat dalam konteks ketergantungan Indonesia terhadap impor BBM.

“Karena pada saat insentif, subsidi insentif itu dihilangkan, kemudian pajak mobil listrik sama dengan pajak mobil fossil berbahan bakar fosil, kemungkinan besar harganya akan lebih mahal, sehingga akan ditinggalkan,” katanya.

2. Kebijakan yang berpotensi meningkatkan impor BBM perlu dipertimbangkan

Jaga Momentum Industri, Insentif Kendaraan Listrik Masih Dibutuhkan
Ilustrasi BBM (IDN Times/Aditya Pratama)

Ibrahim menambahkan, ketidakpastian geopolitik global sering kali berdampak langsung pada harga minyak mentah dunia. Adapun dalam situasi tersebut, setiap kebijakan yang berpotensi meningkatkan konsumsi BBM impor perlu dipertimbangkan secara cermat.

“Semoga wacana (pencabutan insentif) ini tidak jadi karena saat ini perkembangan Indonesia masih belum stabil, sehingga masih butuh insentif dari pemerintah. Tujuannya adalah agar masyarakat itu beralih dari membentuk bahan bakar fossil berubah menjadi bahan listrik,” tutur Ibrahim.

Menurut Ibrahim, pola adopsi kendaraan listrik yang terjadi saat ini menunjukkan bahwa insentif menjadi pendorong awal sebelum kendaraan listrik benar-benar dipilih karena kebutuhan.

“Baru setelah itu berkebutuhan. Jadi pertama insentif dulu, kedua adalah kebutuhan,” katanya.

3. Pengguna mobil listrik saat ini masih terbatas pada kelompok tertentu

Jaga Momentum Industri, Insentif Kendaraan Listrik Masih Dibutuhkan
Seorang pengendara mobil listrik sedang mengisi daya kendaraannya di SPKLU PLN Bulukumba, Kamis (11/12/2025). (IDN Times/Aan Pranata)

Selain itu, Ibrahim juga menilai pengguna mobil listrik di Indonesia saat ini masih terbatas pada kelompok tertentu. Jika insentif dihentikan pada fase pertumbuhan, terdapat kemungkinan masyarakat kembali mengandalkan kendaraan berbahan bakar minyak.

“Kalau seandainya insentif dicabut pada saat masa pertumbuhan, ya kemungkinan besar masyarakat akan beralih kembali ke mobil berbahan bakar minyak,” kata dia.

Ibrahim mengibaratkan perkembangan industri mobil listrik seperti proses tumbuh kembang yang memerlukan tahapan. Menurutnya, pencabutan insentif idealnya dilakukan ketika pasar sudah lebih matang.

“Ada persiapan, ada pertumbuhan, ada perkembangan, ada pendewasaan. Pada saat sudah dewasa, di situlah pemerintah baru mencabut insentif,” ujarnya.

Dia pun berharap setiap keputusan terkait insentif kendaraan listrik dapat mempertimbangkan kondisi pasar domestik serta dinamika global. Dengan begitu, kebijakan yang diambil tetap selaras dengan kebutuhan ekonomi nasional.

Share
Topics
Editorial Team
Jujuk Ernawati
EditorJujuk Ernawati
Follow Us

Latest in Business

See More

5 Target Bisnis Wajib Dipasang di Awal Tahun agar Gak Jalan di Tempat

31 Des 2025, 00:11 WIBBusiness