Jepang Temukan Cara Unik Ubah Kotoran Sapi Jadi Hidrogen

- Jepang mengembangkan teknologi mengubah kotoran sapi menjadi hidrogen sebagai sumber energi bersih.
- Shikaoi Hydrogen Farm di Hokkaido mampu memproduksi 70 meter kubik hidrogen per hari untuk kendaraan dan kebutuhan energi lokal.
- Hidrogen dari kotoran ternak disubsidi agar setara dengan bensin, sejalan dengan upaya global mencari sumber energi terbarukan dari limbah organik.
Jakarta, IDN Times – Jepang tengah mengembangkan teknologi inovatif yang mengubah kotoran sapi menjadi hidrogen sebagai sumber energi bersih. Di Shikaoi, Hokkaido, sebuah fasilitas khusus mengolah limbah peternakan untuk menghasilkan hidrogen yang dapat digunakan sebagai bahan bakar kendaraan. Langkah ini tidak hanya menawarkan solusi energi terbarukan tetapi juga membantu mengurangi emisi metana yang dihasilkan dari kotoran sapi.
Fasilitas ini merupakan bagian dari proyek yang dimulai oleh Kementerian Lingkungan Jepang pada 2015 dengan tujuan menciptakan ekonomi sirkular di daerah pedesaan. Dengan lebih dari 20 juta ton kotoran sapi dihasilkan setiap tahun di Hokkaido, teknologi ini memiliki potensi besar untuk mengatasi permasalahan limbah sekaligus menyediakan bahan bakar yang ramah lingkungan.
1. Shikaoi Hydrogen Farm: mengubah limbah menjadi energi

Shikaoi Hydrogen Farm beroperasi dengan mengumpulkan kotoran dan urin sapi dari berbagai peternakan di Hokkaido. Limbah ini kemudian dimasukkan ke dalam anaerobic digester yang menggunakan bakteri untuk mengurai bahan organik, menghasilkan biogas dan pupuk cair. Setelah itu, biogas dimurnikan menjadi metana yang selanjutnya diproses menjadi hidrogen.
“Proyek untuk memproduksi hidrogen dari kotoran ternak ini berasal dari Jepang dan merupakan sesuatu yang unik di tempat ini,” ujar Maiko Abe dari Air Water, salah satu perusahaan yang terlibat dalam proyek ini, dikutip dari BBC.
Saat ini, pabrik tersebut mampu memproduksi hingga 70 meter kubik hidrogen per hari, setara dengan 18.500 galon. Hidrogen yang dihasilkan digunakan untuk mengisi bahan bakar kendaraan hidrogen, termasuk mobil, traktor, dan forklift. Stasiun pengisian bahan bakar di fasilitas ini dapat melayani sekitar 28 kendaraan berbasis sel bahan bakar per hari.
Tak hanya untuk kendaraan, hidrogen dari Shikaoi juga disimpan dalam tabung dan dikirim ke berbagai tempat lain, seperti peternakan ikan sturgeon dan Kebun Binatang Obihiro, guna memenuhi kebutuhan energi lokal.
2. Tantangan penyimpanan dan infrastruktur hidrogen

Meskipun memiliki potensi besar, produksi dan penyimpanan hidrogen bukan tanpa tantangan. Hidrogen harus disimpan dalam tekanan tinggi sebagai gas, yang berisiko bocor akibat bobot molekulnya yang rendah. Selain itu, hidrogen bisa melemahkan wadah penyimpanannya serta mudah terbakar, sehingga memerlukan prosedur keselamatan ekstra.
Alternatifnya, hidrogen dapat disimpan dalam bentuk cair dengan didinginkan hingga suhu -253°C. Namun, proses ini membutuhkan energi yang sangat besar serta infrastruktur tambahan yang kompleks.
“Harga pembangunan stasiun hidrogen masih sangat tinggi,” kata Abe.
“Karena kendaraan hidrogen belum tersebar luas, kami menjaga kapasitas pengisian tetap rendah untuk mengelola investasi awal. Seiring dengan meningkatnya adopsi, kami akan memperluas pasokan.” tambahnya.
Saat ini, hidrogen yang diproduksi di Shikaoi masih bergantung pada listrik dari jaringan nasional. Namun, dengan potensi energi angin dan panas bumi yang besar di Hokkaido, ada peluang untuk beralih ke sumber energi hijau guna mengurangi jejak karbon produksi hidrogen.
3. Mendorong adopsi hidrogen di Jepang

Agar teknologi ini semakin berkembang, harga hidrogen di Shikaoi disubsidi agar setara dengan bensin, sehingga mendorong penggunaan kendaraan hidrogen. Pemerintah Jepang juga tengah membangun stasiun pengisian hidrogen di kota-kota besar Hokkaido seperti Sapporo dan Muroran untuk meningkatkan infrastruktur pendukung.
Di Jepang, penggunaan hidrogen sebagai bahan bakar tidak hanya terbatas pada peternakan. Di Fukuoka, teknologi serupa telah dikembangkan untuk mengubah limbah manusia menjadi hidrogen yang digunakan sebagai bahan bakar kendaraan layanan kota, termasuk truk pengangkut sampah.
Langkah ini sejalan dengan upaya global untuk menemukan sumber energi terbarukan dari limbah organik. Beberapa negara mulai meneliti potensi limbah lain, seperti kotoran babi, sisa kelapa, dan limbah pertanian, sebagai bahan baku hidrogen.
Meskipun biaya produksi dan tantangan infrastruktur masih menjadi kendala, proyek Shikaoi menunjukkan bagaimana limbah dari satu industri dapat diubah menjadi energi yang berguna bagi sektor lain. Dengan semakin berkembangnya teknologi ini, hidrogen dari kotoran sapi bisa menjadi bagian penting dari solusi energi berkelanjutan di masa depan.