Kisah Jawara Astra Satu Indonesia Awards yang Lestarikan Songket Deli

Jakarta, IDN Times – Irfania Ramadhani Lubis adalah perempuan inspirasional yang selaku pelestari Songket Deli. Fania mulai konsisten melestarikan songket Deli sejak 2014, tepat setelah merampungkan kuliahnya di Universitas Bina Nusantara (Binus).
Gebrakan Irfania berawal dari kecintaan, dan keresahannya terhadap penenun yang mendapat upah kurang pantas. Padahal, proses penenunannya terbilang rumit, dan Songket Deli memiliki nilai yang tinggi.
“Awalnya kami bertemu banyak penenun yang dibayar upah tidak layak untuk membuat songket yang sebenarnya bernilai tinggi. Dari situ kami bertekad menaikkan upah para penenun supaya bisa hidup lebih layak,” kata Irfania di Indonesia Summit 2025 by IDN, sesi Beyond the Balance Sheet: Redefining Success for the Digital Womenpreneur, Kamis (28/8/2025).
1. Fokus pada Inovasi dan perbesar komunitas

Konsistensi, inovasi, pelatihan, hingga pemberdayaan, membentuk komunitas penenun menjadi fokus Irfania. Menurutnya, kekuatan songket Deli justru ada pada akar budaya dan nilai filosofisnya.
“Kalau konsisten dan fokus pada revitalisasi serta pelestarian, songket ini tetap relevan. Inovasi, edukasi, produksi, sampai kolaborasi dengan desainer jadi cara agar nilai songket tersampaikan lebih luas,” ujar Irfania
2. Menang Astra Satu Indonesia Awards

Gebrakan Irfania membawanya menang dalam Astra Satu Indonesia Awards 2017 silam, di bidang wirausaha untuk wilayah Sumut. Kemudian, Irfania mendirikan Desa Sejahtera Astra.
Berselang dua tahun, Irfania mendapatkan perpanjangan tangan dari Astra untuk mengolah dana CSR selaku program Desa Sejahtera Astra. Tempatnya berlokasi di Kelurahan Bandar Khalipah, Kecamatan Percut Seituan, Kabupaten Deli Serdang, Sumut.
3. Inovasi sesuai perkembangan zaman jadi kunci

Irfania menyebut tantangan terbesar adalah mengenalkan budaya lokal agar tetap relevan sesuai zamannya. Irfania saat ini berupaya untuk memperkenalkan Songket Deli secara global, dan bisa dikenakan semua kalangan.
“Tentu tantangannya tidak sedikit. Justru dari tantangan-tantangan itu lahir peluang inovasi, bagaimana caranya budaya ini bisa tetap hidup, apalagi di era digital. Misalnya, saya menemukan banyak orang berusia 25–40 tahun suka sekali dengan produk songket, tapi bingung bagaimana cara memakainya. Dari situ kami berinovasi menghadirkan produk-produk ready to wear,” kata Irfania.