Daftar Rekomendasi Kebijakan Jangka Pendek untuk Prabowo dari LPEM UI

- Batalkan rencana pengurangan dana transfer ke daerah.
- Tidak bentuk kementerian atau lembaga baru.
- Pemerintah diharapkan luncurkan program padat karya.
Jakarta, IDN Times - Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, atau LPEM FEB UI, mengusulkan sembilan langkah konkret jangka pendek untuk mengembalikan kepercayaan publik, memperbaiki daya beli masyarakat, sekaligus menjaga kapasitas fiskal negara agar tetap sehat dan berkelanjutan.
Kepala LPEM FEB UI, Chaikal Nuryakin, Ph.D., menekankan program-program besar pemerintah seperti Makan Bergizi Gratis dan Koperasi Merah Putih harus melalui tahapan kebijakan yang matang
"Program besar seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Koperasi Merah Putih (KMP) disarankan untuk melalui siklus kebijakan yang komprehensif. Ini meliputi penyusunan peta jalan, uji coba, serta evaluasi menyeluruh dengan prioritas pada kelompok paling membutuhkan atau kelompok yang benar-benar membutuhkan," tegas Chaikal Nuryakin dalam keterangan tertulis dikutip, Jumat (5/9/2025).
Program makan bergizi gratis diarahkan untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat yang diberikan kepada ibu hamil, ibu menyusui, dan balita hingga usia sekolah. Arah kebijakan dan strategi program MBG antara lain melalui penguatan kelembagaan dan tata kelola, percepatan pembangunan sarana dan prasarana dapur umum, percepatan pencairan MBG, pelatihan SDM di SPPG, penguatan logistik dan distribusi, komunikasi dan partisipasi publik, serta kemitraan/kerjasama lintas sektor untuk mendukung MBG.
Sementara itu, untuk tahun depan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menelan anggaran hingga 8,84 persen atau Rp335 triliun dari total belanja RAPBN 2026 yang menyentuh Rp3.786,5 triliun. Bahkan, jika dibandingkan dengan tahun ini, anggaran MBG tahun depan naik hingga 96 persen dari Rp171 triliun.
1. Batalkan rencana pengurangan dana transfer ke daerah

LPEM juga menyarankan agar pemerintah membatalkan rencana pengurangan dana transfer ke daerah. Pasalnya, kebijakan ini dapat berdampak langsung pada layanan publik, terutama di daerah dengan pendapatan asli yang rendah. Jika anggaran daerah menurun, maka masyarakat akan menjadi pihak yang paling merasakan dampaknya.
Bila dirinci, dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026, alokasi belanja tersebut hanya senilai Rp650 triliun atau turun 29,34 persen dibandingkan alokasi dalam APBN 2025 yang mencapai Rp919,9 triliun.
2. Tidak bentuk kementerian atau lembaga baru

Langkah berikutnya adalah melakukan perampingan birokrasi. Pemerintah disarankan untuk tidak membentuk kementerian atau badan baru, bahkan sebaiknya menggabungkan lembaga yang memiliki fungsi serupa. Selain efisiensi anggaran, ini juga akan meningkatkan efektivitas dalam pengambilan kebijakan.
Pemerintah telah mengalokasikan anggaran belanja kementerian dan lembaga (K/L) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 sebesar Rp1.498,25 triliun untuk 102 K/L.
3. Pemerintah diharapkan luncurkan program padat karya

Tak kalah penting, pemerintah diminta untuk kembali menjalankan fungsi stabilisasi harga dalam tata niaga beras, bukan sekadar menjaga cadangan pangan.
"Hal ini penting mengingat harga sembako yang tidak stabil sangat membebani masyarakat menengah ke bawah," tegasnya.
Sementara itu, LPEM FEB UI juga mendorong pemerintah untuk meluncurkan program padat karya jangka pendek dan
pemerintah dapat mendorong program padat karya yang tidak hanya meningkatkan pendapatan masyarakat, tetapi juga memperbaiki infrastruktur umum seperti saluran irigasi dan jalan.
Terkait kebijakan untuk kelas menengah, dirinya menekankan pentingnya perhatian terhadap kelas menengah yang sering terlewatkan dalam kebijakan bantuan.
"Akses terhadap kredit, pendidikan, transportasi publik, dan layanan kesehatan perlu ditingkatkan untuk meringankan beban mereka," ungkapnya.
Salah satu usulan penting lainnya adalah evaluasi sistem remunerasi pejabat negara. LPEM menyarankan agar bonus dan tunjangan diberikan berdasarkan pencapaian ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, bukan bersifat tetap.
Kemudian, transparansi data ekonomi menjadi sorotan penting. Perubahan dalam metode perhitungan atau pelaporan data statistik harus disampaikan secara terbuka agar pelaku ekonomi dapat mengambil keputusan dengan akurat dan publik tetap percaya pada data yang digunakan.
Terakhir, LPEM FEB UI mengajak pemerintah untuk memperbaiki komunikasi kebijakan publik. Pemerintah perlu lebih terbuka, empatik, dan mau mendengarkan suara masyarakat. Kepercayaan hanya bisa dibangun jika pemerintah menunjukkan niat baik dan kesediaan untuk menjawab persoalan nyata yang dihadapi rakyat.
"Penerapan langkah-langkah tersebut akan membantu menjaga stabilitas ekonomi nasional dan menciptakan ruang fiskal yang cukup untuk menjawab tantangan jangka pendek tanpa mengorbankan kesehatan fiskal jangka panjang," ungkapnya.