Menaker: Jangan Ada Diskriminasi Usia Rekrutmen Kerja

- Menteri Ketenagakerjaan ingin menghapus diskriminasi usia dalam rekrutmen tenaga kerja.
- Direktur Eksekutif Center of Economic Law and Studies menyoroti diskriminasi usia pada pelamar kerja di Indonesia.
- Diskriminasi usia berdampak pada masifnya pekerja di sektor informal gig economy seperti ojek online dan kurir.
Jakarta, IDN Times - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Yassierli, tidak ingin ada diskiriminasi usia dalam proses rekrutmen tenaga kerja. Dengan begitu, setiap orang punya kesempatan yang sama untuk mendapatkan pekerjaan.
"Itu yang saya sampaikan. Kami ingin rekrutmen itu tidak ada diskriminasi. Kami ingin tidak ada diskriminasi, mau semua lapangan kerja itu terbuka buat siapapun," ujar Yassierli kepada awak media di Menara BPJS Ketenagakerjaan, Jakarta, Kamis (8/5/2025).
1. Diskriminasi usia merupakan hambatan bagi para pencari kerja

Menurut Yassierli, diskiriminasi usia kerja merupakan satu hambatan bagi setiap orang yang ingin mendapatkan pekerjaan. Makanya, Kemnaker bakal mengatasi hambatan-hambatan yang bisa menghalangi para pencari kerja.
"Jadi kalau ada terkait tentang hambatan-hambatan seperti itu, itu yang kami mau sisir. Sehingga, semua mendapatkan kesempatan yang sama untuk bekerja," kata Yassierli.
2. Diskriminasi usia pekerja dapat sorotan dari Celios

Sejumlah persoalan masih menghinggapi tenaga kerja Indonesia terlepas janji-janji yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto pada momen Hari Buruh Internasional atau May Day 2025 pada 1 Mei lalu.
Direktur Eksekutif Center of Economic Law and Studies, Bhima Yudhistira, menyoroti diskriminasi usia yang masih terjadi pada pelamar kerja.
"Lowongan kerja membatasi usia pelamar 25-31 tahun menyebabkan sulitnya para korban PHK kembali bekerja di sektor formal. Regulasi di Indonesia dianggap membiarkan perusahaan melakukan diskiriminasi," kata Bhima dikutip Minggu (4/5/2025).
Hal itu tentunya berbeda dengan negara ASEAN lain seperti Thailand dan Vietnam yang menerapkan peraturan anti-diskriminasi usia pelamar kerja.
"Harapannya revisi UU Ketenagakerjaan dapat mengakomodir pasal spesifik soal anti-diskriminasi usia pelamar kerja," ujar Bhima.
3. Pekerja sektor informal bertambah

Diskriminasi usia tersebut lantas berdampak pada masifnya pekerja yang terlibat dalam sektor informal gig economy seperti ojek online (ojol) dan kurir. Hal itu juga semakin diperparah dengan keterbatasan lapangan kerja di sektor formal.
"Sekitar 58 persen pekerjaan di Indonesia adalah sektor informal, menimbulkan kerentanan kerja, tidak adanya jenjang karier, dan jam kerja yang terlalu tinggi," kata Bhima.