Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Pemerintah Diminta Perkuat Ekonomi Sirkular Atasi Polusi Plastik

foto hanya ilustrasi (unsplash.com/Antoine GIRET)
foto hanya ilustrasi (unsplash.com/Antoine GIRET)
Intinya sih...
  • WPC dan GPA mendorong perjanjian internasional untuk mengakhiri polusi plastik
  • Transisi ke sistem plastik sirkular menjadi kunci menyelesaikan masalah sampah plastik
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - World Plastics Council (WPC) dan Global Plastics Alliance (GPA) mendorong negara-negara menyepakati perjanjian internasional untuk mengakhiri polusi plastik menjelang sesi kelima Komite Negosiasi Antarpemerintah (INC5) pada 25 November di Busan, Korea Selatan.

Ketua WPC, Benny Mermans berharap perjanjian ambisius itu dapat diimplementasikan, dan mampu meningkatkan pengelolaan sampah serta daur ulang. Perjanjian juga harus menghormati kebutuhan masing-masing negara sambil membangun kerangka kerja bersama untuk mengakhiri polusi plastik pada 2040.

Kesepakatan itu diharapkan menyeimbangkan kewajiban global dengan langkah nasional, termasuk rencana aksi nasional yang menargetkan kandungan daur ulang wajib. Rencana tersebut harus memastikan akuntabilitas, menarik investasi, dan mendukung pengelolaan sampah serta daur ulang secara efektif.

"Setiap negara menghadapi tantangan yang sangat berbeda dan membutuhkan solusi yang berbeda pula. Pendekatan global yang seragam terhadap kebijakan dan regulasi tidak akan berhasil. Oleh karena itu, perjanjian ini harus memberikan fleksibilitas bagi setiap negara dan wilayah untuk mencapai tujuan perjanjian dengan cara yang paling sesuai untuk mereka," kata dia, dikutip Sabtu (23/11/2024).

1. Pelaku industri dorong transisi ke sistem plastik sirkular

Vending machine daur ulang botol plastik BRI dalam MotoGP Indonesia di Sirkuit Internasional Pertamina Mandalika (Dok BRI)
Vending machine daur ulang botol plastik BRI dalam MotoGP Indonesia di Sirkuit Internasional Pertamina Mandalika (Dok BRI)

Wakil Ketua Umum Asosiasi Industri Olefin, Aromatik & Plastik Indonesia (Inaplas) sekaligus perwakilan Indonesia di GPA, Edi Rivai menilai, transisi ke sistem plastik sirkular menjadi kunci menyelesaikan masalah sampah plastik.

"Transisi menuju ekonomi sirkular akan mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK), meningkatkan efisiensi sumber daya, mendorong perkembangan ekonomi, dan menciptakan lapangan kerja, terutama di negara-negara dengan infrastruktur pengelolaan sampah dan daur ulang yang kurang berkembang," ujarnya.

Perwakilan Indonesia di GPA lainnya, Wakil Ketua Umum INAPLAS, Edi Rivai menyatakan, perjanjian internasional harus menjadikan sirkularitas dalam siklus hidup plastik, mulai dari desain hingga pengelolaan akhir, sebagai landasan utamanya. Dia menegaskan pentingnya sistem pengelolaan sampah yang sesuai dengan kebutuhan setiap negara.

"Cara paling efektif untuk mencapai tujuan perjanjian, sambil tetap mempertahankan manfaat plastik bagi masyarakat, adalah menjadikan sampah plastik sebagai komoditas yang memiliki nilai nyata," paparnya.

2. Plastik bisa mendukung pembangunan berkelanjutan

Hasil daur ulang sampah SDN 4 Dauh Peken (IDN Times/Vanny El Rahman)
Hasil daur ulang sampah SDN 4 Dauh Peken (IDN Times/Vanny El Rahman)

Plastik dinilai memiliki peran penting dalam mendukung pembangunan berkelanjutan, seperti pemanfaatan energi terbarukan, efisiensi transportasi, ketahanan pangan, dan layanan kesehatan.

Oleh karena itu, perjanjian internasional untuk mengatasi polusi plastik diharapkan mengakui manfaat plastik sekaligus memprioritaskan pengelolaan sampah yang memadai, terutama bagi 2,7 miliar orang yang belum memilikinya.

Benny mengungkapkan, organisasinya telah bekerja selama 18 bulan terakhir bersama berbagai pemangku kepentingan untuk mencari solusi praktis dan ambisius guna mengakhiri polusi plastik.

"Diskusi ini juga menegaskan bahwa dengan fokus, rasa urgensi, dan kompromi, hasil yang sukses dari negosiasi dapat tercapai," ujarnya.

3. Rekomendasi tambahan untuk perjanjian internasional pengelolaan plastik

Anggota Bank Sampah Yamantab menganyam sampah plastik yang sudah dipilah menjadi produk daur ulang kreatif. (IDN Times/Prayugo Utomo)
Anggota Bank Sampah Yamantab menganyam sampah plastik yang sudah dipilah menjadi produk daur ulang kreatif. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Rekomendasi tambahan untuk perjanjian internasional pengelolaan plastik mencakup mekanisme pembiayaan berkelanjutan yang mendukung investasi besar dari sektor publik dan swasta, terutama untuk negara berkembang. Salah satu contohnya adalah penerapan skema tanggung jawab produsen yang diperluas (Extended Producer Responsibility/EPR) untuk mendanai pengelolaan sampah plastik secara efektif.

Pendekatan berbasis aplikasi juga diusulkan untuk mencegah produk plastik dengan potensi kebocoran tinggi menjadi polusi, menggunakan kerangka kerja penilaian lokal yang lebih fleksibel dibandingkan larangan atau pembatasan yang bersifat kaku.

Dalam perdagangan, perjanjian tersebut menekankan pengelolaan sampah plastik hanya dilakukan antar negara maju dengan infrastruktur daur ulang yang baik, sesuai regulasi Konvensi Basel. Hal itu bertujuan meningkatkan sirkularitas ekonomi dan mencegah polusi dari negara maju.

Untuk desain produk, panduan internasional diperlukan guna menghasilkan plastik yang lebih mudah digunakan kembali, didaur ulang, dan tahan lama, sekaligus mendorong target daur ulang nasional dan mengubah sampah menjadi sumber daya bernilai.

Selain itu, kontribusi sektor informal, yang mengelola 60 persen pengumpulan sampah plastik global, harus diakui. Perjanjian itu juga perlu membangun kemitraan antara sektor informal, industri, pemerintah, dan akademia untuk menciptakan solusi berkelanjutan yang meningkatkan kesejahteraan semua pihak.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Trio Hamdani
EditorTrio Hamdani
Follow Us

Latest in Business

See More

OECD Naikkan Proyeksi Ekonomi RI, Tumbuh 4,9 Persen pada 2025 dan 2026

24 Sep 2025, 18:10 WIBBusiness