Asosiasi Industri Minta Pemerintah Perketat Impor Barang Jadi Plastik

- Asosiasi Industri Plastik Hilir Indonesia (Aphindo) menekankan pengetatan impor produk plastik luar negeri untuk melindungi industri hilir domestik.
- Harga barang jadi plastik impor lebih murah sehingga mengganggu kinerja industri hilir plastik dalam negeri.
Jakarta, IDN Times - Asosiasi Industri Plastik Hilir Indonesia (Aphindo) menekankan pentingnya pengetatan impor produk barang jadi plastik dari luar negeri untuk melindungi industri hilir plastik domestik.
Langkah tersebut diharapkan dapat meningkatkan kontribusi sektor industri plastik terhadap perekonomian Indonesia.
Sekretaris Jenderal Aphindo, Henry Chevalier, mengatakan, maraknya barang jadi plastik impor mengganggu kinerja industri hilir plastik dalam negeri. Sebab, produk impor lebih diminati karena harganya lebih murah.
"Karena produk-produk yang impor itu, barang-barang jadi yang masuk ke Indonesia jauh lebih murah dibandingkan dengan produk dalam negeri," kata dia dalam keterangannya, Selasa (16/7/2024).
1. Industri ungkap biang kerok harga produk dalam negeri mahal

Henry mencontohkan China sebagai salah satu negara pemasok barang impor murah ke Indonesia. Dia menjelaskan, harga barang dari negara tersebut lebih murah karena biaya tenaga kerja yang rendah dan ketersediaan bahan baku yang melimpah.
"Kenapa kita lebih mahal? Karena impor bahan bakunya, kemudian biaya listrik, upah buruh, kemudian biaya birokrasi seperti perizinan, cukai, pajak," sebutnya.
2. Industri dorong pemerintah perketat impor barang jadi plastik

Henry mendorong pemerintah untuk memperketat impor barang jadi plastik dalam setiap regulasi, terutama jika produk tersebut sudah diproduksi oleh industri domestik. Langkah tersebut bertujuan agar produk dalam negeri lebih terserap oleh pasar.
"Salah satu contoh yang dikeluarkan Permendag 36/2024, saya kira itu salah satu tools yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka proteksi industri dalam negeri. Tapi tidak cukup hanya sebatas lartas (larangan dan pembatasan), tapi harus diatur tata impornya," ujarnya.
Selain itu, Henry menekankan pemerintah, khususnya Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, harus tegas menolak barang plastik impor yang tidak sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI).
"Misalnya spesifikasi yang masuk dari barang-barang impor jadi plastik itu tidak sesuai dengan spesifikasi SNI yang ada di Indonesia, nah itu tentunya peran dari Bea Cukai harus menolak itu, dan Bea Cukai harus paham SNI itu apa aja," tegasnya.
3. Utilisasi industri plastik hilir telah menurun hingga 50 persen

Sekretaris Jenderal Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas), Fajar Budiono, mengungkapkan utilisasi industri plastik hilir telah menurun hingga di bawah 50 persen.
Jika impor barang plastik terus dibiarkan membanjiri pasar domestik, hal itu dapat berdampak negatif pada industri hulu, khususnya petrokimia.
"Itu sudah mulai terasa juga di beberapa pabrik hulu, ada yang sudah mematikan/shutdown mesinnya, mereka wait and see," ujar dia.
Fajar sependapat dengan Aphindo agar pemerintah memperketat impor barang jadi plastik dalam regulasi apapun, karena kebijakan yang kontraproduktif dapat melemahkan iklim investasi dan menurunkan kontribusi industri hulu.
Menurutnya, investasi di industri petrokimia, seperti Naptha Cracker Terintegrasi, bisa memberikan kontribusi ekonomi sebesar Rp41,04 triliun, menyerap tenaga kerja hingga 3,22 juta orang, menghasilkan peredaran upah Rp8,56 triliun, serta memberikan manfaat fiskal berupa PPN sebesar Rp2,67 triliun.