Pengusaha Keberatan dengan Tarif Pajak Hiburan Bisa Ajukan Insentif

Jakarta, IDN Times - Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan, Lydia Kurniawati Christyana mengatakan, pengusaha dapat mengajukan insentif fiskal bila keberatan dengan tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) minimal 40 persen dan paling tinggi 75 persen.
Adapun berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD). Merujuk Pasal 58 ayat 2, tarif jasa hiburan tersebut hanya berlaku untuk diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan mandi uap/spa.
"Pelaku usaha di daerah bisa (mengajukan) insentif fiskal berupa pengurangan, keringanan, pembebasan, penghapusan pokok pajak atau pokok retribusi yang ditetapkan oleh kepala daerah dan menjadi kewenangan kepala daerah," kata Lydia dalam Media Briefing di Kementerian Keuangan, Selasa (16/1/2024).
1. Insentif fiskal diberikan berdasarkan persetujuan kepala daerah

Lydia menyampaikan berdasarkan ayat (1) Pasal 101 UU HKPD, gubernur/bupati/wali kota boleh memberikan fasilitas pajak dan retribusi dalam mendukung kebijakan kemudahan berinvestasi.
Pemberian insentif fiskal ini merupakan kewenangan dari kepala daerah dan sesuai kebijakan prioritas daerah dalam pengelolaan keuangan daerahnya.
“Jika ada pelaku usaha yang keberatan, merasa belum pulih, atau UMKM, itu boleh diberikan insentif fiskal, oke tahun ini enggak 40 persen dulu ya, (tapi) kita lihat laporan keuangannya. Namun, jika kepala daerah melihat kondisi sosial ekonomi memang memerlukan perlakuan khusus, maka insentif fiskal bisa diberikan secara massal,” ujarnya.
2. Ketentuan untuk dapat insentif fiskal pajak hiburan

Mengacu aturan Peraturan Pemerintah (PP) 35 Tahun 2023, pasal 99 dijelaskan bahwa ada beberapa pertimbangan kepala daerah sebelum memberikan insentif fiskal kepada wajib pajak.
Pertama, kemampuan membayar wajib pajak dan/atau wajib retribusi. Dalam hal ini, jika pengusaha selaku wajib pajak belum mampu secara usaha ditetapkan dengan tarif 40 persen, maka kepala daerah bisa memberikan insentif fiskal tersebut.
Kedua, kondisi tertentu objek pajak terkena bencana alam, kebakaran, dan atau penyebab lainnya yang terjadi bukan karena adanya unsur kesengajaan yang dilakukan oleh wajib pajak untuk menghindari pembayaran pajak.
Ketiga, untuk mendukung dan melindungi pelaku usaha mikro dan ultra mikro. Apabila jasa hiburan tertentu dalam hal ini ultra mikro terkena tarif batas bawah 40 persen, maka kepala daerah bisa memberikan insentif fiskal dimaksud.
"Jika pelaku usaha mikro dan ultra mikro ada izin usahanya dan dia masuk kategori mikro dan hasil assement sesuai (bisa dapat insentif)," jelasnya.
Keempat, untuk mendukung kebijakan pemerintah daerah (pemda) dalam mencapai program prioritas daerah dan/atau untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam mencapai program prioritas nasional.
3. Tarif pajak hiburan 40-75 persen ganggu sektor pariwisata

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai penetapan tarif pajak hiburan sebesar 40 persen hingga 75 persen terlalu tinggi. Kondisi ini pun akan berdampak pada bisnis hiburan yang masuk dalam ekosistem pariwisata.
"Penetapan tarif pajak jasa hiburan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan menurunnya permintaan atau demand atas jasa hiburan," ucap Ketua Umum Apindo, Shinta W Kamdani kepada IDN Times, Selasa (16/1/2024).
Shinta menegaskan, sektor usaha hiburan memiliki kontribusi yang besar terhadap penyerapan tenaga kerja, pendapatan daerah, serta pertumbuhan ekonomi pada umumnya. Dengan begitu, ia meminta pemerintah mengkaji ulang penggolongan jasa hiburan.
"Sehingga kegiatan yang mengandung kearifan lokal seperti spa di Bali tidak dikategorikan sebagai hiburan," ujar Shinta.