Penjualan Mobil China Melonjak 14,8 Persen pada April 2025

- Penjualan mobil di China naik 14,8 persen pada April 2025 dibandingkan tahun sebelumnya, mencerminkan ketahanan pasar otomotif China di tengah tekanan global.
- Pertumbuhan didorong oleh program subsidi mobil yang diperluas sejak pertengahan 2024, dengan kendaraan listrik dan hibrida plug-in mendominasi pasar ritel.
- Program subsidi perdagangan mobil mendorong lonjakan permintaan, dengan lebih dari 60 persen peserta program memilih NEV, menunjukkan pergeseran preferensi konsumen terhadap kendaraan ramah lingkungan.
Jakarta, IDN Times - Penjualan mobil di China naik 14,8 persen pada April 2025 dibandingkan tahun sebelumnya. Kenaikan ini mencerminkan ketahanan pasar otomotif China di tengah tekanan global.
Pertumbuhan ini didorong oleh program subsidi mobil yang diperluas sejak pertengahan 2024. Pemerintah memberikan insentif bagi konsumen yang menukar mobil lama mereka dengan kendaraan baru, khususnya kendaraan energi baru (NEV).
Dengan kebijakan ini, kendaraan listrik dan hibrida plug-in mendominasi pasar ritel, menyumbang lebih dari separuh penjualan nasional pada bulan tersebut.
1. Subsidi pemerintah jadi pendorong utama
Program subsidi perdagangan mobil mendorong lonjakan permintaan sejak digulirkan pada Juli 2024. Konsumen bisa mendapatkan insentif hingga 2.800 dolar Amerika Serikat (AS) (Rp46,3 juta) untuk pembelian kendaraan listrik (EV) dan 2.100 dolar AS (Rp34,7 juta) untuk mobil hemat bahan bakar.
"Subsidi perdagangan telah meningkatkan kepercayaan konsumen dan mendorong penjualan NEV secara signifikan," ujar Cui Dongshu, Sekretaris Jenderal kkk CPCA, dikutip dari US News. Dongshu menyebut program ini juga menahan dampak negatif tarif impor AS terhadap pasar.
Pada April 2025, penjualan ritel mobil mencapai 1,71 juta unit, dengan lebih dari 60 persen peserta program memilih NEV. Ini menunjukkan pergeseran preferensi konsumen terhadap kendaraan ramah lingkungan.
2. Dominasi kendaraan energi baru
NEV terus memperluas pangsa pasarnya, menyumbang 52,3 persen dari total penjualan ritel mobil pada April 2025. Meskipun tak menyalip mobil bensin selama tiga bulan berturut-turut, penjualan NEV tetap melonjak 79,7 persen dibandingkan April 2024.
“Produsen seperti BYD mengubah pasar dengan menawarkan teknologi bantuan pengemudi tanpa biaya tambahan,” kata analis otomotif Chen Shihua, dilansir Reuters. Shihua menambahkan bahwa strategi ini memicu perang harga di antara produsen lokal seperti Geely dan Leapmotor.
Xiaomi mencatatkan penjualan 23.728 unit bulan lalu, hampir menyamai Tesla yang hanya menjual 26.777 unit, terendah sejak November 2022. Sementara itu, Toyota meluncurkan EV seharga 20 ribu dolar AS (Rp331 juta) untuk menarik konsumen muda di tengah penurunan pangsa pasar.
3. Tantangan ekspor akibat tarif global
Meski pasar domestik tumbuh, ekspor mobil China tertekan oleh tarif tinggi dari AS. Pada Maret 2025, ekspor turun 8 persen dibandingkan tahun lalu, terutama karena penurunan tajam ekspor Tesla buatan China.
“Tarif AS berdampak besar pada ekonomi Asia Tenggara, yang pada gilirannya mengurangi permintaan ekspor kami,” kata Cui Dongshu dalam wawancara. Ia menambahkan bahwa China kini mencari peluang di pasar seperti Amerika Selatan dan Australia.
Meski total ekspor mobil pada Maret hanya 410 ribu unit (turun 3,2 persen), ekspor NEV justru naik 26,8 persen. Selama kuartal pertama 2025, ekspor mobil China mencapai 1,42 juta unit, dengan NEV menyumbang 441 ribu unit, menandakan daya saing tinggi di segmen ini.