Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Produk Tekstil RI Kena Tarif Impor 47 Persen? Ini Penjelasan Kemendag

Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan (Kemendag) Djatmiko Bris Witjaksono. (IDN Times/Triyan).
Intinya sih...
  • Tarif ekspor tekstil ke AS berkisar antara 15-30 persen, sementara tarif alas kaki sebesar 18-30 persen setelah penambahan 10 persen
  • Presiden Trump menerapkan 3 skema tarif, termasuk tambahan 10 persen pada produk Indonesia mulai April 2025

Jakarta, IDN Times - Kementerian Perdagangan (Kemendag) Republik Indonesia meluruskan kabar yang beredar terkait tarif ekspor produk tekstil ke Amerika Serikat (AS)  mencapai 47 persen.

"Tolong diluruskan, yang tadi menulisnya 47 persen, jangan ditulis 47 persen ya, karena yang sebenarnya adalah, misalnya tekstil 15 persen sampai 30 persen. Kita harus pas menyampaikan informasi kepada masyarakat," kata Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag, Djatmiko Bris Witjaksono dalam Konferensi Pers di Kemendag, Jakarta Pusat, Senin (21/4/2025). 

1. Besaran tarif impor bervariasi tergantung jenis produk

default-image.png
Default Image IDN

Ia menjelaskan, besaran tarif impor tersebut sangat bervariasi, tergantung pada jenis produk serta tarif Most Favoured Nation (MFN) yang berlaku sebelumnya. Tarif MFN untuk produk tekstil dan pakaian asal Indonesia saat ini berkisar antara 5 persen hingga 20 persen tergantung jenis barang. 

Dengan adanya tambahan tarif dasar sebesar 10 persen dalam skema new baseline tariff alias tarif dasar baru, maka tarif produk tekstil dan pakaian Indonesia bisa berada pada kisaran 15 persen hingga 30 persen. Sementara untuk produk alas kaki, tarif saat ini sebesar 8 persen hingga 20 persen akan menjadi 18 persen hingga 30 persen setelah penambahan 10 persen.

“Kalau sebelumnya 5 persen, ditambah 10 persen jadi 15 persen. Yang 10 persen, jadi 20 persen. Jadi semuanya hanya ditambah 10 persen (tarif dasar baru),” ujarnya. 

2. Ada tiga skema tarif yang ditetapkan Trump

Donald Trump dengan bagan tarif resiprokal pada 2 April 2025 di Gedung Putih (flickr.com/The White House)

Djatmiko menjelaskan, ada tiga skema tarif yang dilakukan Trump. Pertama, kebijakan tarif dasar baru sebesar tambahan 10 persen tersebut mulai diberlakukan oleh AS sejak 5 April 2025.

Sementara itu, skema tarif resiprokal yang mengenakan tambahan 32 persen terhadap produk Indonesia dijadwalkan berlaku mulai 9 Juli 2025. Sedangkan skema tarif sektoral sebesar 25 persen dikenakan pada produk-produk baja dan aluminium otomotif dan komponen otomotif.

"Catatannya adalah, jika diterapkan maka tarif dasar baru dan resiprokal tidak diberlakukan. Jadi kalau sektor ini, satu negara sudah dikenakan tarif sektoral, misalnya Indonesia mengekspor baja, aluminium, atau pun otomotif dan komponennya, kemudian dikenakan tarif sektoral sebesar 25 persen, maka tarif dasar baru dan tarif resiprokal tidak akan dikenakan," tuturnya. 

Dia menjelaskan, saat ini proses pembicaraan dengan pemerintah Amerika Serikat terkait kebijakan tarif ekspor masih berlangsung. Belum ada kesepakatan final yang dicapai dari perundingan tersebut.

“Proses ini masih berlangsung dan belum ada kesepakatan apa pun. Situasinya sangat dinamis,” ujarnya. 

3. AS dominasi surplus dagang Indonesia

ilustrasi ekspor-impor (IDN Times/Aditya Pratama)

Sementara itu, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti mencatat AS masih menjadi penyumbang surplus neraca perdagangan tertinggi untuk Indonesia.

Data Maret 2025 menunjukkan surplus neraca perdagangan non minyak dan gas (migas) dengan AS sebesar 1,98 miliar dolar AS. Surplus tersebut bahkan meningkat bila dibandingkan Februari 2025 yang mencapai 1,57 miliar dolar AS.

"Amerika Serikat menjadi penyumbang surplus terbesar pertama bagi Indonesia," ucap Amalia dalam Konferensi Pers BPS, Senin (21/4).

Adapun neraca perdagangan barang mencatat surplus sebesar 4,33 miliar dolar AS atau naik sebesar 1,23 miliar dolar AS secara bulanan. Surplus ini telah terjadi selama 59 bulan berturut-turut atau sejak Mei 2020.

Negeri Paman Sam menyerap beragam produk unggulan Indonesia, terutama dari kelompok mesin dan perlengkapan elektrik (HS 85), alas kaki (HS 64), serta pakaian rajutan dan aksesoris rajutan (HS 61).

"Ketiga komoditas tersebut memberikan kontribusi besar dalam memperkuat posisi neraca perdagangan Indonesia dengan AS," ujarnya.

Secara nominal, nilai ekspor nonmigas Indonesia ke AS terdiri dari beberapa komoditas utama, yakni: 

  • Mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya (HS 85) mencapai 465 juta dolar AS
  • Alas kaki (HS 64) sebesar 239,7 juta dolar AS
  • Lemak dan minyak hewan dan nabati (HS 15) sebesar 238,7 juta dolar AS.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Jujuk Ernawati
EditorJujuk Ernawati
Follow Us