RI Kena Tarif Impor 32 Persen dari Trump, Apa Dampaknya?

- Dampak kenaikan tarif resiprokal Trump berdampak besar ke ekonomi Indonesia, terutama sektor otomotif dan elektronik.
- Total ekspor produk otomotif Indonesia ke AS mencapai 280,4 juta dolar AS tahun 2023 dengan pertumbuhan rata-rata 11 persen.
- Kenaikan tarif impor akan membuat harga kendaraan lebih mahal bagi konsumen AS, menurunkan penjualan kendaraan dan meningkatkan probabilitas resesi ekonomi AS.
Jakarta, IDN Times - Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menilai kenaikan tarif resiprokal yang diumumkan Trump akan berdampak signifikan ke ekonomi Indonesia.
Dia mengakan dampak itu bukan sekadar karena ekspor Indonesia ke AS cuma yang 10,5 persen dari total ekspor nonmigas, tapi dampak yang dirasakan dari spillover effect terhadap ekspor negara lain juga besar.
"Dengan tarif resiprokal 32 persen maka sektor otomotif dan elektronik Indonesia diujung tanduk," ungkap Bhima kepada IDN Times, Kamis (3/4/2025).
1. Ekspor produk otomotif bisa terkoreksi

Ia menjelaskan total ekspor produk otomotif Indonesia tahun 2023 ke AS 280,4 juta dolar AS setara Rp4,64 triliun (Kurs 16.600). Rata-rata 2019-2023 pertumbuhan ekspor produk otomotif ke AS mencapai 11 persen.
"Pertumbuhan bisa jadi negatif begitu ada kenaikan tarif yang luar biasa," ucapnya.
2. Jika ekonomi AS turun 1 persen, dampaknya ke RI capai 0,08 persen

Menurut Bhima, jika tarif impor naik maka konsumen AS menanggung tarif dengan harga pembelian kendaraan yang lebih mahal. Penjualan kendaraan bermotor turun di AS. Kedua, probabilitas resesi ekonomi AS naik karena permintaan lesu.
"Korelasi ekonomi Indonesia dengan AS, setiap 1 persen penurunan pertumbuhan ekonomi AS maka ekonomi Indonesia turun 0,08 persen," tegasnya.
3. Sektor otomotif dan elektronik bisa pangkas produksi bahkan PHK

Ia menyebut produsen otomotif Indonesia tidak semudah itu shifting ke pasar domestik karena spesifikasi kendaraan dengan yang diekspor berbeda. Imbasnya bisa terjadi layoff alias pemutusan hubungan kerja (PHK) dan penurunan kapasitas produksi semua industri otomotif di dalam negeri.
"Bukan hanya otomotif tapi juga komponen elektronik, karena kaitan antara produsen elektronik dan suku cadang kendaraan bermotor. Ekspor Indonesia tertinggi ke AS adalah komponen elektronik. Jadi elektronik ikut terdampak juga," tegas Bhima.